Breaking News
Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Pengusaha Bus Pasuruan Berencana Ganti Musik dengan Putar Ludruk hingga Ceramah Agama

Otobus Kopi Langit 81 di Pasuruan mengganti hiburan musik dengan tayangan lawakan, seni tradisional, dan pengajian

Penulis: Galih Lintartika | Editor: Samsul Arifin
DOKUMEN PRIBADI SURYONO PANE
TERDAMPAK - Suryono Pane, pengusaha PO Kopi Langit 81 saat berfoto di depan armada busnya. Ia berencana putar ludruk atau pengajian 

Poin Penting

  • Otobus Kopi Langit 81 di Pasuruan mengganti hiburan musik dengan tayangan lawakan, seni tradisional, dan pengajian untuk menghindari kewajiban membayar royalti lagu ke LMKN
  • Pemilik bus, Suryono Pane, mengkritik aturan royalti yang dinilai tidak transparan dan membingungkan bagi pelaku usaha kecil
  • Ia berharap pemerintah menyederhanakan regulasi agar tidak semakin membebani usaha transportasi yang sedang lesu akibat tekanan ekonomi.

Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Galih Lintartika

TRIBUNJATIM.COM, PASURUAN - Perusahaan otobus di Pasuruan berencana mengganti hiburan di dalam bus dengan tayangan lawakan, seni tradisional, hingga pengajian.

Agar terhindar dari kewajiban membayar royalti

Suryono Pane, pemilik otobus Kopi Langit 81 mengaku telah menginstruksikan kru bus untuk tidak lagi memutar lagu yang berpotensi menimbulkan tagihan dari Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).

“Kalau mengikuti aturan, kami wajib membayar royalti bila memutar lagu yang terdaftar di LMKN. Karena itu, saya minta kru menggantinya dengan hiburan lain, seperti ludruk, campursari, atau pengajian,” kata Suryono Pane, Rabu (20/8/2025).

Menurutnya, penumpang busnya sudah disuguhi tontonan seperti ludruk Kirun Cs, Kartolo Cs, hingga pengajian dari Gus Baha, Ustaz Adi Hidayat, dan Gus Iqdam.

Baca juga: Agen Bus Berhenti Nyetel Lagu Takut Mendadak Ditagih Royalti: Satu Unit Ratus Juta, Repot

Suryono mengaku kecewa dengan pola penerapan aturan tersebut. Menurutnya, penarikan royalti dilakukan tanpa sosialisasi memadai sehingga menimbulkan kesan liar.

“Seharusnya pemerintah memberi penjelasan lebih dulu. Mana lagu yang wajib royalti, mana yang bebas, atau mana yang sudah dihibahkan penciptanya. Kalau begini, rasanya seperti premanisme berkedok pajak,” ungkapnya.

Ia menambahkan, banyak kru bus yang masih bingung memahami aturan ini. Sebagian mengira semua musik yang beredar bisa diputar bebas tanpa biaya tambahan.

“Banyak yang berpikir kalau musik diputar dari handphone, toh kuota internet sudah dibayar. Jadi kaget kalau pemilik bus tetap diminta bayar hanya karena memutar lagu,” paparnya.

Bagi Suryono, kebijakan ini hanya menambah beban di tengah usaha yang sedang sulit. Jumlah penumpang kian menurun karena ekonomi lesu, sementara biaya operasional terus merangkak naik.

Baca juga: Bus Stop Putar Musik Takut Ditagih Bayar Royalti Miliaran, Ibu-ibu Protes Perjalanan Jadi Sepi

“Sekarang usaha otobus tidak seramai dulu. Saya baru lima tahun merintis, tapi kalau aturan semakin rumit, jelas memberatkan. Apalagi tidak semua orang bisa langsung memahami regulasi semacam ini,” ungkapnya.

Ia berharap pemerintah dapat lebih bijak dalam menetapkan kebijakan, agar tidak semakin menekan pelaku usaha kecil.

“Kalau setiap hal dikenai pajak, tentu makin berat bagi rakyat. Harusnya ada aturan yang lebih sederhana, lebih adil, dan tidak membebani,” pungkasnya.

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved