Protes Kebijakan, Guru Besar FK UB Malang Desak Menkes Kembalikan Independensi Pendidikan Kedokteran
Protes terhadap sejumlah kebijakan baru Kementerian Kesehatan, guru besar FK UB Malang desak Menkes kembalikan independensi pendidikan kedokteran.
Penulis: Benni Indo | Editor: Dwi Prastika
Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Benni Indo
TRIBUNJATIM.COM, MALANG - Para guru besar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (FK UB) Malang menyampaikan protes terhadap sejumlah kebijakan baru Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang dinilai berpotensi melemahkan independensi pendidikan dan profesi kedokteran di Indonesia.
Kebijakan terbaru Menkes terkait kolegium diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024. Kebijakan ini menuai banyak kritik terkait independensi kolegium.
Kemenkes juga membuka penyederhanaan kompetensi medis yang memungkinkan dokter umum bisa menangani persalinan, bahkan operasi bedah.
Aksi protes ini berlangsung di Graha Medika FK UB Malang pada Selasa (20/5/2025).
Dalam forum tersebut, mereka mengungkapkan keprihatinan mendalam terhadap dinamika yang timbul akibat sejumlah kebijakan baru yang dianggap tidak sejalan dengan prinsip dasar pendidikan kedokteran.
Guru besar FK UB, Prof Wisnu Berlianto, menyatakan, kebijakan-kebijakan tersebut dikhawatirkan menurunkan mutu pendidikan, profesionalisme, serta independensi institusi kedokteran dari intervensi eksternal, khususnya yang bersifat politis.
Salah satu sorotan utama mereka adalah soal perubahan mekanisme dalam penunjukan pengurus kolegium kedokteran, lembaga independen yang bertanggung jawab menjamin mutu pendidikan kedokteran.
“Dulu, pengurus kolegium dipilih secara transparan oleh para ahli melalui perhimpunan dokter spesialis dan institusi terkait. Kini, penunjukan langsung oleh Menteri Kesehatan menimbulkan kekhawatiran akan intervensi dan politisasi,” tegas Wisnu.
Baca juga: Dokter Tirta Malu soal Kasus Dokter PPDS Cabuli Keluarga Pasien, Kemenkes Langsung Temui Dirut RS
Ia menambahkan, kolegium merupakan salah satu dari tiga pilar utama dalam dunia kedokteran, yang seharusnya diisi oleh para ahli terbaik secara independen.
Jika proses seleksinya dikendalikan sepihak oleh pemerintah, maka risiko politisasi akan sulit dihindari.
“Kondisi ini, bila dibiarkan, dapat melemahkan independensi profesi dokter dan berdampak langsung pada kualitas layanan kesehatan masyarakat,” lanjutnya.
Senada dengan Wisnu, Prof M Saifur Rohman mengingatkan agar pemerintah tidak bersikap gegabah dalam membuat regulasi hanya karena beberapa kasus mencuat di publik.
“Hanya karena satu dua kasus, bukan berarti keseluruhan sistem harus diubah total. Jangan sampai seperti pepatah ‘nila setitik merusak susu sebelanga,’” ujarnya.
Ia menilai kebijakan baru ini terkesan menyamaratakan dan berisiko membuka celah politisasi lebih luas.
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Graha Medika FK UB
Malang
Prof Wisnu Berlianto
Kementerian Kesehatan
TribunJatim.com
berita Kota Malang terkini
Tribun Jatim
berita Jatim terkini
Apes Iryna Pindah Negara Demi Hindari Perang, Malah Meninggal di Tangan Residivis |
![]() |
---|
Baru Sadar, Pedagang Layani Transaksi Rp 350.000 Padahal Penipu Cuma Transfer Rp 350 |
![]() |
---|
Pembangunan Flyover Taman Pelangi Bakal Mulai, Pemkot Surabaya Ratakan Puluhan Rumah, Eri: Bulan ini |
![]() |
---|
Melihat Rumah Mewah Bos Minyak Riza Chalid yang Kini Jadi Tersangka Korupsi Pertamina |
![]() |
---|
Dinas Kesehatan Kediri Dorong Pengembangan Tanaman Obat Keluarga dan Akupresur di Tingkat Desa |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.