Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Kepala Dinas Sidoarjo Terseret Korupsi

BREAKING NEWS: 4 Kepala Dinas Sidoarjo Jadi Tersangka Korupsi Rusunawa Tambaksawah, 2 Resmi Ditahan

Empat orang kepala dinas di Sidoarjo Jadi tersangka kasus korupsi pengelolaan Rusunawa Tambaksawah, Kecamatan Waru, Sidoarjo

Penulis: M Taufik | Editor: Ndaru Wijayanto
TribunJatim.com/M Taufik
DITAHAN - Dua mantan Kepala Dinas P2CKTR Pemkab Sidoarjo saat ditahan penyidik Kejari Sidoarjo, Selasa (22/7/2025) malam. Mereka jadi tersangka kasus korupsi pengelolaan Rusunawa Tambaksawah. 

Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, M Taufik

TRIBUNJATIM.COM, SIDOARJO - Empat orang kepala dinas di Sidoarjo Jadi tersangka kasus korupsi pengelolaan Rusunawa Tambaksawah, Kecamatan Waru, Sidoarjo yang merugikan keuangan negara sekira Rp 9,75 miliar.

Dua diantaranya sudah resmi ditahan oleh Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo, Selasa (22/7/2025) malam. Mereka adalah Kepala Dinas Perikanan Pemkab Sidoarjo Dwijo Prawiro, dan mantan Kepala Bappeda Sidoarjo Sulaksono

Keduanya sama-sama pernah menjabat sebagai Kepala Dinas Perumahan Permukiman Cipta Karya dan Tata Ruang (P2CKTR) Pemkab Sidoarjo, dinas yang membawahi pengelolaan Rusunawa di Kota Delta.

Dua pejabat itu terlihat mengenakan rompi tahanan berjalan dari ruang penyidikan di Kantor Kejari Sidoarjo. Berjalan keluar dengan kawalan petugas sampai masuk ke mobil tahanan yang sudah standby di halaman.  

Sementara dua tersangka lainnya ada Dua tersangka lain ada Agoes Boediono Tjahjono, dan Heri Soesanto. Mereka sama-sama sedang sakit dan menjalani perawatan di rumah sakit. 

“Kami menetapkan tersangka baru dalam penyidikan kasus dugaan korupsi penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan Rusunawa Tambaksawah periode 2008 - 2022,” kata Kasipidsus Kejari Sidoarjo Jhon Franky Yanafia Ariandi. 

Baca juga: Kejari Sidoarjo Amankan Kades dan BPD Entalsewu, Tersandung Kasus Dugaan Korupsi Rp 3,6 M 

Menurutnya, hari ini ada empat tersangka baru dalam kapasitasnya sebagai pengguna barang. Yakni mantan kepala satker atau mantan kepala dinas P2CKTR. 

“Mereka adalah tersangka S yang menjabat pada 2007-2012 kemudian menjabat kembali 2017 - 2021. Kedua ada DP menjabat pada 2012 - 2014, ABT yang menjabat 2015 - 2017, dan HS menjabat sebagai Plt pada 2022,” ungkap Kasi Pidsus. 

Dalam penyidikan diketahui bahwa mereka dalam kapasitasnya sebagai pengguna barang tidak memanfaatkan fungsinya sebagaimana aturan yang ada dalam pengelolaan barang daerah. 

“Tidak melaksanakan fungsinya. Dalam hal ini pembinaan pengawasan dan pengendalian. Sehingga mengakibatkan kebocoran pendapatan daerah. Itu juga terungkap dalam sidang yang sedang berjalan,” urainya. 

Para tersangka disebut tidak menjalankan tugasnya dalam pengawasan sehingga mengakibatkan kerugian negara yang cukup besar. Padahal jelas bahwa pengelolaan Rusunawa itu tidak sesuai ketentuan. 

“Dua tersangka ditahan. Sementara tersangka ABT, kita berlakukan tahanan kota karena alasan kesehatan. Kami juga melakukan pemeriksaan, dikeyahui sedang sakit jantung yang mengkhawatirkan. Juga ada kendala di paru-parunya sehingga tidak memungkinkan dilakukan penahanan,” urainya. 

“Sementara untuk tersangka HS, hari ini tadi juga kita panggil namun tidak memenuhi panggilan dengan alasan sakit dan sedang dirawat di rumah sakit. Jadi keduanya memang sedang dirawat di rumah sakit,” sambungnya. 

Dari empat tersangka itu, dua orang masih aktif sebagai pejabat di lingkungan pemkab Sidoarjo. Dwijo sebagai Kadis Perikanan dan Hari sebagai Kepla Bappeda Sidoarjo.  

Kasi Pidsus mengakui, sebelum ini juga pihaknya telah memintai keterangan Win Hendarso, mantan Bupati Sidoarjo yang menjabat saat perkara itu terjadi. Namun disebutnya belum ditemukan alat bukti terkait keterlibatannya dalam kasus ini. 

Penyidik juga memanggil mantan Bupati Sidoarjo Win Hendrarso untuk diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi Rusunawa ini. 

Win Hendrarso dimintai keterangan karena dia menjabat sebagai Bupati Sidoarjo selama dua periode pada 2000–2010. Pemeriksaan berjalan sekira tiga jam, untuk melengkapi proses penyidikan kasus tersebut.

Sebelumnya, sudah ada empat orang terdakwa dalam perkara ini. Prosesnya masih dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya. Mereka adalah Imam Fauzi (Kepala Desa nonaktif Tambaksawah), Sentot Subagyo (Ketua Pengelola Rusunawa 2013–2022), Muhammad Rozikin (anggota tim penyelesaian aset 2012–2013), dan Bambang Soemarsono (Ketua Pengelola Rusunawa 2008–2013).

Lima orang mantan Kepala Dinas P2CKTR Sidoarjo juga sempat menjadi saksi dalam persidangan di Pengadilan Tipikor yang berada di Jalan Juanda, Sidoarjo beberapa waktu lalu. Agoes Boediono Tjahjono, Dwijo Prawiro, Sulaksono, Setyo Basukiono, dan Heri Soesanto. 

Mereka dimintai keterangan terkait dugaan penyimpangan dalam pengelolaan Rusunawa Tambaksawah yang dinilai tidak akuntabel dan melanggar ketentuan perundang-undangan sehingga merugikan negara. 

Diantaranya dalam penetapan tarif sewa unit Rusunawa yang dinilai tidak sesuai prosedur. Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), sejumlah saksi mengungkap bahwa tarif ditentukan secara sepihak oleh pengelola yang ditunjuk oleh Pemerintah Desa Tambaksawah, tanpa melalui mekanisme formal dari Pemkab.

Penarikan uang sewa dari sekira 400 unit kamar di rusun juga dirasa tidak memiliki dasar hukum yang jelas. Proses persidangan juga mengungkap tidak adanya laporan keuangan rutin dari pihak pengelola kepada Pemkab Sidoarjo. Padahal, kewajiban pelaporan enam bulanan diatur dalam perjanjian kerja sama. 

Mantan Kadis Sulaksono dan Dwijo dalam sidang itu mengaku tidak pernah menerima laporan tersebut selama menjabat. Mereka mengaku hanya menerima setoran langsung, tidak tahu jumlahnya sesuai atau tidak. 

Dalam sidang terungkap pula bahwa lahan tempat berdirinya Rusunawa merupakan Tanah Kas Desa (TKD). Namun, tidak jelas proses hibah atau serah terima lahan ke pemerintah kabupaten Sidoarjo. Kondisi tersebut juga bertentangan dengan aturan yang ada. 

Selain itu, terungkap bahwa sejak awal pengelolaan Rusunawa tidak merujuk pada regulasi yang ditetapkan Kementerian PUPR. Seharusnya pengelolaan dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT), bukan oleh tim ad hoc berbasis kerja sama dengan desa.

Diduga kuat, sejak awal pengelolaan Rusunawa Tambaksawah dilakukan secara tidak transparan dan tidak profesional. Tidak ada laporan periodik yang valid, bahkan pembukuan dianggap fiktif. Ada bendahara, ada kasir, ada buku laporan, tapi semuanya beda isinya. Tidak ada sistem keuangan yang sah dan dapat diaudit. 

Dari awal pembangunan yang dimulai 2007 hingga serah terima fisik 2009, pengawasan juga dirasa tidak berjalan sebagaimana mestinya. Padahal, nilai aset Rusunawa sangat besar, yakni sekitar Rp25 miliar untuk bangunan utama, dan Rp10 miliar untuk flat tambahan

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved