Berita Viral
Pantas Keluarga Brigadir Nurhadi Tak Terima, Pesan Terakhir Korban Jawab Tabiat Asli Kompol Yogi Cs
Keluarga Brigadir Nurhadi tak terima dengan penerapan pasal dan vonis hukuman yang dijatuhi bagi Kompol Yogi, Ipda Indra, serta saksi LC Misri.
Penulis: Ignatia | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNJATIM.COM - Ternyata ada beberapa pesan bernada ancaman yang diterima korban Brigadir Nurhadi sebelum tewas dibunuh oleh Kompol Yogi cs.
Seperti diketahui, Polda NTB telah menetapkan Kompol I Made Yogi Purus, Ipda Haris Chandra, dan Misri Puspita Sari sebagai tersangka.
Mereka tersangka kasus dugaan tindak pidana penganiayaan yang menyebabkan kematian (Pasal 351 ayat 3 dan/atau Pasal 359 KUHP juncto Pasal 55 KUHP).
Dalam vonis yang diberikan, Kompol I Made Yogi Purusa dipecat dari kepolisian atau Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PTDH) sejak Selasa (27/5/2025).
Yogi terbukti melanggar pasal 11 ayat (2) huruf b dan pasal 13 huruf e dan f Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang kode etik profesi Polri.
Ia dikenakan pasal 13 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang pemberhentian anggota Polri.
Namun, pihak keluarga almarhum Brigadir Nurhadi keberatan atas penerapan pasal tersebut.
Keberatan ini disampaikan melalui kuasa hukum keluarga almarhum Brigadir Nurhadi, Giras Genta Tiwikrama dan Kumar Gauraf, dalam keterangan tertulisnya, Minggu (13/7/2025).
"Pihak keluarga merasa membutuhkan pendampingan hukum karena perkara ini semakin rumit dan belum menemui kejelasan mengenai siapa pelaku utama pembunuhan, serta apa motif sesungguhya di balik peristiwa tersebut," kata Genta, dalam rilisnya.
Ia menyebut, setidaknya ada empat poin penting pernyataan keluarga almarhum Brigadir Nurhadi.
Baca juga: VIRAL TERPOPULER: Jenazah Penyuluh KB Diangkut Pakai Motor - Istri Arya Curiga Sebelum Suami Tewas
Pertama, pihak keluarga menyatakan keberatan sekaligus kekecewaan atas konstruksi hukum yang diterapkan oleh pihak kepolisian, yang hanya menggunakan Pasal 351 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian, dengan ancaman pidana maksimal tujuh tahun penjara.
"Berdasarkan fakta yang kami peroleh, terdapat indikasi kuat bahwa almarhum merupakan korban tindak pidana pembunuhan sebagaimana diatur dalam Pasal 338 KUHP," katanya.
Penerapan pasal yang lebih ringan, kata Genta, tidak mencerminkan prinsip kepastian hukum dan keadilan, khususnya bagi keluarga yang ditinggalkan.
Keluarga almarhum meyakini bahwa peristiwa ini bukan semata-mata persoalan emosi sesaat sebagaimana narasi yang berkembang di ruang publik.
"Temuan hasil autopsi dan keterangan dokter forensik justru memperkuat dugaan telah terjadi tindak pidana pembunuhan," ujarnya.
Baca juga: Ayuni Minta Maaf ke Ortu Pemulung Tak Lolos SPMB SMP Negeri, Gubernur, Walkot, Bupati Turun Tangan
Kedua, keyakinan keluarga didasarkan pada sejumlah temuan, di antaranya keberadaan tangkapan layar pesan ancaman dalam telepon genggam almarhum Brigadir Nurhadi, yang dikirimkan oleh salah satu tersangka.
"Bukti tersebut mengindikasikan adanya motif lain yang hingga kini belum sepenuhnya diungkap secara transparan oleh pihak kepolisian," katanya.
Brigadir Nurhadi semasa hidup dikenal sebagai sosok yang jujur, polos (Bongoh), dan tidak pernah terlibat dalam penyalahgunaan narkotika, konsumsi minuman keras, maupun perilaku negatif lainnya.
"Tudingan bahwa almarhum mencoba merayu teman perempuan salah satu tersangka sama sekali tidak berdasar dan cenderung merupakan upaya pengaburan fakta yang sebenarnya," katanya.

Ketiga, keluarga turut menyoroti kebijakan penahanan yang menempatkan tiga tersangka dalam satu lokasi tahanan meskipun berada di sel yang berbeda.
Penempatan semacam ini berpotensi memengaruhi independensi dan objektivitas keterangan yang akan disampaikan oleh masing-masing tersangka dalam proses penyidikan maupun persidangan.
Terlebih sejak awal, perkara ini telah diwarnai berbagai pernyataan yang berubah-ubah dan dugaan kebohongan.
"Oleh karena itu, kami mengharapkan agar dilakukan “Pemeriksaan Psikologis Forensik” secara menyeluruh terhadap ketiga orang tersangka," katanya.

Keempat, keluarga ingin menegaskan bahwa almarhum meninggalkan seorang istri dan dua anak yang masih kecil.
Salah satunya bahkan bayi laki-laki baru berusia satu bulan pada saat almarhum ayahnya meninggal dunia.
Kondisi ini menimbulkan luka mendalam yang tidak hanya berdampak secara psikologis, tetapi juga sosial dan ekonomi bagi keluarga korban.
Atas dasar seluruh fakta dan pertimbangan tersebut, kuasa hukum keluarga Brigadir Nurhadi mendesak agar seluruh pihak terkait, khususnya aparat penegak hukum, melakukan penanganan perkara ini secara profesional, transparan, dan akuntabel.
Sehingga kebenaran materil dapat terungkap secara utuh tanpa ada pihak mana pun yang dilindungi atau disalahkan secara tidak semestinya.
Pihaknya percaya bahwa pengungkapan perkara secara tuntas dan penerapan pasal yang tepat sesuai fakta hukum akan menjadi bentuk penghormatan terakhir kepada almarhum serta wujud pemulihan keadilan bagi keluarga yang ditinggalkan.

Pengakuan LC Mistri Puspita Sari
Misri Puspita Sari tersangka pembunuhan Brigadir Nurhadi ajukan diri sebagai justice collaborator atau saksi pelaku yang bekerjasama.
Misri adalah Lady Companion atau LC asal Jambi.
Ia adalah teman kencan Kompol I Made Yogi Purusa di villa Gili Trawangan, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB), Rabu (16/4/2025).
Permohonan justice collaborator diajukan Misri melalui kuasa hukumnya, Yan Mangandar ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Justice collaborator atau kolaborator keadilan adalah seorang pelaku tindak pidana yang bekerja sama dengan penegak hukum dengan cara memberikan informasi penting dan relevan terkait kejahatan yang lebih besar, yang melibatkan pelaku lain.

Dalam konteks hukum pidana di Indonesia, istilah ini banyak digunakan dalam penanganan kasus-kasus korupsi, narkotika, terorisme, dan kejahatan terorganisir.
Misri, satu dari tiga tersangka dalam kasus kematian anggota Paminal Bid Propam Polda NTB (Nusa Tenggara Barat) Brigadir Muhammad Nurhadi, di Villa Tekek The Beach House Hotel Gili Trawangan, Lombok Utara, Rabu (16/4/2025).
Yan menjelaskan surat pengajuan tersebut sudah dikirim melalui online, dan ditembuskan ke Komnas Perempuan, Polda NTB, dan Kejaksaan Tinggi NTB.
Isi dari permohonan justice collaborator itu menerangkan, Misri mengakui berada di lokasi kejadian.
"Tetapi membantah pasal sangkaan yang dia terlibat penganiayaan maupun kelalaian bersama Kompol Yogi dan Ipda Aris yang karena kelalaiannya menyebabkan orang meninggal dunia," kata Yan, Senin (14/7/2025).
Yan mengatakan, peristiwa tewasnya Brigadir Nurhadi bukan penganiayaan biasa, melainkan pembunuhan dengan mengacu dilihat dari kondisi korban yang mengenaskan.
"Bahkan jaksa melihat itu pembunuhan biasa atau pembunuhan berencana. Itu tidak mungkin penganiayaan biasa, karena yang diserang objek vital," kata Yan.
Berita viral lainnya
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com
Brigadir Nurhadi
Kompol I Made Yogi Purusa
Misri Puspita Sari
Villa Gili Trawangan
berita viral
TribunJatim.com
Edi Kaget Istri Beri Akta Cerai saat Mengaji di Rumah Mertua, Tak Tahu Ditalak |
![]() |
---|
Kisah Driver Ojol Riri Terima Pesanan Martabak dari Luar Pulau, Ternyata Salah Orderan |
![]() |
---|
Warga Terdampak Debu Tambang Cuma Diberi Ganti Rugi Sembako Rp200 Ribu, DPRD Tegur Perusahaan |
![]() |
---|
Presiden Prabowo Kasihan Immanuel Ebenezer Diborgol Pakai Baju Oranye: Mungkin Dia Khilaf |
![]() |
---|
Menu MBG Nasi Tutug Oncom untuk Siswa Viral, Camat Jelaskan Sudah Diperiksa Ahli Gizi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.