Pesan Bu Tien Jelang Kekuasaan Soeharto Tumbang, Seorang Menteri Sampai Terkejut Saat Tahu

Penulis: Januar
Editor: Januar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Soeharto dan Bu Tien

Baca: Jalan Depan Galaxy Mall Surabaya Ditutup Hingga Siang, Lima Ambulan Ikut Terjebak Macet

"Soeharto cukup akrab dengan pemuda setempat, Faisal Abdaoe, yang kala itu berusia 15 tahun. Saya mendengar suatu saat Soeharto mengajak Faisal naik mobil dan memarkirnya untuk mengamati gerak-gerik tentara Jepang di markas mereka di Malioboro.

Tiba-tiba mendekat tentara Jepang yang mencurigai mereka. Segera Soeharto melilitkan kain scarf yang dibawanya, lantas memeluknya seperti orang pacaran. "Ha, ona aremaska (Hah, ada perempuan ya)?!' teriak serdadu itu sambil berlalu dari tempat itu," cerita Des Alwi.

Soal bahasa, Maftuh Basyuni menceritakan bahwa Pak Harto memiliki kemampuan bahasa Inggris yang bagus. "Jangan salah. Memang kalau di PBB berbahasa Indonesia demi kebanggaan bangsa." Hal yang sama dikatakan oleh Amoroso Katamsi saat mengikuti aktivitas Pesiden Soeharto untuk melakukan pengamatan sebelum memerankan tokoh itu dalam Pengkhianatan G30S/PKI (Arifin C. Noer, 1984).

Baca: Arthur Cunha Akui Tak Takut Hadapi Barito Putera

Baca: Berikut Penyesalan Soeharto Usai Kekuasaannya Tumbang, Semua Karena Abaikan Teguran Benny Moerdani

"Saat menjelaskan soal peternakan sapi di Tapos kepada tamu-tamu dari Australia, ternyata Pak harto berbicara sangat lancar dalam bahasa Inggris," kata Laksamana Pertama TNI ini.

Pak harto pun rajin mencatat. Setiap kunjungan ke daerah ia melengkapi diri dengan buku catatan. Seperti yang diceritakan Try Sutrisno saat melakukan kunjungan incognito selama dua pekan ke Jawa Tengah dan Jawa Timur. "Tak banyak yang tahu. Bahkan Panglima ABRI pun tidak. Hanya Komandan Paspampres, Komandan Pengawal, dr. Mardjono, dan seorang mekanik."

Baca: Akibat Khofifah Effect, Suara Muslimat NU Jawa Timur Diprediksi Jadi Rebutan di Pemilu 2019

Baca: Pembangunan Underpass Mayjen Sungkono Dianggap Mangkrak, ini Jawaban REI Jatim

Rombongan tidak menginap di rumah kepala desa atau rumah penduduk. Namun tidur seadanya dan tidak ingin diketahui orang. "Sangat prihatin tapi saya melihat Pak harto sangat menikmati perjalanan keluar masuk desa itu," cerita Try. Seluruh hasil kunjungan dicatat di buku yang selalu dibawa Pak Harto.

Masih banyak kisah-kisah menarik dan humanis dalam buku setebal 603 halaman dari tuturan 113 narasumber ini.

Berita Terkini