Kasus Imam Nahrawi

Reaksi Keluarga Imam Nahrawi Pasca Jadi Tersangka oleh KPK, Sebut Alur Tak Jelas & Tuntut Keadilan

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menteri Pemuda dan Olahraga RI (Menpora) Imam Nahrawi ditemui di Asrama Haji Sukolilo Surabaya

Reaksi Keluarga Imam Nahrawi Pasca Jadi Tersangka oleh KPK, Sebut Alur Tak Jelas & Tuntut Keadilan

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Pasca penetapan Menpora Imam Nahrawi sebagai tersangka kasus dana hibah KONI, keluarga pun bereaksi keras.

Keluarga Imam Nahwari sangat menyayangkan penetapan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (18/9/2019) itu.

Seperti dijelaskan adik Imam Nahrawi, Syamsul Arifin, KPK rupanya terlalu dini menetapkan tersangka tersebut.

Syamsul menyebut KPK belum bisa membuktikan keterlibatan Imam Nahrawi dalam kasus tersebut. 

Reaksi Menpora Imam Nahrawi Saat Ditetapkan KPK Jadi Tersangka, Sampai Matikan Kolom Komentar di IG

Menpora Imam Nahrawi Ditetapkan KPK Jadi Tersangka Kasus Dana Hibah KONI

"Belum ada penjelasan detail dari KPK. Alurnya saja nggak bener! Hal ini belum ada pembuktian, tiba-tiba jadi tersangka. Kecuali kalau OTT (Operasi Tangkap Tangan)!," kata Syamsul kepada TribunJatim.com ketika dikonfirmasi di Surabaya, Rabu (18/9/2019).

"Justru, yang sudah ada bukti, malah nggak ditetapkan tersangka. Ini tentu ironi," sindir Syamsul tanpa menyebut detail nama yang ia maksud.

Tak hanya menyoal alur penetapan tersangka oleh KPK, Syamsul Arifin juga mempertanyakan status KPK saat ini.

Sebab, Ketua KPK Agus Rahardjo sebelumnya telah menyerahkan mandat pimpinan lembaga antirasuah ke Presiden Joko Widodo, Jumat (13/9/2019).

Audisi Umum Djarum Beasiswa Bulu Tangkis Ditiadakan, Menpora Minta KPAI Cari Sponsor Pengganti

Bahkan, satu di antara pucuk pimpinan KPK, Saut Situmorang menyatakan mengundurkan diri sebagai Komisioner KPK.

"Bagaimana mungkin, mandat sudah diberikan kepada presiden, lantas mereka masih bisa menetapkan status orang jadi tersangka?," kesal Syamsul kembali.

Menurutnya, hal itu menjadi perdebatan. "Bagaimana mungkin orang hukum nggak ngerti hukum? Atau memang saya yang nggak ngerti hukum?," kata anggota DPRD Jatim ini.

Penetapan tersebut menurutnya juga menjadi ironi penegakan hukum yang dinilai tebang pilih. "Negara ini sebenarnya menggunakan azas hukum apa? Kalau memang begitu, sekalian saja gunakan hukum rimba!," katanya kembali menyindir.

Mantan Ketua DPC PKB Surabaya ini juga berharap pihak penyidik bisa mengungkap peran Miftahul Ulum yang kemudian mengarah kepada kakaknya. "Buktikan dong, ini kalau lewat Miftahul Ulum, kesalahan yang mana?," kata Anggota Fraksi PKB ini.

Kalau KPK bisa membuktikan keterlibatan kakaknya, pihaknya mengaku akan legowo. "Ayo kita baca dasar-dasar penetapannya, referensi ayo kita ambil. Kami akan legowo kalau itu salah. Sebab, itu resiko pekerjaan dan jabatan," katanya.

Sebaliknya, apabila KPK bersikap tebang pilih, pihaknya berharap lembaga anti-rasuah tersebut mendapat balasan. "Kalau modelnya begini? Ini lembaga anti rasuah tapi melenceng banget," katanya.

"Kalau emang tidak salah, kami akan mempermasalahkan. Kami akan menuntut keadilan ke Allah. Kami tidak kawatir dengan tipu daya mereka," katanya.

"Apa mereka lupa kalau masih ada hukum Allah? Apa mereka lupa kalau mereka-mereka (KPK) ini juga manusia?," katanya.

Hingga saat ini, Syamsul mengaku belum berkomunikasi langsung dengan Nahrawi. "Komunikasi kami terakhir beberapa minggu lalu. Kami dengar info (penetapan tersangka) juga dari media," katanya.

Tak menutup kemungkinan, pihaknya akan memberikan bantuan hukum. "Saat ini kami sedang membahas bersama keluarga soal itu," pungkasnya.

Untuk diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi dan Asisten Pribadi Menpora Miftahul Ulum sebagai tersangka.

Keduanya dijerat dalam kasus dugaan suap terkait Penyaluran Pembiayaan dengan Skema Bantuan Pemerintah Melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) pada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) tahun anggaran 2018.

"Setelah mencermati fakta-fakta yang berkembang mulai dari proses penyidikan hingga persidangan dan setelah mendalami dalam proses penyelidikan, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (18/9/2019).

Alexander Marwata menjelaskan, dalam rentang 2014-2018 Imam Nahrawi selaku Menpora melalui Miftahul Ulum diduga telah menerima uang sejumlah Rp14.700.000.000.

Selain penerimaan uang tersebut, dalam rentang waktu 2016-2018, Imam Nahrawi diduga juga meminta uang sejumlah total Rp11.800.000.000.

Sehingga total dugaan penerimaan Rp26.500.000.000 tersebut diduga merupakan commitment fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan oleh pihak KONI kepada Kemenpora tahun anggaran 2018.

"Penerimaan terkait Ketua Dewan Pengarah Satlak Prima dan penerimaan lain yang berhubungan dengan jabatan IMR (Imam Nahrawi) selaku Menpora," kata Alexander Marwata.

"Uang tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Menpora dan pihak Iain yang terkait," sambungnya.

Para tersangka diduga melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. 

Berita Terkini