TRIBUNJATIM.COM - Sebuah cerita disampaikan oleh mantan Danjen Kopassus, Letnan Jenderal (Purnawirawan) Sintong Panjaitan.
Cerita tersebut terkait mantan Panglima ABRI, Jenderal TNI (Purnawirawan) Benny Moerdani yang melempar baret merah, baret yang menjadi ciri khas Kopassus.
Sintong menyampaikan kisah itu dalam buku Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando, yang ditulis oleh Hendro Subroto.
Peristiwa itu terjadi pada tahun 1985 silam.
• Cerita Sintong Panjaitan Soal Seleksi Kopassus, Terharu Lihat Reaksi Pasukan TNI yang Tak Lulus
Saat itu, Benny ingin memberikan anugerah gelar Warga Kehormatan Baret Merah kepada Yang Dipertuan Agung Malaysia, Sultan Iskandar.
Sultan Iskandar merupakan Warga Kehormatan Tentara Diraja Malaysia.
Sultan Iskandar juga sangat bersimpai kepada korps baret merah atau Kopassus.
Alasannya karena pada akhir tahun 1960-an Tentara Diraja Malaysia pernah dilatih oleh prajurit para komando, di Pusat Pendidikan Para Komando di Batujajar, Bandung.
• Sudjiwo Tedjo Ungkap Hasil Penelitian Doktor di London, Sebut Ahok Jatuh Bukan Karena Sentimen Agama
Untuk merealisasikan pemberian anugerah Warga Kerhormatan Baret Merah tersebut, maka pelaksaan tersebut dilaksanakan di Markas Kopasssus yang ada di Cijantung.
Sekitar setengah jam sebelum acara dimulai, Sintong Panjaitan yang saat itu menjabat sebagai Komandan Kopassus bertemu dengan Benny Moerdani.
Sintong kemudian memberikan baret merah dari meja kerjanya kepada Benny Moerdani.
"Ini baret merah bapak yang akan bapak pakai dalam upacara nanti," kata Sintong saat itu.
• Pengakuan Dokter yang Otopsi Jasad Korban G30S/PKI di Lubang Buaya, Tak Seperti yang Diberitakan
Benny Moerdani pun menerima baret merah itu.
Meski demikian, menurut Sintong saat itu wajah Benny Moerdani menunjukkan tidak suka.
Sesaat kemudian, baret merah itu dilempar ke meja yang ada di depan Sintong, lalu meluncur jatuh ke lantai.
Saat itu, Moerdani tidak mengucapan sepatah kata pun.
• Ucapan Kwik Kian Gie ke Jokowi Soal Ahok yang Tak akan Bertahan Lama Jadi Pemimpin: Semuanya Benar
Melihat hal itu, Sintong mengambil kembali baret merah itu, dan meletakkannya kembali di meja kerjanya.
Suasana seketika menjadi kaku.
Semuanya terdiam, karena raut muka Benny Moerdani berubah menjadi serius dan angker.
Sintong pun merasa tersinggung, dan menganggap tidak sepantasnya Benny Moerdani yang merupakan Panglima ABRI berbuat seperti itu.
• Pidato Soekarno Pasca G30S/PKI Tiba-tiba Berhenti Akibat Selembar Nota dari Ajudan, Isinya Mencekam
"Pak Benny tidak dapat dipisahkan dari Korps Baret Merah. Bapak dikenal sebagai orang pertama Korps Baret Merah. Jadi Aneh kalau bapak tidak berkenan memakai baret merah," ucap Sintong.
Meski demikian, perkataan Sintong tersebut tidak dijawab oleh Benny Moerdani.
Walaupun, pada akhirnya Benny tetap mengenakan baret merah tersebut saat upacara.
Seusai upacara Benny Moerdani pun mengatakan sesuatu kepada Sintong.
• 5 Hal Seputar Bisnis Ashanty Dikunjungi Tamu Misterius, dari Bawa Dupa, Menyan, Sampai Kain Kafan
"Saya sudah berjanji kepada diri sendiri bahwa saya tidak akan memakai baret merah lagi, setelah saya menerima perintah keluar dari RPKAD (kini dikenal Kopassus), saya sudah meninggalkan Cijantung," kata Benny Moerdani seperti yang ditirukan Sintong.
Belakangan diketahui, apa yang dilakukan oleh Benny Moerdani tersebut berawal dari kekecewaannya.
Saat itu, Komandan RPKAD (kini dikenal Kopasssus), Moeng Parhadimuljo mengeluarkan seorang anggota yang kakinya diamputasi.
Anggota tersebut adalah Lettu Agus Hernoto yang juga merupakan teman Benny Moerdani di RPKAD.
• Gara-gara Kapolres Lamongan, Maulana Sekarang Berangkat dan Pulang Sekolah Tak Lagi Digendong Ibunya
Padahal, kaki Agus harus diamputasi seusai pertempuran melawan Marinir Belanda dalam Perjuangan Trikora merebut Irian Barat.
Kaki Agus tertembak Marinir Belanda, hingga akhirnya membusuk dan keluar belatung.
Benny kemudian menyampaikan keresahan akan nasib temannya itu dalam rapat staf di Mako RPKAD.
• Diberi Janji Tapi Tak Kunjung Diangkat Jadi PNS, Pegawai Honorer di Pamekasan Segel Tiga SD Negeri
Dalam perkembangannya, tepatnya pada tanggal 5 Januari 1965, Benny Moerdani memenuhi panggilan Menteri/Panglima AD Letjen Achmad Yani di MBAD.
Benny Moerdani jusrtu dipersalahkan, dan dinilai tidak tahu etika dengan menyampaikan penilaian atas kebijaksanaan komandan.
Akibatnya, Benny Moerdani pun dipindahkan dari RPKAD ke Kostrad.
• Fakta Menarik Jelang Laga Persib Bandung Kontra Persija Jakarta, Mulai Kutukan Hingga Rekor Menanti