Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Pedagang Pakaian di Pasar Keluhkan Sepi Pembeli, Sehari Dapat Rp20 Ribu: Apa-apa Sekarang Online

Sudah tiga hari terakhir, tak sehelai benang pun terjual dari lapaknya, ia hanya menatap nanar di depan kios.

Penulis: Alga | Editor: Mujib Anwar
TribunBanyumas.com/Permata Putra Sejati
TERGEMPUR BELANJA ONLINE - Priyo (52) duduk lesu di depan lapak dagangannya, Sabtu (7/6/2025). Pedagang pakaian di Pasar Wage Purwokerto mengeluhkan sepinya pembeli karena kalah saing dengan perdagangan online. 

TRIBUNJATIM.COM - Dua nasib pedagang yang sama-sama berusia 52 tahun di Purwokerto berbeda bagaikan bumi dan langit.

Dua nasib berbeda tersebut dialami Priyo dan Rina Oktarina yang merupakan pedagang pakaian.

Namun, yang membedakan adalah cara mereka dalam berjualan.

Baca juga: Penumpang Bus Rosalia Indah Keluhkan Kecoa & Sebut Izin Bus Kadaluwarsa, Pihak PO Minta Maaf

Kisah pertama datang dari sudut Lantai 1 Blok A Pasar Wage pada Sabtu (7/6/2025).

Di sana, Priyo menatap nanar tumpukan pakaian dagangannya.

Sudah tiga hari terakhir, tak sehelai benang pun terjual dari lapaknya.

Priyo yang duduk lesu menanti pembeli yang tak kunjung datang di tengah hiruk pikuk Pasar Wage yang kian sepi.

Pria yang telah berdagang sejak tahun 1993 ini mengaku baru kali ini merasakan pukulan telak dari sepinya pasar.

"Kadang tiga hari enggak laku sama sekali. Paling sehari cuma dapat Rp20 ribu," keluh Priyo kepada Tribun Banyumas.

Baginya, tren belanja online adalah momok yang menggerus habis pelanggannya.

"Apa-apa sekarang online, apa-apa murah. Kita di pasar jadi makin sepi," tambahnya pasrah.

Untuk bertahan hidup, kini ia mengandalkan istrinya yang berjualan nasi goreng dari rumah.

Namun, di sudut lain Kota Purwokerto, kisah yang sama sekali berbeda datang dari Rina Oktarina.

Jika Priyo merana karena gempuran digital, Rina justru menjadikan platform digital sebagai ladang rezeki.

Di Pasar Wage Purwokerto, seorang pedagang Priyo (52) duduk lesu di depan lapak dagangannya, Sabtu (7/6/2025). Para pedagang pakaian di Pasar Wage Purwokerto kian terdesak oleh tren belanja online.
Di Pasar Wage Purwokerto, seorang pedagang Priyo (52) duduk lesu di depan lapak dagangannya, Sabtu (7/6/2025). Para pedagang pakaian di Pasar Wage Purwokerto kian terdesak oleh tren belanja online. (TRIBUN BANYUMAS/PERMATA PUTRA SEJATI)

Di sisi lain, Rina justru mampu meraih sukses dari rumahnya.

Bahkan, ia sampai hingga bisa mengkredit motor baru berkat kelihaiannya berjualan secara live di TikTok.

Mantan penjual seserahan pengantin ini memutuskan banting setir setelah merasa usahanya stagnan.

Dengan modal kemauan, ia belajar otodidak cara berjualan di TikTok.

Hasilnya pun sangat menjanjikan.

"Minimal sehari live, pasti ada yang checkout. Apalagi kalau di atas tanggal 25 pasti ramai. Bisa sehari pernah Rp200 ribu dapatnya," ungkap Rina penuh semangat.

Pendapatannya yang kini stabil membuatnya berani mengambil kredit sebuah motor baru.

Sebuah pencapaian yang sulit dibayangkan oleh pedagang konvensional seusianya.

Baca juga: Tukang Bakso Viral Joget Tak Senonoh Jadi Wanita Demi Raup Saweran, Nangis saat Diperiksa Polisi

Lalu, apa rahasianya?

Rina membeberkan bahwa kuncinya adalah kemauan untuk beradaptasi.

Baginya, mengandalkan pembeli datang ke toko fisik sudah tidak relevan.

"Kalau hanya mengandalkan orang datang ke kita atau ke toko, saya kira susah," tegasnya.

Ia melihat peluang pasar yang tak terbatas di dunia maya, menjangkau seluruh Indonesia hanya dari genggaman ponsel.

Ia juga cerdik memahami psikologi pembeli online.

"Ibu rumah tangga sangat peduli dengan promo, beda Rp1000 sampai Rp2000 itu mempengaruhi dibanding harga normal," jelasnya.

Bagi Rina, berjualan live di TikTok itu mudah, "asal mau usaha dan belajar."

Kisah kontras antara Priyo dan Rina menjadi potret nyata di era digital.

Mayoritas pedagang pakaian di Pasar Wage Purwokerto juga merupakan pedagang yang sudah berumur.

Mereka mengaku gagap teknologi dan kesulitan jika harus berjualan di pasar online.

Oleh karena itu, adaptasi bukanlah lagi sebuah pilihan, melainkan kunci untuk bertahan dan bahkan berkembang, tak peduli berapa pun usianya.

Pedagang pakaian Pasar Wage Purwokerto, Kabupaten Banyumas, menunggu pembeli, Rabu (4/6/2025). Pedagang pakaian di Pasar Wage Purwokerto mengeluhkan sepinya pembeli karena kalah saing dengan perdagangan online.
Pedagang pakaian Pasar Wage Purwokerto, Kabupaten Banyumas, menunggu pembeli, Rabu (4/6/2025). Pedagang pakaian di Pasar Wage Purwokerto mengeluhkan sepinya pembeli karena kalah saing dengan perdagangan online. (TribunBanyumas.com/Permata Putra Sejati)

Sepinya penjualan pedagang pakaian tak hanya dirasakan pedagang di Pasar Wage Purwokerto.

Keluhan senada juga disampaikan pedagang pakaian di Pasar Manis Purwokerto.

Kondisi pasar yang sepi bahkan membuat pedagang pindah ke lorong pasar yang justru membuat masalah baru bagi pedagang di dalam pasar.

Diberitakan, penataan Pasar Manis Purwokerto menjadi pasar berkonsep modern, nyatanya tak menjamin pedagang pakaian lebih sejahtera.

Ditempatkan di lantai dua pasar, mereka justru merasakan penjualan kian sepi.

Selain lokasi yang dinilai kurang strategis, para pedagang harus bersaing dengan pasar online yang kini lebih ramai pembeli.

Digitalisasi memang menjadi tantangan besar bagi pedagang pasar tradisional, terutama pedagang sepuh.

Satu di antaranya, pedagang pakaian Pasar Manis Purwokerto, Pangkun (61), yang sudah berjualan sejak tahun 1998. 

Ia menyaksikan langsung perubahan wajah Pasar Manis Purwokerto dari pasar tradisional hingga menjadi gedung berlantai dua seperti sekarang. 

Namun, wajah modern tidak serta merta membawa keuntungan.

"Bahkan ya, Mas, di hari yang biasanya ramai (pembeli) seperti Jumat, Sabtu, dan Minggu, sekarang malah sepi." 

"Pengaruhnya ya karena orang sekarang beli baju bisa lewat online, jadi jarang yang datang ke pasar," kata Pangkun, Senin (9/6/2025).

Baca juga: Sudah Jauh-jauh Kayuh Sepeda, Bocah 15 Tahun Malah Tak Ketemu Gubernur Idolanya, Dijemput Bupati

Dulu, Pangkun bisa meraih omzet harian hingga Rp700 ribu. 

Kini, pendapatan hariannya hanya berkisar Rp150 ribu hingga Rp200 ribu. 

Padahal, ia masih harus membiayai pendidikan anaknya yang tengah menempuh bangku kuliah.

"Sekarang, paling cuma buka sampai jam 12 siang karena kalau sudah siang makin sepi, Mas."

"Kadang mikir juga, kuat sampai kapan," imbuhnya.

Pangkun mengaku tidak mampu mengikuti perkembangan zaman yang serba digital ketika ditanya soal kemungkinan jualan lewat platform online.

"Saya tidak bisa, enggak ngerti sama sekali soal jualan online," katanya.

Menurut Pangkun, para pedagang pakaian di Pasar Manis Purwokerto mendapat pasokan dagangan dari suplier asal Bandung dan Jakarta.

"Kalau bisa, di Pasar Manis itu ada pengeras suara atau pengumuman gitu, kalau di atas (lantai 2), ada yang jualan baju."

"Jadi, pembeli diarahkan juga," harap Pangkun.

Di Pasar Tradisional Pasar Wage Purwokerto, seorang pedagang Priyo (52) duduk lesu di depan lapak dagangannya, Sabtu (7/6/2025). Para pedagang pakaian di Pasar Wage Purwokerto kian terdesak oleh tren belanja online.
Di Pasar Wage Purwokerto, seorang pedagang Priyo (52) duduk lesu di depan lapak dagangannya, Sabtu (7/6/2025). Para pedagang pakaian di Pasar Wage Purwokerto kian terdesak oleh tren belanja online. (TRIBUN BANYUMAS/PERMATA PUTRA SEJATI)

Nasib serupa juga dialami Sunarto (74), pedagang pakaian lain yang menempati kios di lantai satu Pasar Manis Purwokerto.

Ia mulai berjualan sejak tahun 1990-an, bahkan sebelum Pasar Manis direnovasi seperti sekarang.

"Dulu ramai, sekarang, Lebaran pun sepi (pembeli). Kadang-kadang cuma laku satu baju," keluhnya.

Sunarto yang sudah lanjut usia juga tidak mampu mengikuti arus digitalisasi.

Ia bahkan mengaku masih bingung menggunakan telepon genggam.

"Pegang HP saja bingung, apalagi kalau harus jualan online. Enggak bisa saya," katanya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved