Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Minta Bantuan Gubernur, Petani Menjerit Minta Pertahankan Tanah Leluhur, Singgung Kerusakan Alam

Menurut sang petani, dampak eksploitasi alam di Desa Iwul berdampak langsung kepada kerusakan lingkungan.

Penulis: Alga | Editor: Mujib Anwar
Instagram/infoparung
JERITAN SEORANG PETANI - Curhat pilu seorang petani di Desa Iwul, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, viral di media sosial, Kamis (24/4/2025). Dia menentang eksploitasi alam yang terjadi di wilayahnya. 

TRIBUNJATIM.COM - Jeritan petani Desa Iwul, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, menjadi sorotan di media sosial.

Seorang petani tersebut curhat mewakili mayoritas warga Desa Iwul yang bekerja sebagai petani.

Ia meminta bantuan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, untuk mempertahankan tanah leluhur.

Baca juga: Ketekunan Ngatminatun & Sukahar 15 Tahun Nabung Rp40 Ribu dari Jualan Es Dung, Kini Berangkat Haji

Dia menentang eksploitasi alam yang terjadi di wilayahnya.

Aksinya dibagikan salah satunya melalui akun Instagram @infoparung, dikutip Sabtu (26/4/2025).

"Kami masyarakat Desa Iwul sedang melawan kebrutalan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab atas tergerusnya tanah pertanian, lumbung padi, pertanahan, agraria," ujarnya.

Petani itu pun meminta Bupati Bogor, Rudy Susmanto, dan Dedi Mulyadi untuk turun tangan.

Menurutnya, dampak eksploitasi alam di Desa Iwul berdampak langsung kepada kerusakan lingkungan.

"Kita sedang menghadapi hal-hal demikian, saya mohon kepada bapak Bupati Bogor dan Bapak Gubernur Jawa Barat, bapak aing," lanjutnya.

"Saya mohon untuk meninjau ke lokasi agar bapak menindaklanjut membantu masyarakat Desa Iwul," bebernya.

"Karena sudah terjadi dampak yang telah meresahkan masyarakat Desa Iwul," tambahnya, dikutip dari TribunnewsBogor.com.

Salah seorang warga, Inan (72), mengaku mengetahui betul sejarah dari tanah seluas 143 hektar yang kini akan dijadikan kompleks perumahan.

Inan menjelaskan bahwa lahan tersebut dulunya merupakan perkebunan karet dan cengkeh yang dikuasai perusahaan Belanda pada tahun 1932 silam.

Dan sejak saat itu berganti kepemilikan hingga dikuasai oleh pihak PTPN 11.

Curhat pilu seorang petani di Desa Iwul, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, viral di media sosial
Curhat pilu seorang petani di Desa Iwul, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, viral di media sosial (Instagram/infoparung)

Namun sayangnya, tidak ada dokumen yang dapat menguatkan alasan bagi warga untuk terus bercocok tanam di atas lahan tersebut.

Warga hanya mengandalkan narasi bahwa lahan tersebut merupakan milik leluhur mereka, dengan bukti adanya makam tua di lokasi yang dimaksud.

Narasi tersebut, meskipun kuat dalam cerita lisan, tidak sekuat bukti tertulis seperti kwitansi pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan atau Kikitir yang dipungut oleh Pemerintah Desa pada masa lalu, ketika kantor pertanahan belum secanggih sekarang.

"Ada lebih dari 300 warga penggarap yang mendambakan kebijakan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat agar mereka bisa kembali bercocok tanam di atas lahan yang kini telah dibagi untuk dijadikan perumahan," ujar salah seorang koordinator warga, Jarkasih.

Baca juga: Solusi PLN Atas Tagihan Listrik Rp12,7 Juta ke Penjual Gorengan, Masruroh Kini Dibantu Pedagang Lain

Sementara itu, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat turun tangan atas permalasahan ini dengan melakukan giat advokasi terkait aduan perusakan daerah resapan di Desa Iwul, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor.

Salah satu keluhan yang disampaikan masyarakat adalah dugaan penguasaan tanah tanpa melibatkan partisipasi warga.

Terutama petani penggarap di Kampung Lengkong Barang, Desa Iwul, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Direktur Eksekutif Walhi Jabar, Wahyudi mengungkapkan bahwa PT Kuripan Raya memiliki izin untuk mengelola tanah tersebut.

Meski begitu, ada aspek sosial dan lingkungan yang menjadi hak dasar bagi masyarakat dan harus dipenuhi oleh pihak perusahaan pengembang.

"Pengurugan daerah aliran sungai di Kali Sentiong dan pembukaan lahan tanpa penghijauan menjadi perhatian Walhi Jabar untuk dimediasi," ungkap Wahyudi.

Baca juga: Penjelasan Kepsek Akhirnya Batalkan Study Tour ke Bali, Biaya Cuma Rp3,6 Juta, Kini Kembalikan Iuran

Kasus lain, ratusan warga justru dibuat resah dengan rencana kebijakan Dedi Mulyadi.

Pasalnya Dedi berencana aktifkan kembali jalur Kereta Api (KA) Bandung-Ciwidey yang telah lama tidak beroperasi.

Hal ini membuat warga yang telanjur tinggal di sepanjang bantaran rel jalur KA tersebut cemas.

Apalagi sudah ada yang memiliki bangunan permanen.

Melansir Kompas.com, satu kawasan yang terdampak adalah Kampung Ciluncat, Desa Ciluncat, Kecamatan Cangkuang, Kabupaten Bandung.

Ketua RT 07/RW 01, Dadan Rustandi (42), membenarkan bahwa para warga di kampungnya sudah resah.

"Kalau warga sebenarnya sudah mulai resah semuanya. Soalnya kata informasi yang beredar, lima tahun ke depan mau dijalankan lagi (jalur KA Bandung-Ciwidey)."

"Jadi warga sudah resah, semua resah," ungkap Dadan saat ditemui pada Jumat (18/4/2025).

Selama hampir 18 tahun tinggal di kampung tersebut, banyak warga telah mendirikan bangunan permanen maupun semi permanen.

Bahkan ada rumah yang dibangun di atas jalur kereta api, dan beberapa di antaranya masih memiliki rel kereta api di dalamnya.

KEBIJAKAN DEDI MULYADI - Banyak warga di Desa Ciluncat, Kecamatan Cangkuang dan Desa Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat membangun rumah di atas rel kereta api Bandung-Ciwidey, Sabtu (19/4/2025). Kini mereka resah karena Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi berencana menghidupkan kembali jalur kereta api yang sudah lama tidak beroperasi tersebut.
Banyak warga di Desa Ciluncat, Kecamatan Cangkuang dan Desa Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, membangun rumah di atas rel kereta api Bandung-Ciwidey, Sabtu (19/4/2025). Kini mereka resah karena Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, berencana menghidupkan kembali jalur kereta api yang sudah lama tidak beroperasi tersebut. (KOMPAS.COM/M Elgana Mubarokah)

Dadan menjelaskan bahwa hampir seluruh warga di RT 07/RW 01 membangun rumah di atas jalur rel kereta api yang telah lama tidak beroperasi.

Jalur rel kereta api tersebut juga dimanfaatkan warga sebagai jembatan transportasi.

Mereka menutupi rel dengan beton dan semen, sehingga jalur tersebut berfungsi sebagai fondasi yang kokoh.

Namun banyak jalur rel yang terputus karena sudah ada bangunan di atasnya, dan ada pula yang dijadikan jalan setapak untuk aktivitas sehari-hari warga.

Jika rencana aktivasi KA Bandung-Ciwidey dilanjutkan, sekitar ratusan warga di Kampung Ciluncat, khususnya yang terancam kehilangan tempat tinggal, akan terdampak.

"Di sini Kepala Keluarganya (KK) ada sekitar 60. Kalau ditambah dengan warga yang ngontrak, ada sekitar 70-an KK. Jika dihitung jiwa, mungkin lebih dari 200 orang," tambah Dadan.

Selain bangunan rumah, satu fasilitas umum, yaitu masjid, juga terancam tergusur.

Meskipun demikian, Dadan dan warga lainnya tidak sepenuhnya menolak rencana tersebut.

Mereka memahami bahwa jalur kereta api dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian Jawa Barat, namun mereka juga menuntut keadilan dan kemanusiaan.

"Kami sebagai warga, sebenarnya tidak apa-apa mau dijalankan kembali (KA Bandung-Ciwidey), asalkan pemerintah tidak menelantarkan masyarakat. Yang penting kami ada hunian lagi, tidak masalah mau kecil juga," tegas Dadan.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved