Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Keseruan Main Layangan Aduan di Ponorogo, Anak-Anak hingga Dewasa Saling Bertanding

Musim liburan, Lapangan Panahan di Jalan Menur, Kecamatan/Kabupaten Ponorogo, Jatim selalu penuh anak-anak maupun remaja.

Penulis: Pramita Kusumaningrum | Editor: Sudarma Adi
TRIBUNJATIM.COM/PRAMITA KUSUMANINGRUM
LAYANGAN ADUAN - Sony dan anaknya saat bermain layangan aduan di Lapangan Panahan, Jalan Menur, Kecamatan/Kabupaten Ponorogo, Jatim, Minggu (14/7/2025). Musim liburan, Lapangan Panahan di Jalan Menur, Kecamatan/Kabupaten Ponorogo, Jatim selalu penuh anak-anak maupun remaja. Mereka tidak sekedar berkumpul. Namun bermain layangan. Setiap sore langit di lapangan Panahan mendadak jadi arena adu ketangkasan. 

Laporan Wartawan Tribunjatim.com, Pramita Kusumaningrum

TRIBUNJATIM.COM, PONOROGO - Musim liburan, Lapangan Panahan di Jalan Menur, Kecamatan/Kabupaten Ponorogo, Jatim selalu penuh anak-anak maupun remaja.

Mereka tidak sekedar berkumpul. Namun bermain layangan. Setiap sore langit di lapangan Panahan mendadak jadi arena adu ketangkasan. 

Remaja maupun anak-anak bukan hanya menerbangkan layangan. Namun mereka beradu layangan atau biasa disebut layangan aduan

Permainan yang kerap disebut "layangan sukoi" ini memang bukan barang baru. Peminatnya tambah banyak ketika musim liburan maupun akhir pekan.

Baca juga: Gudang Sembako di Ponorogo Terbakar Hebat, Berbagai Kebutuhan Pokok Hangus Dilalap Api

Pun angin yang mumpuni membuat banyak yang bermain. Cara main layangan aduan mudah tapi penuh strategi dan perhitungan jika tidak mau rugi,

Layangan diterbangkan, lalu saling diadu di udara. Hingga salah satu benang terputus. Siapa yang bertahan di udara, dialah pemenangnya.

"Kalau sudah musim kemarau, apalagi liburan sekolah, ya waktunya main layangan. Ini saya sama anak. Kalau saya sendiri kembali ke masa kecil,” ungkap satu diantara pemain layangan, Sony Sonding sambil berkelakar, Minggu (14/7/2025).

Warga Kelurahan Mangunsuman, Kecamatan Siman ini mengatakan bahwa  tidak sekedar menang-kalah. Ada rasa bangga tersendiri saat layangan bertahan dan memutus benang lawan. 

“Apalagi layangan yang putus menjadi rebutan para anak-anak. Melihat anak-anak lari ada seneng-senengnya begitu,” papar pria berusia 35 tahun ini.

Dia mengaku biasanya berangkat dari rumah pukul 16.00 wib. Dia menghabiskan waktu hingga jelang magrib baru pulang.

"Biasanya mulai jam empat sore sampai magrib. Kadang sehari bisa habis lebih dari sepuluh layangan," paparnya.

Sonding mengaku membawa stok layangan yang banyak. Pun membawa benang khusus aduan. Harganya pun tak murah, terbilang cukup fantastis bisa menembus ratusan ribu untuk yang paling mahal.

Baca juga: Panji Bangsa Ponorogo Terbentuk, Pasukan Militan PKB untuk Satgas Bencana

"Jadi benangnya khusus bilangnya gelasan, ada yang murah ada juga yang mahal tergantung jenisnya," urainya.

Warga lain, Catur mengatakan rutin mengajak anaknya ke lapangan. Bukan hanya untuk nostalgia, tapi juga mengenalkan tradisi yang makin jarang disentuh.

"Daripada main HP terus di rumah, mending sore-sore ke sini. Walaupun anak saya cewek,” pungkasnya.

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved