Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Hotel Tak Terima Ditagih Royalti oleh LMKN Meski Pakai Suara Burung Asli: Jangan Main Tembak

Pihak manajemen menolak tuduhan yang menyebut hotel memutar musik di area publik tanpa lisensi.

Penulis: Alga | Editor: Mujib Anwar
freepik.com
TETAP DITAGIH ROYALTI - Ilustrasi berita hotel di Tangsel tetap ditagih royalti oleh LMKN meski pakai suara burung asli, bagaimana hal ini terjadi? 

"Kalau menuduh, harus ada buktinya. Jangan hanya berasumsi semua hotel atau restoran memutar musik," kata dia.

"Ini berbahaya, jadi harus ada interpretasi yang adil, yang benar, yang clear tentang apa yang disebut dengan penggunaan musik dan lagu di area publik," sambungnya.

Sementara itu, LMKN mengonfirmasi bahwa surat tertanggal 28 Juli 2025, memang dikirim kepada pihak hotel.

Namun, Pelaksana Harian LMKN, Tubagus Imamudin menilai, pihak hotel terlalu reaktif karena langsung menyampaikan bantahan ke publik alih-alih menggunakan hak jawab resmi.

"Seharusnya mereka minimal menghubungi kami bahwa tidak menggunakan musik. Harusnya selesai di situ," kata Tubagus.

Baca juga: Biaya Study Tour Siswa SMP ke Jogja Rp1,5 Juta Disebut Kemahalan, Tempat yang Dikunjungi Disorot

Sebelumnya, Ketua LMKN, Dharma Oratmangun, menegaskan rekaman suara apapun, baik musik maupun suara alam, tetap masuk ruang lingkup hak terkait jika berbentuk rekaman fonogram.

Artinya, meskipun suara tersebut bukan musik ciptaan, jika diputar dalam bentuk rekaman, tetap wajib membayar royalti sesuai Undang-undang No 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

"Putar rekaman suara burung, suara apapun, produser yang merekam itu punya hak terhadap fonogram tersebut. Jadi tetap harus dibayar," tegas Dharma.

Dalam penjelasan ini, yang dimaksud dengan kewajiban royalti adalah ketika pelaku usaha memutar rekaman suara.

Jika suara berasal langsung dari alam atau hewan yang ada di tempat, maka tidak bisa dikenakan royalti.

Kasus ini mencerminkan perlunya kepastian hukum agar regulasi hak cipta berjalan seimbang, yakni melindungi hak pencipta dan produser, sekaligus memberi kepastian bagi pelaku usaha yang mengusung konsep berbeda, seperti menghadirkan suara alam secara langsung.

Tak hanya ke pelaku jasa, pemberlakuan pembayaran royalti lagu juga menyasar ke tranportasi umum.

Bus-bus yang melayani penumpang tidak luput dari pajak negara atas lagu.

Ketua DPD Organda Jatim, Firmansyah Mustafa, buka suara terkait hal ini.

"Kami adalah perusahaan berbasis layanan. Selama ini PO-PO memutar musik lewat YouTube atau Spotify itu bayar."

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved