Breaking News
Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Polemik Royalti Bikin Kafe Kini Hening Tanpa Musik, LMKN: Kenapa Sih Takut Bayar? Tak Bikin Bangkrut

Para pemilik dan pengunjung kafe meminta agar pemerintah mempertimbangkan ulang soal kebijakan royalti.

Penulis: Alga | Editor: Mujib Anwar
Pexels/Kaboompics
Ilustrasi berita kafe dan restoran berhenti untuk memutar musik komersial efek kasus Mie Gacoan dituntut karena tak membayar royalti musik. 

Sebab, dengan seringnya diputar di kafe dan restoran, lagu dan penyanyinya lebih mudah dikenal dan dihapal banyak orang.

"Toh, kalau kita dengarin dari YouTube channel ori penyanyinya, bisa nambah adsense dia. Kalau dengarin di Spotify kan juga resmi, dia juga dapat uangnya, kenapa harus bayar ke pemerintah," tegas Jeni.

Sedangkan pengunjung kafe lain bernama Aulia (25) juga berharap agar pemerintah menyeleksi penyanyi mana saja yang keberatan lagunya disetel di kafe dan restoran.

"Mending kasih tahu aja mana penyanyi yang enggak berkenan lagunya disetel di kafe, mana yang enggak masalah."

"Biar pihak kafenya boikot penyanyi itu, jangan semua dipukul rata enggak boleh. Aku yakin, pihak kafe bakal otomatis aware soal ini," jelas Aulia.

Aulia juga menyarankan lebih baik pemerintah membuat kebijakan agar pihak kafe atau restoran menyetel lagu dari aplikasi resmi atau berlisensi.

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menegaskan bahwa setiap pelaku usaha yang memutar musik di ruang publik, termasuk restoran, kafe, toko, pusat kebugaran, dan hotel, wajib membayar royalti kepada pencipta dan pemilik hak terkait.

Direktur Hak Cipta dan Desain Industri DJKI Kemenkum, Agung Damarsasongko mengatakan, aturan tersebut berlaku meskipun pelaku usaha telah berlangganan layanan seperti Spotify, YouTube Premium, Apple Music, atau layanan streaming lainnya.

Pasalnya, langganan pribadi seperti Spotify dan YouTube Premium tidak mencakup hak pemutaran musik untuk tujuan komersial di ruang publik.

"Layanan streaming bersifat personal. Ketika musik diperdengarkan kepada publik di ruang usaha, itu sudah masuk kategori penggunaan komersial, sehingga dibutuhkan lisensi tambahan melalui mekanisme yang sah," kata Agung dalam keterangan tertulis, Senin (28/7/2025).

Agung mengatakan, pembayaran royalti dilakukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) sesuai amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Hak Cipta Lagu dan/atau musik.

LMKN bertugas menghimpun dan mendistribusikan royalti kepada para pencipta dan pemilik hak terkait.

Untuk diketahui, tarif royalti musik untuk restoran dan kafe diatur dalam SK Menteri Hukum dan HAM RI Nomor HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016 tentang Pengesahan Tarif Royalti untuk Pengguna yang Melakukan Pemanfaatan Komersial Ciptaan dan/atau Produk Hak Terkait Musik dan Lagu Kategori Restoran.

Berdasarkan aturan tersebut, pelaku usaha wajib membayar Royalti Pencipta sebesar Rp60.000 per kursi per tahun dan Royalti Hak Terkait sebesar Rp60.000 per kursi per tahun.

Baca juga: Sudah Bayar Rp400 Ribu Sewa Ojek, Bidan Dona Akhirnya Berenang Terjang Arus Sungai Bawa Alat Medis

Ketua Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), Dharma Oratmangun, mengingatkan para pelaku usaha restoran dan kafe bahwa memutar lagu luar negeri juga dikenakan kewajiban membayar royalti.

Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved