TRIBUNJATIM.COM, MALANG - Wabah virus Corona disebut-sebut jadi biang kerok lambatnya pertumbuhan ekonomi.
Masifnya penyebaran Corona atau Covid-19 itu disebut membuat sektor perekonomian lesu.
Banyak perusahaan merumahkan para karyawannya. Sektor perdagangan juga terimbas oleh virus yang kini menjadi pandemi global itu.
• 2 Pria Malang Tewas di Lapangan Dikenal Rela Jual Apapun Demi Bisa Minum Miras, Warga Sampai Heran
• Al Ghazali Bakal Nikah Muda sama Alyssa Daguise, Calon Besan Ahmad Dhani & Maia Ternyata CEO Sukses
Namun, mewabahnya virus Corona bukanlah menjadi bencana bagi Triana Surya Dewi, salah satu penjahit di Malang.
Wanita asal Kepanjen, Kabupaten Malang justru mendapat berkah di tengah pandemi.
Bermodalkan ketrampilan menjahit yang dimilikinya, Triana kini memproduksi masker dan baju hazmat, pakaian Alat Pelindung Diri (APD).
• Penerapan Physical Distancing di Tuban, Sterilisasi Kendaraan di 4 Jalan Protokol Ini Mulai Besok
• Dana yang Siap Baru Rp 360 M, Fraksi PDIP Jatim Dorong Penggunaan Silpa untuk Tangani Covid-19
Ibu dua anak ini mengaku, mendapat inspirasi memproduksi masker dan hazmat karena permintaan seorang temannya yang bekerja sebagai perawat, di salah satu rumah sakit di Kabupaten Malang.
Sebelum kebanjiran permintaan masker dan hazmat, Triana hanya mengandalkan penghasilan sebagai penjahit baju dan pembuat souvenir tas.
"Saya adalah penjahit baju dan terima pesanan tas buat acara nikah dan haji. Lalu ada teman memesan untuk dibuatkan masker. Sebelumnya udah pernah coba bikin tapi gak produksi masif, dari situ saya kebanjiran permintaan pembuaran masker,"ujar Triana saat ditemui di rumahnya yang berlokasi di Jalan Lawu, Kepanjen, Kabupaten Malang, Jumat (3/4/2020).
• RSUD Pamekasan Madura Butuh 500 Baju Hazmat untuk Persiapan Tangani Pasien Covid-19
Triana menambahkan, ia memproduksi masker dan hazmat dengan bahan baku kain spunbond.
Bahan kain tersebut kedap air, sehingga cocok digunakan untuk produksi masker dan hazmat.
"Awal produksi masker dan hazmat saya produksi dari stok kain spunbond produksi tas yang mangkrak alias belum terpakai. Sehingga saya manfaatkan," beber wanita yang pernah bekerja di perusahaan konveksi itu.
Saat ini, Triana mengaku kewalahan mengerjakan pesanan masker dan hazmat. Dalam sehari, Triana dibantu 5 rekannya dapat memproduksi 200 masker.
Masker tersebut dijual seharga Rp 20 ribu per kemasan berisi 12 masker. Total ada 1500-an masker yang harus dikerjakannya.
Pemasaran masker produksi Triana memang dari mulut ke mulut, via aplikasi WhatsApp. Ia menyasar pangsa pasar para tenaga medis dan masyarakat.
Sejauh ini, para perawat dari rumah sakit di Malang Raya, Surabaya hingga Probolinggo rutin memesan masker bikinan wanita kelahiran Bondowoso itu.
"Marketing memang dari mulut ke mulut ya. Pesanan sejauh ini dari para perawat masyarakat juga banyak yang pesan. Masker antriannya kini sekitar 1500-an pesanan masker sekarang yang masih harus saya kerjakan," kata wanita yang pernah menjadi sales promotion girl di salah satu pusat perbelanjaan di Malang ini.
Selain masker, pesanan hazmat atau baju pelindung diri juga terus mengalir. Para pemesan hazmat mayoritas adalah tenaga medis perawat di rumah sakit.
Triana menerima pesanan hazmat made by order atau sesuai permintaan pesaan. Sejauh ini, ia menerima 20 pesanan hazmat dari perawat rumah sakit di Malang Raya.
"Saya juga terima jasa penjahitan hazmat bila ada konsumen yang bawa kain sendiri," terang wanita yang juga produsen permen jahe itu.
Ongkos jasa pembuatan hazmat bikinan Triana tergolong cukup ekonomis.
Harga 1 set hazmat dihargai Rp 85 ribu. Sedangkan bila ada pemesan yang membawa kain sendiri, ia mematok ongkos jahit sebesar Rp 35 ribu per set hazmat.
Membludaknya pesanan masker dan hazmat sejauh ini, membuat pengerjaan produksi yang dilakukan Triana membutuhkan waktu.
"Hazmat ini all size ya ukurannya. Memang buat hazmat ini butuh waktu. Tapi sejauh ini gak ada kesulitan berarti. Cuma, bahan kain spunbond dan karetnya aja yang mulai terbatas. Mungkin banyak permintaan juga," tutur wanita yang mendapat ketrampilan menjahit secara otodidak ini.
Triana menuturkan, sejak mewabahnya virus corona, ia sudah menghabiskan bahan baku 3 roll kain spunbond. 1 roll kain panjangnya 100 meter.
"Sekarang fokus produksi hazmat sama masker. Kalau ada pihak rumah sakit yang memesan juga, ya saya sanggup," papar wanita berusia 45 tahun.
Mewabahnya Corona malah membuat penghasilan Triana meningkat. Wanita berhijab tersebut dapat meraup omzet kotor senilai Rp 2 juta dalam waktu sepekan.
"Seminggu bisa dapat Rp 2 juta omzet kotornya. Meski cuma kerjakan ongkos jahit saja ya tetap untung," tandasnya.
Capaian penghasilan tersebut dirasakan Triana berbeda dengan omzet yang didapatnya sehari-hari. Bila hanya mengandalkan penghasilan sebagai penjahit baju dan pengrajin tas.
"Satu bulannya omzet kotor gak sampai Rp 5 juta sebelum ada Corona ini," beber Triana.
Penulis: Erwin Wicaksono
Editor: Heftys Suud