Wawancara Eksklusif Pakde Karwo

Perbaikan Sistem yang Tidak Kasat Mata, Berbuah Lebih 100 Penghargaan Prestisius untuk Pemprov Jatim

Penulis: Mujib Anwar
Editor: Mujib Anwar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gubernur Jatim Soekarwo dan Wakil Gubernur Saifullah Yusuf (Pakde Karwo dan Gus Ipul), dalam sebuah acara peringatan hari besar kenegaraan, di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya.

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA – Pemerintahan Gubernur Soekarwo selama sepuluh tahun memimpin Jatim (2009-2019) adalah salah satu pemerintahan provinsi terbaik di Indonesia. 

Ini ditunjukkan dengan banyaknya penghargaan yang diraih Pakde Karwo, sepanjang dua periode memandu dan menjadi manajer bagi 39 rakyat Jatim, bersama Wakil Gubernur Saifullah Yusuf (Gus Ipul)

Setidaknya, ada lebih dari 100 penghargaan yang diraih Pemprov Jatim. Dimana yang paling monumental adalah, diraihnya penghargaan Samkarya Parasamya Purnakarya Nugraha.

Nah, bagaimana caranya 100 lebih penghargaan itu bisa diraih, dan apa resepnya, Pakde Karwo, Senin (11/2/2019) siang, di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, membeberkannya, dalam wawancara eksklusif dengan Mujib Anwar, Wartawan Harian SURYA (Tribunjatim.com Network).

10 Tahun Jadi Gubernur Jatim, Pengalaman Bareng Marsinah Ini yang Paling Berkesan Bagi Pakde Karwo

Berikut petikan wawancara lengkapnya:

Lebih dari 100 penghargaan diraih Pemprov Jatim selama 10 tahun Pakde Karwo dan Gus Ipul memerintah. Apa ini maknanya dan bagaimana hal luar biasa itu dapat terjadi dan diwujudkan?

Ada tiga hal mendasar, memang kita ada kemewahan yang luar biasa. Di bidang egalitarian, di bidang keterbukaan masyarakat, di bidang basis kulturalnya sangat kental, dan di bidang spiritualitas basis tersebut.

Saat membangun di wilayah Mataraman, patronnya birokrat yang bisa komunikasi dengan masyarakat. Ini khas. Transmisi ketokohan birokrasi yang bisa jadi panutan.

Di daerah Arek, mulai Jombang sampai Malang, daerah dengan peguruan tingi paling banyak dan masyarakatnya kualitatif.

Di daerah ini, selain meet the people, ketemu langsung. Juga berdialog langsung, menjelaskan ukuran-ukuran yang sangat kongkrit di masyarakat dari statistik yang ada.

Tidak mungkin kita akan bicara menjelaskan sesuatu tanpa sesuatu itu diangkakan.

Contohnya, ketika ada kritik ke Jatim, bahwa barang menjadi sangat mahal. Kalau inflasi 2,86 pasti akan dicari, apa yang mahal. Ternyata penyebabnya cabe dan tiket pesawat terbang.

Ini indikasi, bahwa tidak semua barang menjadi naik. Cabe naik karena musim hujan dan jadi busuk.

Sedang tiket pesawat mahal karena ditentukan administered price, harga ditentukan keputusan pemerintah. Nah, cara berdiskusi di kelompok tengah seperti itu.

Sedangkan komunikasi di kultural Madura, harus dekat dengan tokoh agama. Bahasannya disana, Kiai dulu, lalu orang tua, dan baru pemerintah.

Kalau salah menjadi tranmisinya, akan salah dan tidak sampai ke masyarakat. Cara-cara seperti itu menjadi efektifitas dalam membangun.

Dengarkan Suara yang Tak Terdengar, Tidak Ada Satupun Keputusan Politik yang Diambil Lewat Voting

Usai Jadi Gubernur, Pakde Karwo Lebih Memilih Jadi Dosen & Menulis Buku Paham Baru di Bidang Ekonomi

 

Dari 100 lebih penghargaan tersebut, puncaknya adalah Samkarya Parasamya Purnakarya Nugraha. Bisa dijelaskan?

Memang peranan pemimpin adalah mengantar, bukan top down. Pemimpin harus menangkap apa yang ada di masyarakat. Bahannya harus cocok.

Maka harus benar-benar grounded dan ngecek di lapangan, mengorganisasikan, mendorong dan melayani mereka bagian dari proses leadership.

Memang kemudian, berbagai pengalaman dan literatur yang ada, pemimpin harus rajin untuk mereka tidak sekadar bertemu saja.

Tapi juga harus bisa mengambil saripatinya pertemuan. Teori di organisasi, namanya sistem. Di Jatim, kita membangun sistem bukan top down, tapi partisipatoris.

Hal ini penting, karena sehebat-hebatnya kemampuan pembiayaan tapi kalau sistem tidak dibangun, ya tidak bisa.

Sistem inilah yang berhasil mengantarkan Jatim meraih penghargaan. Jadi penghargaan terhadap sistem.

Dan Samkarya Parasamya Purnakarya Nugraha itu mencakup 178 sistem, dan memang ini tidak kasat mata.

Tidak bisa diraba, tapi proses sistem berjalam. Pelayanan orang tidak ketemu orang tracking sistem.

Pelayanan di RSUD dr Soetomo dari rugi Rp 100 miliar, sekarang surplus Rp 375 miliar. Kalau nanti pelayanan non BPJS, bedah plastik, stem sel sekitar Rp 800 miliar atau hampir Rp 1 triliun.

Khofifah-Emil Besok Dilantik Jadi Gubernur Jatim Oleh Presiden Jokowi, Ini Pesan Khusus Pakde Karwo

Pembangunan Partisipatoris Berdampak Nyata Meningkatnya Daya Saing dan Naiknya Pendapatan Masyarakat

Pelayanan dasar tetap. Sistem inilah yang mahal.

Selain itu, di Jatim perumusan di dalam kebijakan perumusan anggaran pakai e-new budgeting. Ini asli dan khas betul.

Untuk penurunan kemiskinan sistemnya di bangun, orang miskin diajak bicara, apa yang diinginkan untuk menyelesaikan masalah.

Partisipatoris ini konsep yang sangat demokratis dan yang cocok.

Ini baru dilakukan negara yang penghasilannya 10 ribu dolar dan pendidikan sudah mapan.

Tapi saya tidak percaya, kalau kita bisa komunikasi kultural, kita bisa bicara dengan kelompok bawah. Meet the people, mengorangkan orang.

Inilah konsep yang sangat penting dalam pembangunan. Dan ternyata kita bisa. (Mujib Anwar)

Ini link videonya:

Berita Terkini