Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Pelanggan Restoran Tanggung Biaya Royalti Musik Rp29.140, Isi Struk Viral

Beredar di media sosial, sebuah struk restoran membebankan royalti musik kepada konsumen, bukan pihak restoran.

ISTIMEWA via Tribun Jateng
STRUK ROYALTI MUSIK - Tangkapan gambar struk royalti musik di sebuah restoran yang dibebankan kepada konsumen. Pembayaran royalti yang dimasukkan ke struk pembelian menuai pro dan kontra, Senin (11/8/2025). 

TRIBUNJATIM.COM - Aturan restoran maupun kafe wajib membayar royalti terlepas dari sumber musiknya belakangan menjadi perhatian di Indonesia.

Pembayaran royalti musik tersebut dilakukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).

Pembayaran dilakukan minimal sekali dalam setahun, dan pelaku usaha bisa mengurus perizinan secara daring melalui situs resmi LMKN.

Berdasarkan aturan hak cipta, restoran dibebankan royalti musik per kursi per tahun.

Namun kini beredar di media sosial, sebuah struk restoran membebankan royalti musik kepada konsumen, bukan pihak restoran.

Sebuah struk yang viral tersebut menampilkan komponen tak biasa yakni royalti musik dan lagu sebesar Rp29.140.

Baca juga: Bayar Royalti Rp2,2 M, Mie Gacoan Bakal Kembali Putar Lagu, Direktur Tanda Tangani Surat Damai

Dalam struk bertanggal 5 Agustus 2025 tersebut, biaya royalti musik dimasukkan bersama daftar menu yang dipesan pelanggan, seperti bola-bola susu, rendang sapi, hingga es dawet durian.

Royalti musik adalah kompensasi finansial yang diberikan kepada pencipta lagu, komposer, penyanyi, produser atau pemilik hak cipta atas penggunaan karya musik mereka. 

Royalti ini dibayarkan setiap kali lagu tersebut digunakan, diputar, didistribusikan, atau ditampilkan secara publik.

Fenomena royalti musik dibebankan ke konsumen restoran ini memicu perbincangan hangat di kalangan warganet.

Banyak yang terkejut karena biaya royalti musik biasanya dibebankan kepada pemilik usaha, bukan langsung ke konsumen.

STRUK ROYALTI MUSIK - Tangkapan gambar struk royalti musik di sebuah restoran yang dibebankan kepada konsumen. Pembayaran royalti yang dimasukkan ke struk menuai pro dan kontra, Senin (11/8/2025).
STRUK ROYALTI MUSIK - Tangkapan gambar struk royalti musik di sebuah restoran yang dibebankan kepada konsumen. Pembayaran royalti yang dimasukkan ke struk menuai pro dan kontra, Senin (11/8/2025). (ISTIMEWA via Tribun Jateng)

Aturan Baru DJKI

Direktur Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) menjelaskan, aturan hak cipta kini menegaskan pemutaran musik di tempat umum seperti kafe dan restoran wajib membayar royalti melalui LMKN, terlepas dari sumber musiknya.

“Langganan Spotify atau YouTube Premium tidak cukup untuk pemutaran musik di tempat umum, kafe tetap harus membayar royalti lewat LMKN,” ujarnya, dikutip dari Tribun Jateng pada Senin (11/8/2025).

Tak hanya itu, DJKI juga menegaskan rekaman suara alam pun tidak luput dari kewajiban royalti jika termasuk fonogram yang memiliki hak produser.

Tarif royalti untuk pemanfaatan musik secara komersial di restoran dan kafe diatur dalam Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016 tentang Pengesahan Tarif Royalti untuk Pengguna yang Melakukan Pemanfaatan Komersial Ciptaan dan/atau Produk Hak Terkait Musik dan Lagu Kategori Restoran.

Kafe dan Restoran Pilih Matikan Musik

Beberapa pengelola kafe memilih menghentikan pemutaran musik karena khawatir terjerat aturan hak cipta.

Namun ada juga yang tetap memutar musik, lalu membebankan biaya tersebut kepada pelanggan, seperti terlihat pada struk yang beredar.

Baca juga: Daftar Biaya Royalti Musik yang Ditakuti Kafe dan Resto, Pilih Putar Kicauan Burung Ketimbang Bayar

Hitungan Royalti Musik versi LMKN

LMKN menjelaskan, perhitungan royalti yang berlaku untuk kafe dan restoran yang memutar musik secara komersial.

LMKN berharap, dengan penjelasan ini, para pelaku usaha dapat memahami cara yang benar dalam membayar royalti dan menghindari anggapan bahwa pembayaran royalti adalah beban. 

Menurut Yessy Kurniawan, Komisioner LMKN, perhitungan royalti musik didasarkan pada tingkat keterisian kursi atau okupansi kafe dan restoran.

Performing rights management ini sudah dimulai sejak 1991, dan tingkat hunian menjadi prioritas dalam perhitungannya,” ungkap Yessy, dikutip dari Kompas.com.

Yessy memberi contoh bagaimana perhitungan royalti dilakukan berdasarkan okupansi harian, di mana pengelola kafe diminta untuk melaporkan rata-rata okupansi kursi setiap harinya.

“Misalnya begini. Hari pertama dari 100 kursi, hanya terisi 10 dari 100 . Hari kedua, 30 kursi yang terisi. Nah, ini biasanya sudah tercatat oleh manajemen kafe. Ini yang akan kita tanyakan," terang Yessy.

“Kita kan tidak tahu secara langsung. Dari luar, kita hanya melihat ada 100 kursi,” imbuh Yessy.

Baca juga: 3 Musisi Tanah Air Tak Pernah Dapat Bayaran atas Karyanya, Bagaimana Aturan Royalti Musik Indonesia?

Pro-Kontra di Kalangan Konsumen

Kebijakan royalti musik ini memunculkan pro-kontra.

Sebagian konsumen menilai biaya tambahan tersebut memberatkan, sementara yang lain memandangnya sebagai bentuk apresiasi kepada musisi dan produser.

@Jikun:Buka restoran di indo itu kaya nyesek bgt ya, udh kena ppn 11 persen, pajak restoran 20 persen , setor pajak parkir ke pemda, belum lg pungli dari ormas2 setempat, eh ini ketambahan biaya royalti lagu yg ujung2nya nanti dibebankan ke konsumen

@Raka Abdian:bukannya royalti itu bayar nya pertahun?? knp semua di bebankan ke konsumen per kedatangan??

@Kang_Chiep88:kalau ini mah, cafenya juga carik untung. wong pajak kafe 10 persen aja gak setor full

@gugugugug:ya itu urusan yg punya cafe lah masa konsumen ???? yg puter lagu siapa?

“Kalau untuk dukung musisi sih oke, tapi jangan dimasukin ke nota makanan. Rasanya aneh aja,” tulis salah satu warganet di kolom komentar.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews Tribunjatim.com

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved