Cerita Pilu Pasutri Surabaya, Bayinya Meninggal yang Dianggap Tak Wajar usai Berobat di Rumah Sakit
Anak kelima dari 5 bersaudara dari pasangan itu, diduga meninggal dunia secara tak wajar usai menjalani perawatan medis di sebuah rumah sakit
Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Samsul Arifin
Laporan Tim Redaksi Tribun Jatim Network
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Pasangan suami istri (pasutri) di Surabaya, Karnoto (38) dan Deni Irnawati (37) terpaksa mengadu ke Ditreskrimsus Mapolda Jatim, pada Rabu (16/4/2025), karena merasa meninggalnya sang anak bungsu yang masih berusia empat bulan, terjadi secara tak wajar. Korbannya, berjenis kelamin laki-laki, berinisial ALA.
Anak kelima dari lima bersaudara dari pasangan itu, diduga meninggal dunia secara tak wajar usai menjalani perawatan medis di sebuah rumah sakit kawasan Wonokromo, Surabaya, pada November 2024 silam.
Ceritanya, Bayi ALA semula mengalami gejala sakit batuk dan pilek yang tak tak kunjung sembuh sejak bulan Agustus 2024.
Selama kurun waktu hampir kurun waktu 3-4 bulan, Bayi ALA menjalani penanganan medis sebanyak tiga kali di sebuah puskesmas kawasan Menur Pumpungan, Sukolilo, Surabaya.
Nah, pada fase perawatan untuk yang ketiga kalinya, yakni Kamis (28/11/2025), puskesmas tersebut dimintai oleh ibunda Bayi ALA, Deni Irnawati untuk merujuk sang buah hati ke RS terdekat, yakni RS yang berlokasi di kawasan Kecamatan Wonokromo, Surabaya.
Baca juga: Mandi Bareng di Sungai, Pasutri di Jember Diseruduk Babi Hutan
Setibanya di RS tersebut sekitar pukul 13.00 WIB, Bayi ALA ditangani secara medis, termasuk diberikan beberapa jenis obat.
Yakni, tiga macam obat serbuk untuk mengatasi gejala batuk serta pilek pasien. Kemudian, obat berbentuk sirup botolan penambah asupan vitamin dan nutrisi pasien.
Lalu, ada juga susu formula baru yang direkomendasikan sebagai pengganti jenis susu formula yang sebelumnya sudah dikonsumsi oleh pasien.
"Lalu dirujuk, jam 11.00 di RS, dan jam 16.00, saya baru dapat obat. Yakni, batuk pilek, nyeri, antibiotik, suplemen. Ada 3 obat; serbuk, dan 1 obat sirup," ujar Irnawati saat ditemui TribunJatim.com di kediamannya, kawasan Jalan Banyu Urip Wetan Tengah, Gang VI, Banyu Urip, Sawahan, Surabaya, pada Rabu (16/4/2025).
Baca juga: Berhenti Kerja Kantoran, Pasutri di Surabaya Rintis Usaha Puding, Bagi Ilmu untuk Warga dan Pelajar
Namun, Irnawati baru memberikan asupan obat tersebut kepada Bayi ALA sekitar pukul 18.00 WIB. Alhasil, reaksi obatnya mulai muncul. Kondisi sang anak mulai tenang dan tak lagi rewel. Bahkan, tidurnya juga pulas.
Namun, anehnya, terdapat lendir dari dubur Bayi ALA. Lendir tersebut berwarna kecokelatan menyerupai bentuk riak dahak yang lazim keluar dari mulut pasien penderita batuk berdahak.
"Tanggal 28-11-2024, jam 18.00 saya kasih minum obat. Selepas itu, saya merasa anak ini, dari duburnya saya cek apakah kencing atau berak. Tapi anak ini tidur pulas. Badannya gak ada panas. Tapi, duburnya keluar lendir, kayak cairan batuk riak. Lendirnya warna cokelat, banyak sekali," katanya.
Melihat kondisi sang bayi yang mulai tenang semalaman, Irnawati mengira bahwa terapi obat-obatan yang diresepkan oleh dokter tersebut, mujarab.
Baca juga: Rumah Pasutri Lansia di Desa Sogo Ambles 2 Meter, Imbas Luapan Sungai Bengawan Madiun
Namun, perkiraannya meleset, karena pada keesokan harinya, sekitar pukul 05.00 WIB, Jumat (29/11/2024), kondisi Bayi ALA kembali terus-terusan merengek.
Bayi ALA berulang kali muntah dengan warna dahak kekuningan. Lalu, leher bagian belakang atau tengkuk si jabang bayi juga terasa panas, jika dipegang dengan telapak tangan. Kemudian, suhu tubuhnya juga berubah-ubah; panas atau dingin, tak menentu.
Melihat kondisi Bayi ALA yang kembali kumat gejala sakitnya. Irnawati lantas memijat tubuh anaknya itu secara perlahan, seraya melumuri cairan minyak penghangat tubuh.
Tujuannya; siapa tahu suhu tubuh anaknya itu kembali stabil dan kondisinya mulai berangsur membaik sedia kala.
Bahkan, ia juga berusaha memberikan asupan air susu ibu (ASI) secara maksimal kepada sang bayi, agar nutrisinya selama proses pemulihan kesehatan selama ini, terpenuhi.
"Tapi leher ada panas, anget gitu. Dari kemarin naik turun, panasnya itu, kakinya dingin. Dia kan muntah. Pas muntah, saya enggak apa-apain, saya urutin (pijat) pakai minyak angin. Saya kasih ASI," jelasnya.
Ternyata, kondisi tubuh sang bayi yang naik-turun tak menentu tadi merupakan awal dari kondisi menurun dari Bayi ALA. Apalagi sesaat setelah sang bayi sudah diberikan obat untuk kesekian kali, sekitar pukul 07.00 WIB.
Kini, kondisi suhu tubuh dari sang bayi panasnya malah makin meninggi. Bayi ALA juga tak henti-hentinya merengek.
Menyadari kondisi kesehatan anaknya makin menurun, Irnawati berkeinginan segera membawa sang anak ke RS terdekat. Namun, bukan ke lokasi RS sebelumnya di Kecamatan Wonokromo itu.
Ia dan suami berkeinginan merujuk anaknya itu ke RS lain, berharap memperoleh perawatan medis dan obat-obatan yang lebih mujarab memberikan kesehatan bagi sang bungsu.
Namun, apa daya. Kondisi keuangan keluarganya yang serbas pas-pasan, membuat Irnawati dan Karnoto harus garuk kepala jika mencari RS lain sesuai keinginan mereka.
Rencananya, mereka bakal meminjam uang kepada seorang temannya di kawasan Trosobo, Kabupaten Sidoarjo, sebelum membawa sang anak ke lokasi RS terbaru sesuai keinginan.
Ternyata, perencanaannya, meleset. Sang teman yang dikunjunginya itu, tidak lagi ada di rumah. Terpaksa, Irnawati dan Karnoto kembali pulang.
Namun, kali ini mereka harus berkejaran dengan waktu, mengingat kondisi sang anak; Bayi ALA yang digendong Irnawati selama dibonceng suami bepergian mencari pinjaman uang, makin 'ngedrop' kesehatannya.
"Lalu, saya bilang ke suami; ayo cari pinjeman uang ke teman ke Trosobo (Sidoarjo). Tapi saya enggak ketemu teman saya. Akhirnya kami balik, mau malam dan mendung, jam 13.00, selepas jumatan," bebernya.
Terpaksa, Irnawati dan Karnoto harus membawa sang anak ke RS yang sama sebelumnya, yakni RS yang berlokasi di Kecamatan Wonokromo, Surabaya.
Namun, sebelum bergegas menuju sana, keduanya terpaksa berteduh di sebuah warkop pinggir jalan, karena hujan lebat sore hari itu seakan mencegat mereka melanjutkan perjalanan.
Selama berteduh di warkop tersebut, Irnawati memanfaatkan momen itu untuk kembali memberikan obat resep dokter kepada sang Bayi ALA kesekian kali.
Namun, reaksinya tetap sama, sang anak malah makin merengek tak henti-henti. Tapi, kondisi tersebut tak berlangsung lama, karena setelah Irnawati memberikan sebotol susu formula, reaksi sang anak mulai tenang.
"Kami bawa menuju RS itu, tapi sempat berhenti karena hujan. Saya sempat kasih susu SGM ke dia. Alhamdulillah dia diam. 1 botol aja. Selepas itu, dia enggak mau minum lagi. Kalau nggak salah sudah kenyang," tambahnya.
Tepat sekitar pukul 17.30 WIB, Irnawati dan Karnoto berhasil membawa Bayi ALA ke RS tersebut.
Beberapa dokter dan perawat langsung memberikan penanganan medis terhadap bayi mereka.
Menurut Irawati, ada sekitar tujuh orang tenaga medis yang menangani Bayi ALA. Namun, penanganan yang dilakukan para tenaga medis itu, dirasa tak memuaskan.
Seperti, saat proses pemasangan alat bantu pernafasan pada hidung dan mulut sang bayi. Termasuk, saat proses pemasangan alat pendeteksi detak jantung pada beberapa bagian tubuh sang bayi.
"Ditangani dokter, bilangnya mau dirawat ke ruang ICU, tapi kami belum tanda tangan. Cara penanganan itu, kop (alat bantu nafas) dicopot-copot. Terus kabelnya kurang panjang, kabel kurang panjang harusnya anaknya diangkat dulu. Yang nangani ya perawat ya dokter. Ada 7 orang," terangnya.
"Lalu anak saya mau dipasang infus, otomatis suami saya dikasih resep disuruh ambil obat-obatan di apotek. Pasang jarum infusnya pun tidak bisa menemukan urat nadinya. Sampai 2 petugas bisa masangkan. Tapi anaknya sudah mejamkan mata, tapi masih ada nyawa, tidak sadarkan diri, sudah lemah. Koma," tambahnya.
Selama sang anak mendapatkan penanganan medis, Irawati menceritakan, suaminya Karnoto sempat diminta oleh seorang dokter yang menangani Bayi ALA untuk segera mengambil cairan obat suntik di apotek RS tersebut, sesuai dengan resep yang dibuat sang dokter.
Ternyata, resep tersebut, berisi cairan obat dalam wadah botol ampul kecil yang bakal disuntikkan ke tubuh Bayi ALA oleh sang dokter. Kartono berhasil memperoleh ampul cairan obat tersebut tepat waktu, lalu menyerahkannya pada sang dokter.
Sesaat setelah cairan obat tersebut disuntikkan melalui saluran obat infus yang telah disediakan sebelumnya. Ternyata, takdir berkata lain. Irnawati menyebutkan, sang anak Bayi ALA dinyatakan meninggal dunia, sekitar pukul 18.05 WIB.
"Suami saya datang. Lalu disuntikkan pakai obat tadi (yang dibawa suami). Obat itu dari apotek, dalam wadah botol plastik, dikasihkan disuntik, langsung gak ada jeda. Terus ambil lagi (obat) di IGD. Botol kecil, kayak pitek. Itu dr LA. Ambil sendiri di IGD. Sudah punya simpanan sendiri, tanpa sepengetahuan pihak apotek. Botol kecil kaca. Disuntik di tempat infus tadi," katanya.
"Selepas disuntikkan tadi, botol bekas itu ditaruh di sampah, tapi yang ambil di apotek tadi itu ditaruh di meja, saya sempat pegang. Tapi enggak boleh difoto," tambahnya.
Bak 'disambar petir siang bolong', Irnawati tak kuasa menerima kenyataan tersebut, tangisnya pecah, begitu juga dengan sang suami yang tak kalah kalapnya berkalang kesedihan.
Belum juga memperoleh penjelasan mengenai penyebab kematian sang anak. Irnawati malah dibuat makin nelangsa setelah melihat kondisi jenazah sang anak yang mengeluarkan darah dari hidung dan cairan berbusa dari mulutnya, selamat dimandikan di kamar mayat RS tersebut.
Melihat berbagai macam penanganan pihak tenaga medis RS tersebut, sejak pertama kali menangani anaknya pada malam itu, hingga akhirnya melihat kondisi terakhir jenazah sang anak selama dimandikan di kamar mayat RS. Irnawati menduga kematian anaknya begitu tidak wajar.
"Saya cek jenazah, masih keluar darah. Saat digulingkan, dan digosok punggungnya, saat dipakaikan sabun atau disiram pakai air, otomatis dimiringikan, digulingkan, kok bisa bisanya keluar darah dari hidung banyak sekali," katanya.
"Itu gak wajar, saya anggap, anak saya pembuluh darah pecah karena obat. Waktu jam 18.35 anak saya keluar busa dari mulut, dan hidung keluar darah," tambahnya.
Irnawati terus menerus menanyakan kondisi yang terjadi pada tubuh anaknya kepada pihak dokter RS tersebut.
Ternyata, jawaban yang disampaikan membuat dirinya dan suami makin mengelus-elus dada.
Jawaban yang disampaikan pihak dokter RS tersebut, ternyata menyebut bahwa meninggalnya sang anak karena kekenyangan makanan padat.
Padahal, menurut Irnawati, dirinya tidak pernah memberikan makanan padat dalam bentuk apapun kepada sang anak.
Selama empat bulan masa hidup sang anak, ia selalu memberikan asupan makanan sang anak berupa ASI dan pelengkapnya yakni susu formula.
"Kami mencuri (kesempatan) untuk divideo gitu. Saya sudah curiga anak saya keracunan, obat apa yang dikasihkan, dokternya tidak kasih penjelasan. Bukti-bukti itu, ditahan. Bukti itu berupa resume, perincian obat. Kesaksian mereka pun, katanya; kekenyangan makanan, makanan padat. Saya difitnah gitu, padahal saya enggak pernah kasih makanan padat, (tapi) susu formula dan ASI," jelasnya.
"Anak saya dituduh tersedak. Tersedak apa. Saya bilang; apakah kalau anda tahu, apakah anda di TKP. Apakah tersedaknya di sini anda yang kasih tindakan. Mohon dijelaskan. Ternyata enggak diberikan (penjelasan)," tambahnya.
Menyadari bahwa kematian sang anak bungsu terbilang janggal. Irnawati sempat berupaya meminta bantuan kepada pihak RS tersebut untuk memperbolehkan dirinya menitipkan jenazah Bayi ALA sementara waktu, barang sehari.
Ia berkeinginan meminta bantuan pihak penegak hukum untuk mendampinginya mencari keadilan agar mengetahui penyebab pasti kematian sang anak.
Ternyata, upayanya itu, diduga menunai penolakan dari pihak rumah sakit. Alasannya, ungkap Irnawati, bahwa pihak rumah sakit tidak memiliki cairan formalin untuk mengawetkan jenazah sang anak sementara waktu. Termasuk, tidak memiliki alat khusus untuk menyimpan jenazah.
"Saya mau minta tolong jenazah dititipkan di sana dulu, jangan pulangkan dulu, saya mau nitip 1 hari, kami mau minta pertanggungjawabannya; kalau anak saya sakit beneran. Kalau memang ada apa-apa, anak saya enggak bisa proses. Tapi ditolak, kata dr. ML, pakai seragam tentara. Katanya pihak RS tidak menyediakan formalin dan ruang jenazah," tandas Irnawati.
Pengalaman melihat sang buah hati meninggal dunia di depan matanya seperti peristiwa di ruang perawatan medis RS kala itu, membuat 'mood' Karnoto langsung berantakan.
Kedua pupil matanya tampak memerah, suaranya meninggi, dan telapak tangannya diusapkan berkali-kali ke wajahnya.
Sepanjang diminta menceritakan pengalaman menyayat hati itu, nafasnya agak tersengal-sengal. Emosi sesekali merasuki dirinya, jika teringat peristiwa itu.
Bagaimana tidak. Karnoto melihat langsung dengan kedua mata kepala dan kesadaran penuh pada sore hari itu, bahwa sang anak yang semula masih bernafas di meja perawatan, akhirnya dinyatakan meninggal dunia, sesaat setelah diberikan penanganan medis.
"Saya disuruh minta obat di apotek. Ujung-ujungnya saya terakhir kali saya diminta ambil botol kecil, isinya cairan, botol kecil, kayak pitek (kutek). Itu kok disuntikkan (ambil botol yang sama) dari IGD. (Yang suntik) ya dr LA. Setelah disuntik, ditekan tekan gini, ujung-ujungnya, saya dikasih tahu anak saya meninggal dunia. Jam 18.05 WIB," ujar Karnoto seraya menirukan cara dokter yang diceritakannya itu menekan-nekan tubuh Bayi ALA, pada momen kritisnya.
Apalagi saat melihat kondisi jenazah sang buah hati yang mengeluarkan darah pada organ hidung dan cairan berbusa dari mulutnya, saat dimandikan di kamar jenazah RS tersebut. Karnoto menduga bahwa anaknya meninggal dunia akibat penanganan prosedur medis yang kurang tepat dari pihak RS.
Bahkan, bapak lima anak yang sehari-hari berjualan pakaian berkeliling di beberapa daerah Jatim itu, terpaksa menahan kesedihan dan rasa pilu yang teramat sangat melihat bahwa darah yang mengucur dari hidung sang anak, seperti tak dapat berhenti meskipun sudah dikafani.
"Jam 01.00, tanggal 30-11-2025, jenazah bisa dibawa ke rumah. Jam 09.00 dimakamkan. Saya jalan kaki bawa jenazah, saya lihat darah keluar terus dari kafannya. Banyak sampai koploh. Basah. Netes terus," jelasnya.
"Saya bukan kafan, saya enggak tega lihat anah saya. Talinya saya buka, saya azankan, tapi saya lihat jenazah anak saya gak tega, keluar darah semua. Langsung dilapisi papan tadi, dan diuruk," tambah Karnoto.
Nah, semenjak peristiwa tersebut, Irnawati dan Karnoto bertekad mencari keadilan atas kematian sang anak yang dianggapnya tak wajar seusai menjalani perawatan medis di RS tersebut.
Berbagai cara ia tempuh, mulai dari meminta bantuan lembaga bantuan hukum di Kota Surabaya, untuk memperoleh perhatian dari pihak Ikatan Dokter Indonesia (IDI) wilayah setempat.
Lalu, bersurat ke Majelis Disiplin Kedokteran (MKDK) Indonesia, dan dinas kesehatan wilayah setempat.
Termasuk meminta klarifikasi dan penjelasan kepada pihak RS tempat Bayi ALA mendapatkan penanganan medis tersebut.
Bahkan, Karnoto dan Deni Irnawati sampai meminta bantuan agar dapat dijembatani oleh pihak DPRD Kota Surabaya dalam sebuah forum mediasi yang berlangsung di Ruang Rapat Komisi D Gedung DRPD Surabaya, pada Rabu (19/3/2025).
Alhasil, Irnawati mengatakan, cuma beberapa pihak saja yang memberikan respon terhadap sejumlah 'surat permohonan perihal permasalahan tersebut'.
Yakni, pihak RS yang memberikan respon melalui surat klarifikasi yang berisi rentetan kronologi penanganan medis terhadap medis, termasuk penjelasan gejala fisiologi pada tubuh pasien seperti yang ditanyakan mereka, yang tertuang dalam lima lembar kertas HVS ukuran A4.
Penjelasan dan klarifikasi atas rasa penasaran kedua orangtua itu disampaikan oleh Kepala Rumah Sakit Tingkat III Brawijaya Letkol Ckm dr. Sandhi Fitriardi Sp.S, secara tertulis pada Bulan Desember 2024 kepada pihak Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya Jawa Timur selaku pendamping keluarga pasien.
Tak puas dengan jawaban tersebut, Karnoto dan Deni Irnawati juga berusaha menempuh jalur hukum di Kepolisian dengan mengadukan permasalahan tersebut ke Ditreskrimsus Polda Jatim.
Nah, pada Rabu (16/4/2025), mereka berupaya membuat laporan kepolisian, namun proses pembuatan laporan tersebut masih dalam tahap awal, yakni penyerahan berkas barang bukti.
Penyerahan berkas barang bukti itu, dibuktikan dari adanya surat tanda terima yang isinya pernyataan bahwa surat berasal dari Deni Irnawati, tanpa diberikan nomor surat, lalu tanggal surat tersebut dimasukkan pada tanggal 15-04-2025, dengan perihal dugaan malapraktik di Rumah Sakit Tinggkat III Brawijaya Surabaya.
Surat tersebut terdapat cap stempel basah berwarna biru bertuliskan logo Staff Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jatim dan disertai tanda tangan seorang staf yang menerima berkas dari Deni Irnawati dan Karnoto.
"Saya sempat mau buat laporan ke Polrestabes Surabaya, tapi setelah dilihat, diarahkan untuk membuat laporan ke Polda Jatim (Gedung Ditreskrimsus Polda Jatim). Surat semua sudah saya masukkan ke Polda Jatim, kata petugas, menunggu untuk nanti dipanggil," pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Rumah Sakit Tingkat III Brawijaya Letkol Ckm dr. Sandhi Fitriardi Sp.S, menegaskan, pihaknya sudah memberikan penanganan dan pendampingan medis sesuai standar operasional prosedur medis terhadap Pasien Bayi ALA selama berada di Rumah Sakit (RS) Tingkat III Brawijaya Surabaya
Memang pasangan suami istri (Pasutri) Karnoto dan Deni Irnawati datang membawa anaknya Bayi ALA yang kondisinya tidak sadar; mata melirik ke atas, dan bibir berwarna biru, ke IGD RS Tingkat III Brawijaya Surabaya, sekitar pukul 17.31 WIB, pada Jumat (29/11/2024).
Selanjutnya, pihak dokter dan perawat jaga IGD RS Tingkat III Brawijaya telah memberikan penanganan medis sesuai prosedur kegawatdaruratan dan disertai konsul dokter spesialis anak.
"Dikarenakan Bayi ALA datang dalam kondisi buruk dengan segala upaya dilakukan, namun Bayi ALA tidak tertolong dan dinyatakan meninggal pada pukul 18.01 WIB," ujar dr Sandhi seperti dalam keterangan tertulis yang diterima TribunJatim.com, pada Senin (21/4/2025).
dr Sandhi menambahkan, pihak keluarga telah diberikan penjelasan mengenai kondisi medis Bayi ALA beserta penyebab kematiannya.
Namun, pihak keluarga tidak menerima penjelasan dari pihak RS Tingkat III Brawijaya Surabaya dan melaporkan kejadian tersebut ke Mapolsek Wonokromo.
Lalu, sekira pukul 18.30 WIB, pihak Polsek Wonokromo mendatangi RS Tingkat III Brawijaya Surabaya untuk mendapatkan konfirmasi atas pelaporan pasutri tersebut.
Setelah dilakukan mediasi dan memberikan penjelasan lebih rinci oleh Polsek Wonokromo kepada pihak pasutri Karnoto dan Deni Irnawati, selanjutnya pihak keluarga menerima penjelasan dan membuat surat pernyataan tidak menuntut dikemudian hari, tanpa adanya intimidasi.
"Pihak rumah sakit membantu pemulasaran jenazah tanpa dipungut biaya apapun," katanya.
Kemudian, mengenai adanya darah yang keluar dari hidup pasien Bayi ALA, dr Sandhi menerangkan, kondisi pasien Bayi ALA mengeluarkan darah para bagian hidung dan mulut disebabkan karena bayi kekurangan oksigen lebih dari empat jam.
Karena, kondisi bayi dalam keadaan kejang dengan kondisi; melirik ke atas, sudah berlangsung sejak pukul 12.30 WIB hingga pukul 17.31 WIB.
Dan, pihak RS Tingkat III Brawijaya Surabaya juga sudah memberikan penjelasan mengenai kondisi pasien Bayi ALA yang mengeluarkan darah dari hidung dan mulut, kepada pihak pasutri Karnoto dan Deni Irnawati.
"Sekiranya pukul 22.00 WIB pasien bayi AL mengeluarkan darah dari hidung dan mulut, keluarnya darah tersebut disebabkan karena bayi kekurangan oksigen lebih dari 4 jam, karena bayi sudah melirik keatas (kejang) sejak 12.30 WIB sampai dengan pukul 17.31 WIB," ungkapnya.
dr Sandhi menambahkan, pembahasan atas permasalahan ini, juga sudah dilakukan bersama pihak kedinasan di lingkungan Pemkot Surabaya, melalui forum Rapat Audit Maternal Perinatal Surveilans dan Respon (AMP-SR) yang difasilitasi oleh Dinas Kesehatan Kota Surabaya, pada Jumat (13/12/2024).
Pihaknya juga telah mengirimkan tim dari RS Tingkat III Brawijaya Surabaya mulai Tim UPP RS, DPJP dan Dokter IGD, untuk menghadiri forum rapat bersama Tim AMPSR Dinas Kesehatan Kota Surabaya itu.
Di dalam forum rapat tersebut juga dihadiri oleh Tim dari Dinas Kesehatan, dengan mendatangkan narasumber Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. Risa Etika, Sp. A (K), serta masing perwakilan tim dari beberapa puskesmas Kota Surabaya, seperti Puskesmas Pakis, Puskesmas Banyu Urip, dan Puskesmas Semolowaru
Hasil forum rapat tersebut, dr Sandhi mengungkapkan, Tim AMPSR Dinas Kesehatan Kota Surabaya menerima penjelasan dan setuju atas tindakan dari pihak RS Tingkat III Brawijaya Surabaya yang telah melakukan penanganan dan KIE sesuai dengan Prosedur Pelayanan bahwa meninggalnya pasien Bayi ALA, pada Jumat (29/11/2024) dengan diagnosa Bronko Pneumonia, Apneu, Kejang, dan Gagal Nafas, yang tergolong sebagai kasus resiko kematian sangat tinggi (Dying Case).
"Hasil Rapat yaitu Tim AMPSR Dinas Kesehatan Kota Surabaya menerima penjelasan dan setuju atas tindakan dari pihak Rumah Sakit yang telah melakukan penanganan dan KIE sesuai dengan Prosedur Pelayanan bahwa meninggalnya bayi AL, pada tanggal 29 November 2024 dengan diagnosa Bronko Pneumonia + Apneu + Kejang + Gagal Nafas, tergolong kasus dying case (Resiko kematian sangat tinggi)," jelasnya.
Tak cuma itu, RS Tingkat III Brawijaya Surabaya juga berusaha secara terbuka memberikan penjelasan serta klarifikasi atas kasus tersebut dihadapan anggota legislatif Kota Surabaya, melalui forum rapat koordinasi bersama Komisi D DPRD Kota Surabaya, pada Selasa (18/3/2025).
dr Sandhi menjelaskan, pihaknya memerintahkan Tim UPP, DPJP dan Dokter IGD RS Tingkat III Brawijaya Surabaya untuk menghadiri undangan rapat koordinasi bersama Komisi D DPRD Kota Surabaya yang turut dihadiri oleh Ketua Komisi D DPRD dr. Akmarawita Kadir,. M. Kes dan Tim, Ketua IDAI Dr. dr. Sjamsul Arif, Sp. A (K),
"Dengan hasil rapat bahwa pihak Rumah Sakit Tingkat III Brawijaya Surabaya telah melakukan penanganan sesuai dengan prosedur pelayanan," ungkapnya.
Lalu, mengenai adanya upaya hukum melalui pihak kepolisian yang ditempuh pasutri Karnoto dan Deni Irnawati, dr Sandhi belum dapat menanggapi hal tersebut secara langsung, karena masih menunggu adanya petunjuk pimpinan.
Namun yang jelas, pihak RS Tingkat III Brawijaya Surabaya sudah memberikan penanganan medis terhadap Pasien Bayi ALA sesuai peraturan dan standar prosedur.
Bahkan, penjelasan dan klarifikasi mengenai prosedur medis yang dilakukan pihak RS Tingkat III Brawijaya Surabaya, telah disampaikan kepada pihak kelembagaan terkait yang berwenang membahas permasalahan tersebut. Mulai dari Dinas Kesehatan Kota Surabaya dan Komisi D DPRD Kota Surabaya.
"Pihak rumah sakit belum dapat menanggapi terkait hal tersebut, menunggu arahan dari Pimpinan. Namun pihak rumah sakit sudah melaksanakan klarifikasi terkait permasalahan ini kepada berbagai pihak (DKK dan DPRD Kota Surabaya) dan mendapatkan kesimpulan bahwa tindakan yang dilakukan sesuai dengan prosedur. Selain itu pihak RS, telah melakukan upaya kekeluargaan namun belum ada respon dari pihak keluarga," pungkasnya.
pasutri
meninggal tak wajar
bayi di Surabaya meninggal usai berobat dari rumah
berita Surabaya Hari ini
Hadir di Indobuildtech Surabaya PT AMPBI Tampilkan Produk Terbaru untuk Pelaku Industri Konstruksi |
![]() |
---|
Pastikan Aman, Bersih dan Sesuai Syariat, SIER Ajukan Sertifikasi Halal Air Daur Ulang ke BPJPH |
![]() |
---|
Wakil Ketua DPRD Surabaya Arif Fathoni: Program Kesbangpol Harus Adaptif dengan Perkembangan Era |
![]() |
---|
Wakil Ketua DPRD Surabaya Arif Fathoni Ingatkan Pentingnya Literasi Digital |
![]() |
---|
Teriakan Sumpah Serapah dari Warga saat Rekonstruksi Kasus Mutilasi di Kosan Surabaya, Ada 37 Adegan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.