Laporan Wartawan TribunJatim.com, Pradhitya Fauzi
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menangani kasus PT Dok dan Perkapalan Surabaya (DPS), Katrin Sunita mengaku masih pikir-pikir dengan putusan Ketua Majelis Hakim, I Wayan Sosiawan.
Pasalnya, putusan hakim kali ini lebih ringan bila dibandingkan dengan tuntutan yang diajukan JPU sebelumnya pada dua terdakwa kasus korupsi pengadaan tangki pendam fiktif, Muhammad Yahya dan Muhammad Firmasnyah Arifin.
Pada tuntutan di sidang sebelumnya, JPU menuntut Muhammad Yahya dengan hukuman lima tahun penjara.
Sedangkan, Muhammad Firmansyah Arifin dituntut tujuh tahun penjara.
Sedangkan pada sidang putusan kali ini, Jumat (12/10/2018), Muhammad Yahya, mantan Direktur Pemasaran dan Pengembangan Usaha PT DPS, divonis hakim dengan 4 tahun 3 bulan penjara.
Lalu Muhammad Firmansyah Arifin divonis 4 tahun 8 bulan penjara.
• Pasca Gempa Landa Jatim, Pemkot Surabaya Gandeng ITS untuk Lakukan Sondir dan Boring Tanah
Kendati demikian, dalam fakta persidangan yang ada, pihak kuasa hukum terdakwa maupun JPU, mengaku masih pikir pikir dengan putusan tersebut.
Kuasa Hukum Muhammad Firmansyah, Sigit Darmawan menjelaskan, pihaknya akan membicarakan terlebih dulu dengan terdakwa.
Sebab, pihaknya menilai putusan itu dirasanya masih tinggi.
"Karena memang akan pikir pikir, kami masih menunggu putusan tersebut," ungkap Sigit, Jumat (12/10/2018).
• Sidang Putusan Kasus Korupsi Pengadaan Tangki Pendam Fiktif PT DPS, 2 Terdakwa Divonis Berbeda
Diberitakan sebelumnya, kasus dugaan korupsi itu berawal ketika PT DPS menandatangani kontrak dengan PT Berdikari Petro.
Penandatanganan itu untuk melakukan pembangunan tangki pendam di Muara Sabak, Jambi dengan nilai proyek mencapai Rp 179.928.141.879.
Tapi, ketika pelaksanaannya, PT DPS melakukan subkontrak kepada AE Marine, Pte. Ltd di Singapura.
Selanjutnya, PT DPS merekayasa progres fisik (bobot fiktif) pembangunan tangki pendam.