Laporan Wartawan TribunJatim.com, Luhur Pambudi
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Gusdurian Jatim memaknai peringatan satu tahun bom Surabaya sebagai pengingat adanya bibit intoleransi di dalam mentalitas masyarakat Indonesia.
Menurut Presidium Gusdurian Jatim Yuska Harimurti, perilaku kekerasan yang bentuknya teror, berakar dari adanya sikap intoleransi.
"Sikap itu menimbulkan rasa suka, tidak suka, anti, tidak anti," katanya pada TribunJatim.com setelah menghadiri peringatan setahun bom Surabaya di Gereja Santa Maria Tak Bercela, Senin (13/5/2019).
• Peringati Satu Tahun Bom Surabaya, Gereja Santa Maria Tak Bercela Gelar Misa dengan Fokus Berbeda
• Pasca Satu Tahun Bom Surabaya, Jemaat GPPS Masih Trauma Lewat dari Pintu Gereja Sisi Jalan Arjuno
"Dan kita masih ada bibit-bibit intoleransi yang mengarah pada hal demikian," lanjutnya.
Namun, lanjut Yuska, permasalah tersebut bukan hanya menjadi tanggungjawab aparat keamanan semata.
Melainkan, juga menjadi tanggungjawab setiap elemen masyarakat luas.
"Tapi seluruh unsur masyarakat harus bahu membahu," katanya.
Aspek edukasi bagi Yuska, merupakan aspek terpenting dalam upaya mengikis bibit intoleransi yang kerap membuahkan perilaku radikalisme.
• Pernah Menjadi Sasaran Bom Surabaya, GPPS Renovasi Bangunan Terdampak untuk Hilangkan Trauma Jemaat
• Satu Tahun Bom Surabaya - 7 Anak Pelaku Bom Surabaya Perlu Proses Pendampingan
"Melalui edukasi, kita bisa mengikis sikap intoleran. Apalagi intoleran itu sendiri kita tahu datangnya darimana," ucapnya.
Menurutnya, kemunculan sikap intoleran dilatarbelakangi tiga faktor.
Pertama, Masalah yang bersumber dari perbedaan keyakinan.
Kedua. Masalah yang bersumber dari kepentingan politik yang terselubung.
Ketiga. Masalah yang berkaiyan dengam eksistensi kelompok yang berhubungan dengan jaringan internasional.
"Ini yang patut kita waspadai semua apalagi belakangan intoleransi cenderung makin meningkat," tuturnya.