TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Penerapan uji coba Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan No 4 Tahun 2018 belum satu minggu dilakukan oleh pemerintah pusat. Namun dampak negatif dari penerapan aturan ini dikeluhkan oleh sejumlah rumah sakit di Jawa Timur, tak terkecuali di Surabaya.
Sistem berobat bagi pasien BPJS yang harus mengikuti format rujukan online itu dirasakan merugikan dan tidak sesuai dengan tekad untuk mendekatkan layanan kesehatan ke masyarakat.
Koordinator Wilayah Surabaya Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), Herminiati MARS mengatakan, selama uji coba aturan ini diterapkan, ada sejumlah keluhan dari pasien, dan juga rumah sakit yang disampaikan kepada dirinya.
"Yang paling banyak dikeluhkan itu soal rujukan online ini. Di mana, pasien ditentukan periksa di rumah sakit mana dimulai dari klinik, rumah sakit tipe D, C, B, baru rumah sakit tipe A," kata Hermi, Selasa (25/9/2018).
• Pakde Karwo Lantik Mantan Bupati Tulungagung Dua Periode Jadi Sekdaprov Jatim
Rumah sakitnya juga sudah ditentukan di titik mana oleh sistem. Tidak hanya itu, dalam sistem ini, jika pasien sebelumnya sudah ditangani di rumah sakit tipe A, misalnya, lalu ingin periksa kembali, maka sistem akan memberikan rujukan pemeriksaan yang berulang dari jenjang faskes terendah.
Pasien tersebut dikembalikan di faskes terendah untuk kemudian jika tak tertangani harus dibuatkan rujukan terlebih dahulu untuk ke faskes yang lebih tinggi.
"Tentu di rumah sakit ini dia akan mengulang lagi, periksa lagi karena tidak tahu rekam medik di layanan kesehatan sebelumnya, itu menyusahkan" ucap Hermi.
Sehingga pasien akan dibuat bolak balik melakukan tindakan dan pemeriksaan hanya untuk mendapatkan rujukan layanan ke faskes yang lebih tinggi.
• Inilah 5 Pesan Penting dan Warning Pakde Karwo pada 12 Kepala Daerah yang Dilantik
Hermi yang juga Direktur RS Ibu dan Anak Putri mengatakan sejak penerapan Sabtu lalu, ada penurunan jumlah pasien yang datang ke tempatnya. Bahkan penurunannya 50 persen. Dari yang biasanya 20 hingga 30 pasien saat ini perhari hanya 12 sampai 15 orang saja.
"Bagi rumah sakit tipe D, maka pasien di sana akan berkurang, tapi bagi kami tentu lebih berkurang," terangnya.
Yang merasakan dampak tentunya juga rumah sakit pendidikan. Para dokter muda akan susah mendapatkan pasien. Mereka akan dapat pasien dengan kasus yang rumit.
Padahal dokter muda seharusnya mendapatkan pasien yang normal lebih dulu, yang ringan, baru mendapatkan pasien dengan kasus yang rumit.
• Usai Kirim SMS Pacarnya, Remaja di Malang ini Lalu Akhiri Hidup Dengan Tragis
Di Surabaya sendiri rumah sakit pendidikan ada di RS PHC, RS, Unair, RSUD Dr Soewandhi, dan RSAL dr Ramelan.
"Selain rumah sakit rujukan ditentukan sistem, kendalanya adalah jarak antar rumah sakit di Surabaya itu berjauhan. Padahal ada sejunlah penyakit yang membutuhkan transport dengan fasilitas ambulans yang lengkap," ucap Hermi.
Misalnya kasus bayi kecil. Bayi ini harus didampingi dengan alat NICU dan sejumlah alat lain. Padahal tak semua rumah sakit memiliki alat itu di ambulans nya.
Ia menyayangkan adanya uji coba ini dilakukan secara serentak. Menurutnya uji coba sistem ini adalah versi ketiga. Setelah sebelumnya juga pernah dilakukan sistem rujukan online versi 1 dan 2.
Versi 3 ini dikatakan Hermi mirip dengan versi 1. Namun sistemnya yang paling membuat nyaman menurut Hermi adalah versi yang kedua.
• Tak Kuat Lagi Haid Dipaksa Hubungan Intim, Gadis di Gresik ini Laporkan Pacarnya ke Polisi
"Di versi 2, pasien tidak langsung ditentukan rujukannya di rumah sakit mana. Namun sistem memberikan pilihan rujukan rumah sakit berdasarkan tipenya, dan pasien yang menentukan," jelasnya.
Seharusnya jika memang uji coba, ia mengatakan cukup diterapkan di satu dua tiga kabupaten kota percontohan saja. Tidak serentak secara nasional langsung semacam ini.
Lebih lanjut PERSI Surabaya sudah melakukan pengiriman surat ke pusat yang tidak setuju dengan uji coba aturan ini. Tepatnya pada tanggal 14 September 2018.
"Sampai saat ini belum ada tanggapan. Kami awal bulan depan akan rapat lagi dan mennetukan langkah lanjutan," tegasnya.
• Dari 38 Kabupaten/Kota di Jatim, Hanya 8 Daerah ini Korwil TKD Jokowi Tak Dipimpin Bupati/Wali Kota
Hal senada juga disampaikan oleh dokter Deffy Letticya, dokter RSIA Putri. Ia mengatakan dengan sistem ini tidak jelas dalam hal faskes rujukan.
"Ada beberapa pasienbyang kami kembalikan, kalau jauh maka kami terima meski klaimnya agak susah. Selain itu beberapa pasein yang datang ke kami dulunya dari tipe B dan A, dirujuk ke kami, sedangkan kami tidakbtahu rekam mediknya, obatnya juga tidak ada di sini," tegas Hermi. (fatimatuz zahroh)
• Tanpa Kepala Daerah, Jajaran Orang Dekat Pakde Karwo Perkuat Tim Pemenangan Prabowo-Sandi di Jatim