Kilas Balik

Ngerinya Pertempuran Tak Seimbang TNI AD di Timor Timur, Musuh Tak Hanya Manusia, 21 Prajurit Gugur

Penulis: Ani Susanti
Editor: Dwi Prastika
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ngerinya Pertempuran Tak Seimbang TNI AD di Timor Timur, Musuh Tak Hanya Manusia, 21 Prajurit Gugur

TRIBUNJATIM.COM - Ngerinya Pertempuran Tak Seimbang TNI AD di Timor Timur, Musuh Tak Hanya Manusia, 21 Prajurit Gugur

Pernah terjadi dalam sejarah saat TNI AD pernah menjalani tugas dalam sebuah pertempuran yang tidak seimbang di Timor Timur.

Dalam pertempuran itu, dari 30 orang prajurit TNI AD berangkat, hanya sembilan orang yang kembali.

Simak kisahnya berikut ini.

Sosok Agus Hernoto, Kopassus Berkaki Satu Selalu Dicari Soeharto, Dibela Mati-matian Benny Moerdani

Kisah itu ditulis dalam buku "328 Para Battalion, The Untold Stories of Indonesian Legendary Paratroopers, Setia-Perkasa-Rendah Hati", terbitan Elex Media Komputindo.

Dalam buku itu disebutkan, tentang aksi heroik seorang prajurti TNI AD bernama Sersan Mayor Didin Somantri.

Didin Somantri disebut sebagai sosok heroik di Mapenduma.

Berbagai pertempuran telah dia jalani.

Satu di antaranya adalah operasi di Timor Timur pada tahun 1978 lalu, tepatnya saat perebutan Matabean.

Taktik Jitu Kopassus Lumpuhkan Dukun PKI Mbah Suro di Padepokannya, Dikenal Sakti & Kebal Senpi

Didin Somantri yang merupakan ahli navigasi darat mengungkapkan, Batalyon 328 saat itu mendapatkan tugas merebut sasaran Matabean.

Menurutnya, saat itu selain medan tempur Matabean yang sangat berat, masyarakat setempat menurut Didin Somantri juga memiliki posisi yang menguntungkan.

Sebab, dengan kekuatan empat kabupaten, yaitu Bacau, Pile, Langen, dan Los Palos, mereka memiliki posisi yang lebih memungkinkan untuk melemparkan batu dari ketinggian tebing.

"Jadi pertempuran tak seimbang," tulis buku tersebut.

Pengakuan Sintong Panjaitan Lihat Detik-detik Anggota TNI Marah Gagal Jadi Kopassus, Endingnya Haru

Didin Somantri saat itu mendapatkan tugas sebagai penembak senapan kompi C Peleton 2.

Akibat pertempuran yang tak seimbang itu, sejumlah personel prajurit TNI AD pun gugur.

"Danton Didi Haryadi gugur. Dari 30 prajurit, yang bisa kembali hanya 9 prajurit," tulis dalam buku tersebut.

Sehingga, bisa jadi yang gugur dalam pertempuran itu mencapai 21 orang.

Dalam buku itu disebutkan, sasaran 7 merupakan sasaran yang paling berat.

Didin Somantri ingat betul, saat itu dirinya diminta mengawal Edi Sudrajat, yang saat itu pasukannya juga masuk ke lereng Gunung Tiba Silo.

Detik-detik Benny Moerdani Gagalkan Rencana Penculikan AH Nasution, Rela Tangkap Komandan Kopassus

Di sana banyak mata-mata orang sipil, bahkan perempuan yang membawa granat.

Maka sebagai pengawal, Didin Somantri yang juga jago bela diri ini tetap siaga.

Oleh karena itu, menurut Didin Somantri, untuk memenangkan pertempuran di tempat itu membutuhkan taktik yang jitu.

Alasannya, musuh saat itu tidak hanya manusia, melainkan juga alam dan penyakit.

Kisah Tatang Koswara Sniper Misterius di Kopassus, Berangkat Bawa 50 Peluru, 1 Butir untuk Dirinya

Ilustrasi - Personel TNI AD dalam lomba menembak AARM 2018. (ISTIMEWA/DINAS PENERANGAN TNI AD)

Momen Soeharto Ditanya Soal Pelepasan Timor Timur, Bahasa Tubuhnya Bikin Heboh dan Dipahami Salah

Pada masa pemerintahan Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto, Timor Timur atau Timor Leste pernah menjadi bagian dari Indonesia.

Saat itu Timor Timur menjadi provinsi termuda di Indonesia, yaitu provinsi ke-27.

Meski demikian, bergabungnya Timor Timur ke Indonesia hanya berlangsung selama sekitar 2 dekade.

Sebab, pada tahun 1999 Timor Timur lepas dari Indonesia, dan berganti nama menjadi Timor Leste.

Terkait Timor Timur, ada sebuah kisah di baliknya yang juga menyangkut Soeharto.

Kisah itu seperti yang disampaikan oleh Widodo Sutiyo dalam buku "Pak Harto The Untold Stories", terbitan Gramedia tahun 2012.

Hebatnya Kopassus Kalahkan Pasukan Anti Teror Korea Meski Membeku, Kuat Tempur di Medan Bersalju

Widodo merupakan seorang juru bahasa pada masa Orde Baru.

Dia mengaku begitu hafal bahasa tubuh Soeharto.

Menurutnya, ada sebuah kisah menarik terkait hal itu.

Bahkan, Widodo menyebutnya hal itu kemudian menjadi sebuah kehebohan.

"Suatu kali terjadi kehebohan seusai Pak Harto mengadakan pembicaraan empat mata di Manado dengan Presiden Marcos dari Filipina," kenang Widodo.

Kehebatan 3 Pendekar Bentengi Kopassus dari Ilmu Hitam Musuh, Misi Bebaskan Sandera WNI di Mapenduma

Kala itu, para pejabat Indonesia mendengar berita dari pihak Filipina, bahwa Indonesia hendak "melepaskan" Timor Timur.

Itu tersebut saat itu memang sedang menjadi isu politik terhangat.

"Tentu saja pihak Indonesia terkejut. Namun Pak Harto belum sempat mengadakan briefing dengan para pejabat RI, sebagaimana selalu dilakukan setiap selesai pembicaraan antara dua kepala negara," tulis Widodo.

Widodo melanjutkan, saat itu hanya dirinya yang bertugas sebagai penerjemah.

"Tetapi para pejabat tinggi itu pun tahu bahwa mereka tidak akan bisa memperoleh berita apa pun dari saya," ungkap Widodo.

Meski demikian, Mensesneg dan Menteri Luar Negeri saat itu akhirnya bertanya juga kepada dirinya.

Mereka menanyakan kepada Widodo, apakah Soeharto memang ingin melepaskan Timor Timur?

Peringati HUT TNI ke-74, Polda Jatim Fasilitasi Perpanjangan 2000 SIM Gratis untuk Anggota TNI

Mendapatkan pertanyaan itu, Widodo pun menjawabnya.

"Seingat saya, Pak Harto tidak pernah mengatakan seperti itu, apalagi masalah Timtim itu soal prinsip," jawab Widodo.

Namun, pihak Filipina menganggap Soeharto sudah siap melepaskan Timor Timur.

Setelah ditelusuri, ternyata ada semacam kesalahpahaman.

"Rupanya yang terjadi adalah ketika soal Timtim itu disinggung, sambil mendengarkan Presiden Marcos berbicara, Pak Harto mengangguk-anggukkan kepala yang disalahartikan sebagai semacam tanda setuju.

Mungkin kesan itulah yang ditangkap Presiden Marcos dan disampaikan kepada para stafnya sehingga menimbulkan salah tafsir tadi," tandas Widodo. (Januar)

Artikel TribunJatim.com.

Berita Terkini