Laporan Wartawan TribunJatim.com, Sofyan Arif Candra Sakti
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Pemprov Jatim telah melaunching dua nama jalan baru, yaitu Jalan Sunda dan Jalan Prabu Siliwangi yang menggantikan Jalan Dinoyo dan Jalan Gunungsari, Kota Surabaya.
Hal tersebut bertujuan untuk merekatkan persaudaraan etnik Sunda dan Jawa yang selama ini dipercaya tidak bisa akur karena terbawa dengan peristiwa Perang Bubat yang terjadi 661 tahun yang lalu.
Sejalan dengan Pemprov Jatim, Pemprov Jabar juga segera melaunching Jalan Majapahit dan Jalan Hayam Wuruk di Kota Bandung dengan tujuan yang sama.
(Ini Alasan Pemprov Jatim Pilih Jalan Gunungsari dan Dinoyo Diganti Jadi Sunda dan Prabu Siliwangi)
Langkah-langkah tersebut ternyata diinisiasi oleh Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkubuwana X yang terlebih dahulu mempunyai Jalan Siliwangi, Pajajaran, dan Majapahit di Yogyakarta.
"Di Jogja telah dilakukan peletakan Jalan Siliwangi, Pajajaran, dan Majapahit menjadi satu kesatuan menerus dalam satu jalur," kata Sri Sultan, Selasa (6/3/2018).
Menurut Sri Sultan, peresmian jalan tersebut bertujuan untuk memutus sejarah masa kelam tragedi Bubat yang meretakkan etnis Sunda dan Jawa hingga sekarang.
(Meski Laga Kontra FC Porto Berakhir Imbang, Liverpool Dapat 4 Keuntungan Langka)
"Jadi dari Simpang empat Kejombor sampai simpang tiga Maguwoharjo lalu sampai simpang tiga Janti hingga simpang empat jalan Wonosari," kata Sri Sultan menjelaskan letak ketiga ruas Jalan Siliwangi, Pajajaran, dan Majapahit.
Penamaan jalan baru ini menurut Sri Sultan juga merupakan bagian dari pembangunan arsitektur urban dan pembangunan identitas sebagai tetenger atau tanda.
"Sehingga nantinya mampu dikenal sepanjang zaman karena mengakar di struktur sosial ekonomi dan budaya masyarakat," lanjutnya.
(Daya Saing Makin Ketat, Produksi Sepatu Lokal di Jawa Timur Menurun dan Stagnan)
Sri Sultan berharap, dari penamaan jalan baru ini bisa menjadi tonggak awal sejarah baru rekonsiliasi etnik Sunda dan Jawa.
"Penamaan jalan ini adalah upaya memutus dendam sejarah menuju rekonsiliasi budaya yang dulu diwariskan dari generasi ke generasi kedua etnik ini," pungkasnya.