“Betapapun amarah, tidak seharusnya mengorbankan kasih sayang bahkan mengancam nyawa anaknya.
Pertama mau dijebloskan ke sumur kemudian diseret tega benar hatinya telah tertutup oleh nafsu emosional yang tidak terkendali.
Apakah ibu ini tidak memiliki masih sayang?
Tentu ia memilikinya, namun saat itu godaan emosional kedurjanaannya mengalahkan kasih saya mulia dari hati seorang ibu,” papar Syamsul Rijal, dikutip dari Serambinews.com.
• Dua Pemuda Bangkalan Ajak ABG 14 Tahun ke Perkebunan Malam Hari, Dirudapaksa Bergiliran Hingga Hamil
Profesor menambahkan, pada kasus ini hendaknya menjadi pelajaran bagi kita semua, kesabaran diperlukan dalam menghadapi prilaku dan keadaan anak yang menimpanya.
“Tanpa kesabaran dengan mengedepankan emosi akan terhenti pada penyesalan selamanya,” lanjutnya.
Ia pun menyarankan, jika memang terpaksa marah, maka seorang ibu sebaiknya memarahi anaknya disertai dengan doa.
Bukan dengan mencelakakan apalagi sampai membunuhnya.
• Aksi Bejat Guru SD Bangkalan Cabuli Siswi 2 Kali di Depan Kelas Saat Lagi Baca, Beri Imbalan Rp 2000
Prof Syamsul kemudian menceritakan kisah ibunda Abdurrahman As-Sudais (Syekh Sudais), salah satu Imam besar Masjidil Haram yang termasyhur.
“Ingat kisah ibu Sudais ketika sangat marah karena anaknya mengotori makanan terhidang untuk tamu,” kata Syamsul.
“Beliau menghardik Sudais kecil dengan kata-kata ‘ke luar sana dan jadilah imam haramain,” lanjutnya.
“Ke luar ke sana seraya menjewer telinga anak misalnya, itu bentuk emosional. Namun kalimat ‘jadilah imam masjidil haram’ adalah bentuk doa dari seorang ibu”.
“Diperlukan transformasi teologi kesabaran dalam tugas berkehidupan modern saat ini,” pungkas Profesor Syamsul Rizal.
• Akan Koordinasi dengan Polda Jatim, Madura United Optimistis Gelar Laga Lawan Persebaya di Bangkalan