Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Kapolres Ngada Bayar Rp 3 Juta untuk Tidur dengan Anak 6 Tahun, Videonya Disebar ke Situs Australia

Terungkap cara eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman berhubungan intim dengan anak 6 tahun dan direkam lalu videonya disebar ke situs porno

Penulis: Ani Susanti | Editor: Mujib Anwar
YouTube Kompas TV
KASUS PENCABULAN KAPOLRES - Sosok eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman yang diduga mencabuli tiga orang anak di bawah umur di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan videonya disebar ke situs porno Australia. Kini terungkap bahwa ia bayar Rp 3 juta untuk tidur dengan anak 6 tahun. 

TRIBUNJATIM.COM - Terungkap cara eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman berhubungan intim dengan anak 6 tahun dan direkam, lalu videonya disebar ke situs porno Australia.

Diketahui, kasus dugaan pencabulan tiga anak di bawah umur di Kota Kupang yang dilakukan Kapolres Ngada kini menjadi sorotan.

Penyidik Ditkrimum Polda) Nusa Tenggara Timur (NTT) terus mendalami kasus pria yang kini sudah dinonaktifkan dari jabatannya tersebut.

Dari hasil penyelidikan hingga ke tingkat penyidikan, polisi telah memeriksa sembilan orang sebagai saksi.

Dari sembilan saksi ini, seorang di antaranya berperan sebagai perantara yang membawa korban bertemu Fajar.

"Yang bersangkutan mengorder anak tersebut melalui seseorang yang berinisial F dan disanggupi oleh F untuk menghadirkan anak tersebut," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah NTT, Komisaris Besar Polisi (Kombespol) Hendry Novika Chandra, Rabu (12/3/2025), melansir dari Kompas.com.

Hendy menyebut, korban adalah seorang anak perempuan berusia enam tahun, yang tinggal di Kota Kupang.

Saksi F lalu membawa anak tersebut ke Fajar yang menanti di salah satu kamar hotel yang ada di Kota Kupang.

Setelah itu, F diberi imbalan sebesar Rp 3 juta, sedangkan sang anak tidak dikasih uang. Korban hanya dibawa makan dan bermain-main oleh F.

Sang anak kemudian dicabuli Fajar di hotel.

Baca juga: Fakta Kapolres Ngada Cabuli 3 Anak di Bawah Umur, Diunggah ke Situs Porno, Hukum Kebiri Disinggung

Saat beraksi, Fajar merekam dan menyebar ke situs porno Australia.

Otoritas Australia lalu menyelidiki video itu, ternyata berlokasi di Kota Kupang.

Otoritas Australia kemudian melaporkan ke Pemerintah Indonesia hingga kasus itu mencuat ke publik.

"Untuk videonya, dari Polda NTT hanya menerima soft copy dari Mabes Polri," kata Hendry.

Hingga saat ini, Fajar masih diperiksa di Mabes Polri dan kasus ini masih terus berjalan.

AKBP Fajar diamankan aparat Profesi dan Pengamanan (Propam) Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri).

Dia diamankan karena dugaan terlibat kasus pencabulan anak di bawah umur dan narkoba.

"Diamankan oleh Propam Mabes Polri yang didampingi Paminal Polda (Kepolisian Daerah) NTT, tanggal 20 Februari 2025," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda NTT Komisaris Besar Polisi Hendry Novika Chandra, kepada Kompas.com, Senin (3/3/2025).

Baca juga: Sosok AKBP Fajar Widyadharma Kapolres Ngada, Cabuli Anak Usia 3 & Unggah Video ke Situs Dewasa

Sementara itu, Pengamat Hukum Universitas Widya Mandira Kupang, Mikhael Feka, menyoroti kasus Fajar Widyadharma Lukman.

"Kasus penyimpangan yang melibatkan seorang Kapolres yang mengonsumsi narkotika, melakukan pencabulan terhadap tiga anak, serta menyebarkan video perbuatan tersebut ke situs luar negeri merupakan tragedi institusional yang sangat serius," kata Mikhael kepada Kompas.com, Selasa (11/3/2025).

Menurutnya, peristiwa ini bukan semata-mata kejahatan individual, melainkan cerminan adanya kegagalan sistemik dalam mekanisme rekrutmen, pengawasan, dan pembinaan anggota kepolisian.

Dia memerinci letak kesalahan sistemik dalam tubuh kepolisian, yakni kegagalan pengawasan internal (internal control failure).

Fungsi pengawasan melalui Propam dan Inspektorat Jenderal belum efektif mencegah penyimpangan perilaku aparat, terlebih yang menduduki posisi strategis.

Hal ini, kata dia, menunjukkan lemahnya sistem Early Warning System (EWS) dan minimnya pelibatan masyarakat dalam kontrol eksternal.

Kemudian, budaya organisasi yang permisif dalam perspektif teori "Broken Window," dibiarkannya pelanggaran kecil dalam tubuh institusi akan membuka peluang terhadap penyimpangan besar.

"Ketidaktegasan terhadap perilaku menyimpang berkontribusi pada degradasi moral institusional," ujar Mikhael.

Selanjutnya, rekrutmen yang belum berbasis integritas karakter seleksi anggota Polri masih cenderung menitikberatkan pada aspek fisik dan administratif, bukan pada integritas moral dan kecenderungan psikologis jangka panjang.

"Aspek prediktif terhadap potensi penyimpangan tidak terakomodasi secara komprehensif," kata dia.

Sehingga, Mikhael memberikan rekomendasi reformasi sistem kepolisian.

Pertama, penguatan seleksi psikologis dan tes integritas.

Rekrutmen harus melibatkan tes kepribadian mendalam, asesmen risiko penyimpangan perilaku seksual, dan pemetaan integritas sejak awal, termasuk untuk menduduki jabatan-jabatan strategis.

Baca juga: 5 Fakta Kasus AKBP Fajar, Kapolres Ngada Positif Narkoba, Harta Kekayaan Cuma Rp14 Juta Tak Lazim?

Kedua, digitalisasi pengawasan dan peringatan dini. Penerapan sistem digital untuk mendeteksi pola perilaku menyimpang, pelaporan gaya hidup tidak wajar, hingga penggunaan narkotika harus diintegrasikan dalam sistem pengawasan nasional.

Ketiga, evaluasi berkala dan pendidikan etika aparatur.

Perlu adanya asesmen integritas dan etika secara periodik, serta pelatihan anti-penyimpangan berbasis nilai-nilai hak asasi manusia dan perlindungan anak.

Dia pun menyebut, jenis hukuman yang layak dijatuhkan pada pelaku yakni Pasal 82 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman penjara maksimal 15 tahun.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved