Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Bongkar Buruknya ASN, Dedi Mulyadi Kukuh Tak Bolehkan Pemerintah Daerah Rapat di Hotel dan Restoran

Dedi menyarankan, para Wali Kota dan Bupati untuk menggelar kegiatan resmi di kantornya masing-masing. 

Editor: Torik Aqua
tribunnews/Ilham Rian Pratama
TABIAT - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi tiba-tiba menyambangi Gedung KPK, Jakarta, Senin (19/5/2025). Dedi Mulyadi bongkar tabiat buruk ASN. 

TRIBUNJATIM.COM - Busuknya kalangan aparatur sipil negara (ASN) yang suka menggelapkan alias menilap uang surat pertanggung jawaban (SPJ) acara.

Hal itu dibongkar oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi

Sebelumnya, pemerintah pusat memperbolehkan pemerintah daerah untuk menggelar kegiatan atau rapat resmi di hotel atau restoran.

Namun, Dedi Mulyadi menyarankan daerahnya agar tidak ikut menggelar rapat di dua lokasi tersebut.

Baca juga: Niat Terabas Macet, Dedi Mulyadi Malah Kena Tilang Rp250 Ribu, Tak Pakai Helm saat Naik Motor Dishub

TABIAT - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi tiba-tiba menyambangi Gedung KPK, Jakarta, Senin (19/5/2025). Dedi Mulyadi bongkar tabiat buruk ASN.
TABIAT - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi tiba-tiba menyambangi Gedung KPK, Jakarta, Senin (19/5/2025). Dedi Mulyadi bongkar tabiat buruk ASN. (tribunnews/Ilham Rian Pratama)

Kepada pemerintah daerah tingkat dua di bawah otoritanya, Dedi menyarankan kota dan kabupaten agar tidak menggelar rapat di hotel maupun restoran. 

Dedi menyarankan, para Wali Kota dan Bupati untuk menggelar kegiatan resmi di kantornya masing-masing. 

Dedi lalu meminta agar alokasi dana untuk kegiatan rapat di hotel atau restoran, supaya dialihkan untuk pembangunan infrastruktur mulai dari sarana pendidikan, kesehatan, sosial dan sebagainya yang dirasakan masyarakat banyak. 

Lewat akun media sosial Instagram miliknya @dedimulyadi71, dia membongkar kebusukan ASN yang bersikap tidak jujur dalam membuat laporan SPJ. 

"Saya ini pengalaman lah, tahu kalau rapat-rapat di hotel itu yah kan, apa sih yang terjadi oleh kita? Penyelenggara rapatnya itu, sering kali SPJ nya atau pertanggung jawabannya tidak sesuai dengan realisasi yang digunakan. Kamar lima ya kan, yang dipakai tiga. Saya tahu lah, makan 10 lalu yang dipakai tujuh," kata Dedi. 

Atas dasar itulah, Dedi mengajak para Bupati dan Wali Kota yang berada di otoritanya untuk mengefisienkan anggaran yang ada.  

Efisiensi anggaran dilakukan untuk kemajuan daerahnya masing-masing dan kepentingan Jawa Barat.  

"Saya mengajak para Bupati dan Wali Kota di seluruh Jawa Barat yang (daerahnya) belum kaya-kaya amat, yang ngeluh-ngeluh ke saya karena fiskal daerahnya rendah. Yuk kita efisien, jangan dulu kita berpesta di atas derita 

"Saya mohon maaf menjadi Gubernur yang keukeuh pada sikap-sikap saya demi kebaikan masyarakat," lanjut mantan Bupati Purwakarta ini. 

Menurutnya, uang yang diperoleh kota/kabupaten hendaknya dihabiskan di daerahnya masing-masing. 

Jangan sampai mereka mengalokasikan duit untuk membuat acara di daerah lain yang justru membuat daerah luar memperoleh pendapatan asli daerah (PAD) yang besar. 

"Jangan buang (gunakan) uang di satu daerah ke tempat lain, tapi buanglah uang di tempat itu berada, karena rakyat kita berkeringat, bayar pajak, ingin daerahnya maju," pungkas Dedi.  

Diberitakan sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi ogah menggelar kegiatan resmi atau rapat di hotel maupun restoran, meski pemerintah pusat telah mengizinkannya. 

Alasan Dedi, masih banyak pemerintah tingkat dua yaitu kota dan kabupaten di wilayah Jawa Barat yang masih kesulitan finansial. 

Bahkan Dedi mengaku, ada sosok kepala daerah yang menangis kesulitan fiskal untuk memenuhi kebutuhannya. 

Lewat akun media sosial Instagram @Dedimulyadi71, dia menyebut sosok kepala daerah itu adalah Bupati Pangandaran, Citra Pitriyami. 

"Banyak orang bertanya 'Kang Dedi, kenapa sih keukeuh nggak mau rapat di hote-hotel untuk para pejabatnya dan  pegawainya'," ujar Dedi menirukan pertanyaan orang-orang kepadanya yang dikutip pada Minggu (15/6/2025). 

Dedi menyebut, di Jawa Barat terhampar kota dan kabupaten dengan kondisi keuangan yang berbeda-beda. 

Dedi menaruh perhatian besar kepada daerah yang memiliki fiskal sangat rendah, yaitu pendapatan asli daerah (PAD) kecil karena duitnya mayoritas dialokasikan untuk belanja pegawai. 

"Bahkan Kabupaten Pangandaran tuh kasihan banget sama Ibu Bupatinya, kalau ketemu saya selalu nangis. Kenapa? Tunjangan pegawainya sudah lima bulan tidak bisa dibayar," tuturnya. 

Kata Dedi, Pemerintah Kabupaten Pangandaran tidak bisa membayar tunjangan pegawai karena kemampuan anggarannya sudah sangat terbatas. 

Karena itu, Pemerintah Kabupaten Pangandaran dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat terus mencari cara dalam menyelesaikan persoalan tersebut. 

"Ibu Bupati sudah ke Jakarta, sudah kemana-mana untuk cari solusi dan saya juga lagi memikirkan untuk menyelesaikan," ucap mantan Bupati Purwakarta ini. 

Atas dasar itulah, Dedi tidak menyarankan kota dan kabupaten di bawah otoritanya tidak menggelar rapat atau kegiatan resmi di hotel maupun restoran. 

Dedi tak ingin, timbul kesenjangan sosial antara kota/kabupaten yang tinggi PAD dengan yang rendah. 

"Saya contoh kalau di daerah dapetin pendapatan misalnya dari gali pasir maka alamnya rusak dan jalannya rusak. Kemudian babatin pohon, alamnya rusak dan jalannya rusak, pendapatannya ya segitu-gitu juga ditambah nggak pernah jujur tuh hitung pendapatannya," jelas dia. 

"Tetapi di pusat kota yang hotelnya banyak, mereka mendapatkan uang relatif besar itu dari turis segala macam, itu tinggi. Setelah itu tidak ada kerusakan apa pun, beda dengan orang desa," sambungnya. 

Dedi merasa kurang elok apabila daerah degan fiskal yang rendah menggelar rapat atau kegiatan di hotel dan restoran. 

Apalagi masih banyak persoalan yang terjadi di daerah tersebut, mulai dari fasilitas umum belum memadai, fasilitas pendikan dan kesehatan yang kurang optimal, infrastruktur banyak yang rusak, hingga warganya dilanda kemiskinan. 

"Mau uang yang dikumpulin dari pajak itu dibuat untuk kegiatan rapat-rapat di kota besar, bintang 1, bintang 2 dan bintang 3, karena rata-rata pejabat enggak mau di hotel melati," imbuhnya.

 

Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved