TRIBUNJATIM.COM, KLOJEN - Koalisi masyarakat anti korupsi (Komak) Jawa Timur mengadakan diskusi "Menolak Operasi Senyap KPK" di ruang sidang 1 Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, Selasa (10/9/2019).
Hal ini terkait Revisi UU KPK yang sedang dibahas di DPR RI. Banyak pihak menilai Revisi UU KPK ini hanya akan melemahkan KPK.
Pemateri diskusi adalah akademisi hukum Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Dr Sulardi SH MH dan akademisi hukum Universitas Brawijaya Dr Ali Safa'at SH MH.
"Judul saya 'KPK Banyak Musuhnya'", kata Sulardi mengawali diskusi.
(Penasihat KPK Dorong Pemkot Batu Punya Lembaga Pengawas Aset Informasi)
Menurut dia, pada 2016 juga pernah terjadi usulan revisi UU KPK. Saat itu sejumlah Masyarakat juga menolak dan presiden memilih tunda menyetujuinya.
Menunda berarti DPR punya waktu untuk mengerjakan lagi.
"Tapi yang ini (pembahasannya) lebih banyak lagi penolakan keras di masyarakat," ujar Sulardi.
Menurut Sulardi, masih banyak kasus-kasus korupsi besar di KPK belum disentuh. Harusnya itu yang diberi kekuatan.
Sehingga KPK masih menyentuh kasus-kasus kecil seperti OTT kepala daerah, termasuk kepala daerah di Malang Raya.
Sulardi menilai, momen revisi UU KPK merupakan 'Settingan'
"Dan saya curigai, Presiden akan menolak dan akan jadi pahlawan karena akan menyelamatkan KPK. Tapi jika pro, maka akan RIP KPK" ucap Sulardi.
(Wawancara Luthfi J Kurniawan, Calon Pimpinan KPK dari UMM, Buat Suasana Tak Nyaman untuk Korupsi)
Adapun Dekan FH UB, Ali Safa'at menyatakan, sisi material di perubahan UU KPK justru tidak jadi substansi.
"Sehingga tidak perlu dilakukan perubahan seperti yang diinginkan DPR," kata Ali.
Sementara dari sisi formal, anggota DPR RI periode 2014-2019 sudah habis karena telah ada hasil pemilu.
"Dari sisi legitimasi politik sudah kehilangan. Mungkin saja ada yang jadi anggota lagi. Tapi komposisinya sudah berubah karena sudah ada yang terpilih," papar dia.