Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Dedi Mulyadi Prihatin Gaji Honorer Lebih Rendah Dibanding Penjual Gorengan: Seminggu Saja

Menurut Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, gaji honorer bahkan lebih kecil dibanding orang yang jualan gorengan.

Editor: Torik Aqua
Tribunnews.com/Mario Christian Sumampaow
NASIB HONORER - Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak didampingi Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi saat melihat hasil panen cabai di kawasan Agroforestry Gunung Hejo, Purwakarta, Jawa Barat, Sabtu (5/7/2025). Dedi Mulyadi singgung tenaga honorer. 

TRIBUNJATIM.COM - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi prihatin dengan nasib tenaga honorer.

Keprihatinan itu disampaikan saat kunjungan ke kawasan perkebunan Agroforestry Gunung Hejo, Purwakarta, Sabtu (5/7/2025).

Menurutnya, gaji honorer bahkan lebih kecil dibanding orang yang jualan gorengan.

Dedi Mulyadi mencontohkan kondisi itu dengan keponakannya sendiri.

Ia mencontohkan langsung kondisi keponakannya sendiri, yang sudah 15 tahun menjadi pegawai honorer di Pemda Purwakarta dengan gaji tetap Rp2 juta per bulan.

Baca juga: Curhat Wanita Ngaku Mau Ibadah Malah Digetok Parkir Rp 20 Ribu, Dedi Mulyadi Gercep Tangkap Pelaku

“Setiap minggu dia jualan bala-bala, sekali jual bisa dapat Rp3 juta. Jadi, dalam seminggu saja, pendapatan dari jualan makanan kecil itu bisa lebih besar daripada gaji bulanannya di Pemda,” ujar Dedi di hadapan awak media.

Dedi menyoroti ketimpangan antara upah tenaga honorer dan potensi penghasilan di sektor informal, terutama kuliner UMKM.

Ia menyebut, penghasilan keponakannya dari berjualan gorengan tradisional bisa menembus Rp12 juta per bulan—enam kali lipat dari gaji honorer.

Realita Honorer dan Paradigma “Bekerja”

Pernyataan Dedi ini menjadi sorotan karena menunjukkan realita pahit sebagian besar tenaga honorer di Jawa Barat.

Data Badan Kepegawaian Negara (BKN) per Januari 2024 mencatat masih ada lebih dari 2,3 juta tenaga honorer aktif secara nasional, dengan mayoritas bergaji di bawah UMR.

Dedi juga menyinggung masalah pengangguran terselubung di Jabar yang terjadi karena masyarakat masih terpaku pada anggapan bahwa bekerja itu identik dengan masuk pabrik atau kantor, bukan bertani atau berwirausaha.

“Ini yang perlu kita ubah. Kita harus punya orientasi baru bahwa pertanian dan usaha mandiri adalah solusi nyata, bukan pelarian,” kata Dedi.

Dorongan Optimalkan Lahan Tidur

Dedi mendorong pemanfaatan sumber daya alam seperti lahan pertanian, sawah, dan perkebunan yang masih belum tergarap maksimal di Jawa Barat.

Menurutnya, daerahnya punya potensi besar untuk mengembangkan ekonomi berbasis pariwisata dan pertanian, terutama bagi anak muda.

“Pertanian harus kita optimalkan. Sekarang sudah mulai kelihatan hasilnya, tapi masih banyak yang harus dikejar,” ujarnya.

Ia berharap langkah ini bisa jadi solusi untuk mengatasi tingginya angka pengangguran dan kemiskinan struktural, sekaligus memperkuat kemandirian ekonomi masyarakat desa.

Bakal sulap bangunan terbengkalai

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi kini ingin mengubah bangunan terbengkalai era Belanda menjadi hotel wisata alam terpadu.

Ada sejumlah bangunan terbengkalai peninggalan VOC yang bisa dimaksimalkan.

Menurutnya, konsep tersebut bisa memperkuat ekonomi daerah dan juga menjaga warisan budaya.

Konsep yang ditawarkan adalah pariwisata berbasis lanskap dan kearifan lokal akan memperkuat ekonomi daerah sekaligus menjaga warisan budaya.

Baca juga: Tantangan Dedi Mulyadi untuk Wali Kota Bandung, Bongkar Proyek Peninggalan Ridwan Kamil: Kapan?

Rencana itu diungkapkan Dedy saat mendampingi Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak meninjau kawasan Agroforestry Gunung Hejo, Purwakarta, Sabtu (5/7/2025).

"Dan kita berencana merenovasi rumah-rumah tua peninggalan perkebunan zaman VOC karena itu sangat baik untuk pengembangan industri pariwisata," ujar Dedy dalam sambutannya.

Menurutnya, bangunan tua yang tersebar di wilayah perkebunan Purwakarta, Subang, Pangalengan, hingga Ciwidey, lebih cocok dimanfaatkan sebagai rumah singgah atau hotel bernuansa heritage, ketimbang membangun vila baru.

“Sebenarnya rumah-rumah tua di perkebunan itu, daripada bangun vila-vila baru, sebenarnya itu bisa menjadi rumah singgah atau dikerjasamakan dengan pengembang perhotelan,” tuturnya.

Guna mendukung ekosistem wisata berkelanjutan, Dedy juga mendorong penanaman komoditas strategis seperti teh, karet, dan kopi di kawasan-kawasan tersebut.

Untuk jangka pendek, fokus penanaman akan dimulai dari tanaman pangan seperti jagung, cabai, dan padi.

“Nah, ini yang dalam jangka pendek, tetapi dalam jangka panjang nanti mereka akan tumbuh termasuk di perkebunan teh. Saya menawarkan untuk ditanami sebagian dengan kopi. Jadi teh dengan kopi selingannya,” katanya.

Dedi menyebut, konsep wisata berbasis lanskap dan konservasi bisa menjawab tantangan pembangunan yang ramah lingkungan sekaligus membuka lapangan kerja baru, terutama di pedesaan.

“Saya melihat sebuah industri pariwisata di Jawa Barat yang tumbuh ber-basic-kan landscape alam dan lingkungan,” ujarnya.

Tantangan Dedi Mulyadi bongkar Teras Cihampelas

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi kini memberikan tantangan untuk Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan.

Tantangan itu adalah agar membongkar Teras Cihampelas.

Teras Cihampelas diketahui adalah proyek yang dikerjakan semasa pemerintahan Ridwan Kamil.

Menurut Dedi Mulyadi, Teras Cihampelas di Kota Bandung menimbulkan aroma tak sedap.

Tak hanya itu, keberadaannya membuat jalan menyempit.

Baca juga: Ibu Ratih Minta Tolong Dedi Mulyadi, Lumpuh Usai Operasi Caesar, Suami Kabur dan Anak Putus Sekolah

"Pak Wali Kota harus berani merapikan Jalan Cihampelas karena kalau lewat ke situ jalannya menyempit dan bau asam," kata Dedi kepada Farhan saat menghadiri peresmian Susi Air rute Bandung-Yogyakarta di Bandara Husein Sastranegara, Rabu (2/7/2025), dikutip dari TribunJabar.id.

Tak tanggung-tanggung, Dedi bahkan langsung meminta kepastian, kapan Teras Cihampelas bakal dibongkar.

"Kapan itu kira-kira bersih?" lanjut Dedi.

Farhan membenarkan memang ada usulan pembongkaran Teras Cihampelas dari Dedi menanggapi hal itu.

Namun, Farhan menekankan, proses pembongkaran tidak mudah sebab ada proses administrasi yang harus dilalui.

Terlebih, kata dia, proses administrasi itu panjang dan rumit.

"Untuk Teras Cihampelas itu ada yang menyarankan agar dilakukan pelepasan aset. Dijual enggak mungkin, disewakan enggak mungkin. Nah, itu (dibongkar)."

"Namun, proses pelepasan aset tidak semudah itu," jelas Farhan di kesempatan yang sama, Rabu, dilansir Kompas.com.

"Kemungkinan (dibongkar), tetapi itu baru usul dari Pak Gubernur, saya mesti menjalani dulu proses administrasi yang tidak sederhana dan panjang," imbuh dia.

Farhan lantas menambahkan, ia akan berkomunikasi dengan sejumlah pihak sebelum Teras Cihampelas dibongkar.

Sebagai langkah awal, Farhan akan meminta Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (DSDABM) untuk membersihkan fasilitas dan vandalisme yang merusak pandangan di Teras Cihampelas.

Lalu, mengutus Dinas Perhubungan agar memasang penerangan jalan.

"Sambil menunggu usulan-usulan lainnya, karena saya mesti bicara dengan DPRD, saya mesti bicara dengan Badan Keuangan dan Aset Daerah, yang akan kami lakukan satu, Satpol PP standby 24 jam untuk keamanan," ungkapnya.

"DSDABM akan memperbaiki toilet, membersihkan segala macam vandalismenya."

"Kemudian dari Dinas Perhubungan akan memasang penerangan jalan lingkungan plus pedestrian di bawah sehingga tidak gelap dan (bau) asam," pungkas Farhan.

PKL Protes

Wacana pembongkaran Teras Cihampelas mendapat protes dari pedagang kaki lima (PKL) setempat.

Seorang PKL, Taufik Budi Santoso, menyarankan agar Teras Cihampelas ditata kembali alih-alih dibongkar.

Ia mengakui suasana Teras Cihampelas memang kumuh karena banyaknya vandalisme.

"Buat apa dibongkar, sudah ditanggung. Mendingan ditata lagi saya biar lebih nyaman," kata Taufik, Kamis (3/7/2025), masih dari Kompas.com.

"Ya sangat disayangkan sekali Teras Cihampelas yang dulu bersih sekarang banyak gambar-gambar kaya gini, jadi enggak enak dilihat. Mudah-mudahan ke depan bisa rapi lagi," imbuh dia.

Terpisah, pedagang nasi ayam goreng, Aan Suherman, menolak keras wacana pembongkaran Teras Cihampelas.

Sebab, selama berjualan di kawasan itu, Aan meraup omzet yang tak sedikit.

Dalam sehari, ia bisa mendapatkan Rp800 ribu, bagkan Rp1,5 juta jika suasana ramai.

Karena itu, Aan enggan harus pindah tempat berjualan apabila Teras Cihampelas dibongkar.

"Alhamdulillah saya banyak pelanggan dari karyawan yang kerja di Cihampelas Walk (Ciwalk) sama kantor-kantor lain seperti PT KAI," ungkap Aan, Kamis.

"Enggak perlu dibongkar, kalau dibongkar saya mau pindah ke mana, langganan saya sudah pada tahu di sini," keluhnya.

Seperti Taufik, pedagang dan Bendahara Koperasi Paguyuban Pedagang Teras Cihampelas, Irahayu, juga menyarankan agar dilakukan penataan ulang saja.

Sebab, jumlah pengunjung di Teras Cihampelas sudah mulai meningkat.

Saat ini, dari 191 kios yang ada di Teras Cihampelas.

Dari jumlah itu, hanya 32 pedagang yang tetap bertahan.

Irahayu menambahkan, banyak pedagang yang bangkrut sejak pandemi Covid-19, sehingga tidak memiliki modal untuk membuka kios.

"Mending uang buat bongkarnya dikasihin ke ibu-ibu yang jualan di sini."

"Pak Dedi, Pak Farhan, tolonglah lebih bijaksana, kami dari awal pembangunan sudah berjuang dan bertahan di sini, jadi mohon dipertimbangkan lagi (pembongkaran)" tandasnya.

Sebagai informasi, Teras Cihampelas dibangun pada September 2016, ketika Ridwan Kamil masih menjabat sebagai Wali Kota Bandung.

Proyek itu diketahui memakan biaya hingga Rp48 miliar.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved