Laporan Wartawan TribunJatim.com, Muchsin Rasjid
TRIBUNJATIM.COM, PAMEKASAN – Dalam sehari, Pemkab Pamekasan digoyang unjuk rasa di waktu yang bersamaan dan di tempat berbeda, pada Selasa (24/9/2019).
Satu oleh aktivis Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) beberapa perguruan tinggi di Pamekasan dan satu lagi oleh Aliansi Pemuda Peduli Rakyat (Alpart).
Keinginan massa bertemu bupati, bertepatan dengan setahun masa kepemimpinan bupati.
Mereka ingin menagih janji politik bupati yang dituding masih belum dipenuhi. Di antaranya menciptakan 10.000 wirausaha baru berbasis potensi desa.
(Bupati Pamekasan Siap Maju Pilwali Kota Surabaya 2020 Bila Dapat Perintah PKB)
Menyediakan satu desa, satu truk tangki air bersih untuk desa rawan kekeringan.
Menyediakan minimal 5.000 beasiswa untuk santri, pelajar dan mahasiswa miskin berpotensi dan berapa janji lainnya.
Namun unjuk rasa yang digelar akitivis BEM ini diwarnai kericuhan antara pengunjuk rasa dengan aparat kepolisian di pintu pagar rumah dinas Bupati Baddrut Tamam, sisi timur.
Massa ingin masuk ke rumah dinas bupati, lantaran kesal hampir satu jam lebih menunggu bupati yang tak kunjung keluar.
Apalagi saat itu Plt Satpol PP, Kusairi datang menemui mereka dan mengatakan bupati sedang ada acara di luar kota selama dua bulan, sehingga tidak bisa menemui mereka.
Untuk meyakinkan massa, Kusairi menujukkan surat perjalanan dinasnya. Tapi masa tidak percaya dan tetap ingin bertemu bupati.
Massa membawa peralatan sound sistem yang diangkut mobil pikap, berusaha menorobos barisan aparat keamanan. Sehingga terjadi saling dorong antara massa dengan aparat kemanan.
(Reaksi PWNU Jatim Soal Demo Mahasiswa, Minta Jangan Ditunggangi Ideologi Tertentu: Merusak Bangsa)
“Pak kami sudah capek, Pak Bupati tidak mau ke luar juga. Tolong jangan halangi kami masuk, kalau tidak kami terpaksa menerobos,” kata coordinator lapangan, Sholehoddin dengan lantang.
Namun upaya mereka untuk masuk ke rumah dinas terhalang aparat dan mobil water canon yang berada di balik pintu pagar, sehingga massa yang semula merangsek ke depan, mendadak mundur.
Melihat ratusan massa hendak masuk lewat pintu barat, petugas Satpol PP langsung menutup dan mencegahnya.
Massa yang sebagian emosi memaksa masuk mendorong pintu pagar, sambil menendang-nendang, hingga menimbulkan kegaduhan dan pintu itu pun rusak dan hampir roboh.
Mereka mundur dan berlari menunju pintu pagar sisi timur, di kantor Pemkab, yang terletak di seberang jalan lalu masuk halaman yang kebetulan tidak ditutup dan tidak dijaga aparat keamanan.
“Ayo kita sisir dan geledah kantor bupati di atas. Apa betul bupati tidak ada,” kata salah satu aktivis.
Upaya mereka masuk ke kantor pemkab dihadang sejumlah aparat.
Di lokasi itu kembali terjadi bentrok antara pengunjuk rasa dengan aparat keamanan, yang membawa pentungan menghalau mereka.
Dalam insiden itu, terdapat dua pengunjuk rasa yang terluka di wajahnya akibat terkena pukulan aparat keamanan.
(Aksi Demo Para Mahasiswa Bertahan Hingga Malam di DPRD Malang, Terus Tuntut Batalkan RUU Ngawur)
Dan setelah dilakukan negosiasi, perwakilan mereka masuk ke kantor pemkab dan menyisir ruang kerja bupati yang memang tidak ada di ruang kerjanya.
Selanjutnya massa menemui Sekda Totok Hartono, untuk minta surat izin bupati yang ke luar kota selama dua bulan.
Tapi Totok Hartono tidak bisa memenuhi permintaan massa, karena surat dinas yang diminta itu berkaitan dengan instansi lain.
“Kalau begitu, kita kembali saja. Kami kecewa sekali, kedatangan kami tidak dihargai.
Menurut Sekda Totok Hartono, sejak kemarin hingga 40 hari ke depan, Bupati Baddrut Tamam, tidak bisa menjalankan roda pemerintahan di Pamekasan, karena mengikuti pendidikan di Lemhanas.
Sebenarnya kata Totok, mereka akan dipertemukan dengan Wakil Bupati Raja’e, agar berdialog dengan baik-baik.
Tapi massa tidak mau dan memilih ingin bertemu langsung bupati.
“Persoalan rusaknya pintu pagar rumah dinas bupati, nanti kami perbaiki,” kata Totok Hartono.
Sementara unjuk rasa yang dilakukan aktivis Alpart, di depan pintu pagar DPRD Pamekasan, mendesak pemerintah menuntaskan masalah tembakau dan garam, terutama harga tembakau yang terus anjlok dan merugikan petani.
Sebab sampai sekarang banyak tembakau kering yang sudah dirajang milik petani menumpuk tidak terbeli.
(Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Mojokerto Demo di DPRD, Tolak Revisi UU KPK)
Bahkan, juga tidak sedikit tanaman tembakau di lahannya, dibiarkan tidak dipetik.
Karena petani berasumsi tidak imbang antara biaya tanam hingga petik dan dikeringkan dengan harga jual tembakau.
Di depan pintu pagar, mereka membakar dua ban bekas dan memecahkan telur serta beberapa buah tomat yang dilempar ke aspal.
“Selamatkan kaum petani, tanpa petani pemerintah tidak ada apa-apanya, karena petani asset negara,” ujar Basri koordinator lapangan.
Kemudian mereka ditemui anggota Harun Suyitno, anggota DPRD Pamekasn dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan beberapa anggota DPRD lainnya.
Kemudian Harus Suyitno bersama pengunjuk rasa datang ke gudang pembelian tembakau di kawasan Asem Manis, Kecamatan Pademawu, Pamekasan untuk bertemu dengan pihak gudang.
(Aksi Demo Ratusan Mahasiswa Geruduk DPRD Kediri, Tolak RUU KPK & KUHP, Fraksi DPRD Dukung Tuntutan)