Berita Viral
Yusuf Ketakutan Hampir 7 Jam Dianiaya Polisi Dipaksa Ngaku Pemilik Tembakau Gorila, Keluarga Diperas
Yusuf dipaksa hingga disiksa untuk mengaku sebagai pemilik tembakau gorila. Penyiksaan itu berlangsung karena Yusuf terus menolak untuk mengakui itu.
TRIBUNJATIM.COM - Nasib Yusuf Saputra (20) mengalami hari yang buruk setelah ditodong oleh polisi untuk mengakui perbuatan yang tak ia lakukan.
Saat itu, Yusuf dipaksa hingga disiksa untuk mengaku sebagai pemilik tembakau gorila.
Penyiksaan itu berlangsung karena Yusuf terus menolak untuk mengakui hal yang diminta polisi.
Diketahui, Yusuf merupakan pemuda asal Dusun Parang Boddong, Desa Boddia, Kecamatan Galesong, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.
Kini Yusuf mengalami trauma.
Baca juga: Diduga Gadaikan Motor Dinas, Oknum Polisi di Sampang Jalani Pemeriksaan Disiplin

Yusuf menuturkan, insiden tersebut terjadi pada Selasa, 27 Mei 2025, sekitar pukul 22.00 WITA di area Lapangan Galesong.
Kala itu, dia sedang nongkrong menikmati pasar malam, namun secara tiba-tiba ditodong polisi yang bertugas di Satuan Sabhara Polrestabes Makassar.
“Sekitar enam orang datang, lalu menodongkan senjata ke kepala saya lalu langsung pukuli saya. Salah satunya saya kenali, namanya Bripda Andika,” beber Yusuf saat diwawancarai, Jumat (30/5/25)
Yusuf diangkut paksa dan dibawa ke tempat sepi menggunakan mobil.
Di lokasi tersebut, ia diikat, dipukuli bahkan ditelanjangi oleh para pelaku.
"Disuruh buka semua pakaian ku, mulai dari baju, celana, hingga celana dalam saya. Saya ditelanjangi sama itu polisi," ungkapnya.
Menurut Yusuf, dirinya juga dipaksa mengakui narkoba jenis tembakau Gorila milik oknum polisi Bripda Andika sebagai miliknya.
Akan tetapi, Yusuf bersikeras tidak mengakui barang haram itu apalagi memegangnya meskipun berulang kali disiksa.
Penganiayaan Yusuf berlanjut hingga hampir tujuh jam lamanya.
Menurut pengakuannya, ia baru dilepaskan setelah pihak keluarganya diperas oleh oknum tersebut.
“Awalnya mereka minta uang Rp15 juta, tapi keluarga saya tidak punya uang sebanyak itu. Lalu mereka turunkan jadi Rp5 juta, tetapi tetap ditolak karena tidak sanggup," terang Yusuf.
Yusuf kemudian dilepas setelah oknum polisi dan rekan-rekannya meminta berapa saja yang bisa di siapkan keluarga Yusuf.
"Akhirnya mereka minta berapa saja yang ada. Karena keluarga takut saya terus disekap dan dipukul, keluarga saya terpaksa beri uang Rp1 juta,” ungkap Yusuf.
Yusuf mengatakan uang tersebut diberikan langsung ke pelaku bernama Andika melalui Ismail teman dari tantenya Yusuf yang juga seorang polisi.
"Itu Bripda Andika tidak mau ketemu secara langsung sama tanteku sehingga tanteku minta tolong sama Ismail temannya tanteku yang juga seorang anggota brimob pa'baeng baeng untuk memberikan uang satu juta rupiah lansung ke tangan Andika," pungkasnya.
“Kalau tidak dikasih, saya terus disekap dan disiksa,” sambung Yusuf.
Yusuf membeberkan, setelah polisi itu terima uang, dirinya kemudian dilepaskan.
"Jam 10 saya di ambil lalu di sekap, hampir jam 5 subuh saya di bebaskan setelah mereka terima uang," bebernya.
"Keluarga saya kemudian membawa saya pergi ke rumah sakit untuk visum," tambahnya.
Saat ini Polres Takalar tengah melakukan penyelidikan dugaan penganiayaan ini.
Propam Polda Sulsel juga tengah memeriksa Bripda A bersama 5 anggota polisi lainnya.
"Semua yang terlibat akan kita proses. Dan mereka kita patsus," kata Kabid Propam Polda Sulsel, Kombes Pol Zulham Effendy.
Sementara itu, ulah oknum polisi juga pernah terjadi di Moaro Jambi, Jambi.
Tewasnya tahanan di Jambi karena dianiaya polisi
Heboh pemuda bernama Ragil Alfarizi (21), tahanan Polsek Kumpe Ilir, Muaro Jambi tewas dianiaya oknum polisi
Bengisnya, polisi sempat membuat skenario bahwa kematian korban adalah bunuh diri
Tubuh Ragil digantung seolah-olah dia mengakhiri hidupnya sendiri
Namun belakangan terungkap bahwa Ragil tewas karena dihajar
Di sisi lain, saat digelar sidang di Pengadilan Negeri (PN) Sengeti pada Jumat (23/5/2025), terungkap fakta baru
Sejumlah kamera pengawas (CCTV) di dalam kantor polisi tersebut diketahui dalam kondisi rusak saat Ragil dianiaya kemudian ditemukan tewas dalam sel.
Sidang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Sengeti pada Jumat (23/5/2025) dengan menghadirkan dua terdakwa, yaitu Faskal Widanu Putra dan Yuyun Sanjaya, anggota polisi yang kini menjadi tersangka kasus ini.
Saksi Rendra, penyidik Reskrim yang baru tiga bulan bertugas di Polsek Kumpe Ilir, mengungkap bahwa CCTV yang mengarah ke sel tempat Ragil ditahan termasuk dalam daftar yang rusak.
“Saya sejak bertugas di sana, CCTV-nya sudah rusak dan tidak pernah diperbaiki,” ujar Rendra di hadapan majelis hakim.
Menurutnya, hanya beberapa CCTV yang masih aktif.
Empat di antaranya, termasuk yang berada di area sel tahanan, tidak berfungsi.
Penahanan Ragil Langgar SOP
Rendra juga membeberkan bahwa Polsek Kumpe Ilir tidak lagi diperbolehkan melakukan penahanan, penyidikan, atau penangkapan.
Fungsinya hanya untuk menampung pelaku yang diamankan warga, sebelum diteruskan ke polres atau lembaga lain yang berwenang. “
Kalaupun ada pemeriksaan, itu dilakukan di ruang Reskrim. Pelaku tidak dimasukkan ke sel,” jelasnya.
Ketika hakim bertanya apakah penahanan Ragil melanggar prosedur, Rendra menjawab tegas: “Kalau ditahan dalam sel, itu sudah melanggar SOP, Yang Mulia.”
Kunci Sel Hanya Dipegang Kanit
Saksi lain, Mardotila—petugas harian lepas bagian administrasi, menyampaikan bahwa selama bertugas, sel tahanan di Polsek Kumpe Ilir tidak pernah digunakan. Kuncinya hanya dipegang oleh Kanit Reskrim.
“Yang bisa buka itu cuma Kanit, karena cuma dia yang pegang kunci gemboknya,” kata Mardotila. Sama seperti Rendra, ia juga menyatakan belum pernah melihat ada penahanan di dalam sel, dan mengaku sedang tidak berada di lokasi saat kejadian.
Kantor polisi dirusak massa
Seperti diketahui, Kantor Kepolisian Sektor (Polsek) Kumpeh Ilir, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, dirusak massa pada Rabu (4/9/2024).
Penyerangan itu merupakan buntut dari tewasnya tahanan bernama Ragil Alfaridi (22) di rutan Polsek Kumpeh Ilir.
Ragil ditangkap atas tuduhan mencuri laptop di sekolah di Muaro Jambi pada 4 September 2024.
Saat itu, polisi menyebut Ragil meninggal karena gantung diri. Namun pihak keluarga menyangsikan pernyataan tersebut.
"Ada kejanggalan yang tak saya terima, di sini (leher) seperti ada bekas lilitan tali," ujar ayah RA, A Kasir, Kamis (5/9/2024).
Selain itu kakak Ragil, Winda mengatakan ada luka lebam di tubuh adiknya hingga keluarga beranggapan Ragil mendapat penyiksaan.
Menurut Winda, adiknya ditangkap saat sedang main dengan teman-temannya pada Rabu (4/9/2024) sekitar pukul 21.00 WIB.
Sekitar 30 menit, keluarga yang mencari keberadaan Ragil mendapatkan informasi jika Ragil di puskesmas dan dinyatakan meninggal dunia.
"Ketika ayah kami datang ke puskesmas, petugas jaga bilang kalau RA sudah meninggal," ucapnya, Sabtu (7/9/2024).
Menurut dia, keluarga curiga karena jarak antara penangkapan dan kematian Ragil sangat dekat.
Mereka kemudian mendatangi Polsek Kumpeh Ilir untuk meminta penjelasan, namun tak ada satu pun anggota polisi yang berjaga.
"Semua anggota polisi tidak ada di tempat saat itu," ungkap A Kasir.
Beberapa jam kemudian, warga mendatangi Polsek Kumpeh Ilir dan merusaknya karena marah lantaran tak mendapat kejelasan.
"Karena tidak ada kejelasan, kami bawa jenazah RA ke rumah sakit untuk dilakukan visum dan otopsi," tutur Winda.
Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Jambi kemudian mengamankan Bripka YS dan Brigpol FW yang bertugas menangkap Ragil.
Keduanya tiba-tiba menghilang setelah mapolsek didatangi oleh massa.
Belakangan terungkap, Ragil bukan tewas karena gantung diri, tapi karena dianiaya oleh Bripka YS dan Brigpol FW.
Penganiayaan dilakukan dalam sel tahanan.
Setelah Ragil tewas, dua anggota polisi itu membuat skenario seolah-olah korban meninggal karena gantung diri
Minta Pelaku Dihukum Berat
Keluarga Ragil, tahanan yang tewas akibat penganiayaan, melalui kuasa hukum Elas, menuntut agar dua polisi tersangka penganiayaan dihukum seberat-beratnya.
Elas menegaskan bahwa penangkapan Ragil oleh kedua polisi tersebut tidak didasarkan pada bukti yang kuat, melainkan hanya berlandaskan informasi tanpa adanya pengaduan atau laporan dari masyarakat.
"Kita melihat fakta-fakta dan hasil autopsi benar bahwa adanya tindak pidana kekerasan. Harapan kita segera diproses, kemudian tersangka dipecat," kata Elas, Kamis (26/9/2024).
Elas juga menyatakan kepercayaan pihak keluarga kepada Polda Jambi untuk berlaku adil dan transparan dalam proses hukum.
"Harapannya pasal yang diterapkan dapat memberatkan pelaku. Apakah itu penganiayaan berat yang mengakibatkan kematian atau pembunuhan," jelasnya.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Jambi Kombes Pol Mulia Prianto mengungkapkan bahwa Polda Jambi akan memproses secara etik kedua anggota Polsek Kumpeh Ilir tersebut atas dugaan tindakan kekerasan yang menyebabkan korban tewas di sel tahanan.
"Yang pertama kita akan proses secara kode etik, sekarang sudah ditahan oleh Bid Propam Polda Jambi," katanya.
Artikel ini telah tayang di TribunLampung.co.id
Nefri Dipenjara 1,5 Tahun Cuma Karena Ambil Sandal, Mantan Majikan Tak Terima Rugi Rp 15 Juta |
![]() |
---|
Sosok Tita Delina yang Digugat Rp120 Juta Gegara Jual Nastar ke Klinik Gigi: Pasien Suka Roti Saya |
![]() |
---|
Tangis Sriana Ibu 5 Anak Ditinggal Mati Suami Ojek Kena Begal, Bingung Ditagih RS Rp 38 Juta |
![]() |
---|
Padahal Terbukti Tapi Kepsek yang Jual Seragam Rp 1,1 Juta ke Wali Murid Belum Disanksi |
![]() |
---|
Ulah Penjaga Nekat Gembok Sekolah Hingga Bikin 140 Siswa Belajar di Teras, Sakit Hati Gagal PPPK |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.