Momen Mahasiswa yang Lengserkan Soeharto Bertamu Pasca Tragedi, Ekspresi Berubah saat Pintu Ditutup

Penulis: Ignatia
Editor: Januar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Soeharto dan momen mahasiswa yang melengserkannya kunjungi dirinya

TRIBUNJATIM.COM - Peristiwa lengsernya Presiden Soeharto tidak akan pernah terlupakan dalam sejarah Indonesia.

Saat itu, gelombang demonstrasi dan pembangkangan dilakukan oleh mahasiswa di tahun 1998.

Dipelopori Mahasiswa, Jenderal Besar H.M. Soeharto akhirnya mundur dari jabatan Presiden tepat pada 21 Mei 1998.

Mahasiswa dan Soeharto pada masa itu menjadi dua belah pihak yang selalu 'berseberangan'.

3 Jenderal TNI Pernah Permalukan Soeharto, Nasib Tragis Menyambut, Ada yang Korban Pembunuhan Keji

Tragedi yang membuat Soeharto kehilangan kekuasaannya itu ternyata masih menyisakan banyak cerita.

Satu di antaranya adalah cerita momen sekelompok mahasiswa yang berinisiatif mendatanginya setahun setelah tragedi terjadi.

Berikut cerita yang berhasil dihimpun TribunJatim.com dari Intisari dan Tribun Jambi.

Presiden Soeharto pada saat mengumumkan pengunduran dirinya di Istana Merdeka, Jakarta, pada tanggal 21 Mei 1998. (AP PHOTO/CHARLES DHARAPAK via Kompas.com)

Pada saat itu hujatan dan demo terkait Soeharto masih sangat gencar bersamaan dengan kampanye Pemilu Multipartai 1999.

Tak dinyana, surat permohonan untuk menemui Pak Harto atas nama pribadi, mahasiswa jurusan jurnalistik Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politk (IISIP) Jakarta bernama Hendrikusumo Dimas Febiyanto, yang dikirimkan tanggal 4 Mei 1999, begitu cepat ditanggapi.

Pukul 13.00 WIB tanggal 10 Mei, Sekretaris Pribadi Pak Harto, Letkol (Pol.) Anton Tabah, memberitahukan bahwa pukul 09.00 WIB esok harinya, 11 Mei 1999, Soeharto bersedia menerima kunjungan si mahasiswa.

Selain nama penandatangan surat, juga diminta daftar nama lain yang akan ikut. Maka dicatatkanlah nama Subhan Lubis (juga mahasiswa IISIP Jakarta) dan Harry Sutiyoso, S.E. (bekas mahasiswa yang telah jadi karyawan swasta).

Soeharto Tiba-Tiba Batal Beli Pesawat Kepresidenan 16 Juta Dollar AS, Tak Semua Diungkap ke Publik

Sedangkan nama saya, FX Dimas Adityo (mahasiswa Fakultas Sastra jurusan Arkeologi UI), tidak didaftarkan. Ini memunculkan sedikit persoalan ketika esok paginya saya ikut dalam rombongan.

Setelah dijelaskan, antara lain keikutsertaan saya sebagai juru foto, Sekpri dan para ajudan Pak Harto bisa mengerti. Mereka pun mengizinkan saya.

Perjalanan rombongan mahasiswa tersebut menuju kediaman Soeharto di Jln Cendana tidaklah mudah.

Setelah meliuk-liuj menerobos kemacetan, mobil pun sampai di kawasan Menteng.

Ketegangan belum reda ketika kami dapati banyak jalan yang ditutup, dipersempit dengan pagar kawat berduri, atau dijaga aparat keamanan berseragam dan bersenjata lengkap.

Di setiap sudut jalan terdapat petugas keamanan yang rasanya selalu mengamati.

Setelah melewati berbagai rintangan dan halangan, akhirnya rombongan tiba juga di kawasan rumah Soeharto dan keluarga.

Kemudian kami diantar masuk ke halaman rumah Pak Harto melalui pintu yang dilengkapi alat deteksi logam seperti lazim terdapat di bandara.

Sejenak Anton Tabah mengajak kami berbincang, diselingi suguhan minuman teh.

la bilang, sejak ditugaskan sebagai sekretaris pribadi, ia baru tahu ternyata Pak Harto tidaklah seperti dilukiskan dan diduga banyak orang.

Anton juga menambahkan, rombongan kami termasuk beruntung karena menjadi salah satu yang terpilih di antara ribuan permohonan untuk bertemu setelah Pak Harto lengser.

Soeharto dan para mahasiswa yang demonstrasi (Intisari)

Waktu menunjukkan pukul 09.30 ketika seorang ajudan masuk dan mempersilakan kami menuju ruang tamu. Untuk mencapai tempat itu kami keluar dulu menuju teras depan, kemudian masuk melalui pintu utama.

Kami diantar menuju ruang tamu khusus yang letaknya di depan ruang tamu utama. Bagian rumah itu sering tampak di televisi ketika dulu Pak Harto (juga almarhumah Ibu Tien) sedang dalam acara keluarga atau menerima tamu negara. Ciri khasnya masih ada, yakni hiasan gading gajah berukir ukuran besar.

Di ruang tamu khusus, Pak Harto sudah berdiri menunggu kami, dalam pakaian batik berwarna biru dan celana biru.

Sebelum pintu ditutup, ekspresi wajah Presiden kedua Republik Indonesia itu berubah.

Momen Bu Tien Didatangi Tukang Ramal, Isi Ramalan Soal Soeharto Buatnya Terpana, Berujung Penyesalan

Dua orang pelayan menyuguhkan teh hangat untuk kami berempat.

Selanjutnya Pak Harto sendirian menemui kami, tanpa didampingi ajudan atau sekretaris pribadi.

Perubahan mimik wajah Pak Harto membuat kami semua tertegun, ia berbicara sambil tersenyum.

Ia sangat tenang, dan penuh nasihat, sungguh tidak mencerminkan Pak Harto sebagai bekas orang kuat yang memerintah dengan gaya "diktator" selama 32 tahun.

Pak Harto mengawali perbincangan dengan tekad mandeg pandhito setelah lengser keprabon.

Banyak berpuasa, mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa, dan menghabiskan hari tua bersama putra-putri, cucu, serta cicitnya.

Tujuan Sebenarnya Soeharto Beri Soekarno Gelar Pahlawan Proklamasi, Sesuai Permintaan Bung Karno?

"Meskipun hampir setiap hari didatangi tamu, bukan berarti saya menyusun kekuatan untuk comeback, kembali berkuasa, seperti dituduhkan orang," kata Pak Harto. Mereka yang datang dari aneka macam kalangan kebanyakan hanya bertukar pikiran, bersilaturahmi, atau menyatakan simpati.

Pembicaraan berlanjut ke banyak hal. Baik mengenai keberhasilan pembangunan maupun kegagalan, karena orang-orang yang tak bertanggung jawab dalam pelaksanaannya.

Ada jawaban yang diberikan setelah ditanya, tak sedikit pula yang langsung dijelaskannya tanpa ditanya.

Mengenai uang simpanan, mengenai yayasan, mengenai KKN, juga mengenai sikap diamnya di antara hujatan bertubi-tubi.

"Saya diam agar tidak menambah keruh daripada suasana. Saya kuwatir, apabila saya berbicara atau berbuat sesuatu malah akan menimbulkan hal yang tidak diinginkan," tambah Pak Harto seraya tersenyum.

Tidak terasa, percakapan telah berjalan hampir dua jam. Cerita mengenai banyak hal yang pernah dilansir media massa maupun belum, kami dapatkan pagi itu.

Presiden Soeharto. Gambar diambil pada 15 Januari 1998. (KOMPAS/JB SURATNO)

Perbincangan itu kami rasakan sama halnya seorang bapak yang berbicara di depan anak-anaknya, yang tentunya juga diselingi nasihat-nasihat.

Pukul sebelas lewat kami pun mohon diri, pulang membawa pengalaman yang tak terlupakan. Terlepas dari kesalahan dan kekeliruannya sebagai manusia biasa, nama Soeharto pernah tercatat dalam sejarah sebagai Bapak Bangsa.

“Saya tidak dapat mencegah mereka”

Pada saat kami berkunjung, hampir setahun setelah lengser, Pak Harto masih tampak sehat. Badannya memang terlihat urus, katanya itu karena banyak berpuasa. ,

Sebagai warga negara biasa, selain sering menerima tamu, ia juga sering mengunjungi kerabat, juga melakukan kegiatan lain. Memang tidak banyak lagi bekas pembantu dan orang-orang dekatnya yang berkunjung.

Bahkan ada beberapa yang terkesan meninggalkannya. "Yah, mereka punya kepribadian masing-masing. Kalaupun menjauh dari saya, tentu saja saya tidak dapat mencegahnya," katanya singkat.

Ada nada kekecewaan saat Pak Harto menjawab pertanyaan kami mengenai KKN.

Mimpi Aneh Soeharto 2 Tahun Sebelum Wafat, Sempat Diceritakan Tanpa Ekspresi, Keluarga Hanya Tertawa

"Berbagai kebijakan yang saya keluarkan pada saat menjabat, selalu saya utamakan untuk kepentingan daripada masyarakat banyak. Apabila kemudian lantas ada pelanggaran atau penyelewengan, itu terjadi dalam pelaksanaannya, oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab."

Mantan penguasa Orde Baru yang waktu kami kunjungi hampir berulang tahun ke-78 itu amat kecewa, karena segala masalah KKN selalu dirinya yang dituding.

Sementara ketika ia memerintah, banyak sekali orang yang juga ikut menikmati "kue" pembangunan, dan mungkin saat ini masih banyak yang berkeliaran. (Tribun Jambi/Intisari)

Berita Terkini