Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

PO Larang Kru Putar Lagu dalam Bus

Sebut Pemutaran Lagu di Bus Termasuk Komersial, Pakar HKI UM Surabaya: Wajib Bayar Royalti

Pakar Hak Kekayaan Intelektual UM Surabaya, mengatakan, pemutaran lagu dalam bus masuk kategori penggunaan komersial yang dikenai kewajiban royalti.

Penulis: Sulvi Sofiana | Editor: Dwi Prastika
Istimewa/TribunJatim.com
LAGU - Pakar Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dari Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya, Al Qodar Purwo Sulistyo mengatakan, pemutaran lagu dalam bus masuk dalam kategori penggunaan komersial yang dikenai kewajiban royalti, Senin (18/8/2025). Namun begitu, Qodar menegaskan, penagihan royalti tidak dilakukan secara otomatis. 

Poin Penting:

  • Pakar Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dari Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya, Al Qodar Purwo Sulistyo, mengatakan, pemutaran lagu dalam bus masuk dalam kategori penggunaan komersial yang dikenai kewajiban royalti.
  • Namun begitu, Qodar menegaskan, penagihan royalti tidak dilakukan secara otomatis.
  • Untuk sektor usaha mikro seperti warung kopi, LMKN disebut menyediakan tarif khusus yang lebih ringan.

Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Sulvi Sofiana

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Sejak diberlakukannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik, para pelaku usaha jasa transportasi seperti Perusahaan Otobus (PO) mulai waswas memutar musik selama perjalanan. 

Tak sedikit yang memilih mematikan fitur hiburan, dari pada harus berurusan dengan kewajiban pembayaran royalti.

Menurut Al Qodar Purwo Sulistyo, pakar Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dari Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya, pemutaran lagu dalam bus masuk dalam kategori penggunaan komersial yang dikenai kewajiban royalti.

"Menurut PP 56 Tahun 2021, penggunaan lagu untuk kepentingan komersial memang harus membayar royalti. Pemutaran lagu dalam bus umum yang digunakan untuk usaha transportasi jelas tergolong komersial dan wajib membayar royalti," ujar Qodar saat dihubungi Tribun Jatim Network, Senin (18/8/2025).

Namun begitu, Qodar menegaskan, penagihan royalti tidak dilakukan secara otomatis.

Ada proses yang harus dilalui oleh pihak pengguna lagu.

"Mekanismenya, pengguna harus mengidentifikasi lagu yang digunakan dan mengajukan pendaftaran atau permohonan lisensi ke Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Setelah itu, LMKN yang akan menghitung besaran royalti berdasarkan tarif yang sudah ditentukan," jelas pria yang juga Ketua Program Studi Ilmu Hukum UM Surabaya ini.

Terkait batasan kategori komersial, Qodar menyebutkan, PP 56/2021 tidak menetapkan nominal omzet minimum sebagai patokan.

Selama penggunaan lagu bertujuan untuk mendapatkan keuntungan, maka hal itu tergolong komersial.

"Tidak ada batasan omzet. Selama ada motif keuntungan, maka wajib membayar royalti," ujarnya lagi.

Baca juga: Ramai Tagar TransportasiIndonesiaHening di Medsos usai Muncul Larangan Putar Lagu dalam Bus

Meski begitu, untuk sektor usaha mikro seperti warung kopi (warkop), LMKN disebut menyediakan tarif khusus yang lebih ringan.

Ini menjadi bentuk keberpihakan terhadap pelaku usaha kecil.

Saat ditanya mengenai implementasi aturan ini di lapangan, Qodar mengaku belum melihat penerapan aktif pembayaran royalti oleh pelaku usaha transportasi.

Sumber: Tribun Jatim
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved