Pakar Hukum : Pemakzulan Bupati Jember Menunggu Keputusan MA

Penulis: Sri Wahyunik
Editor: Yoni Iskandar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Rapat paripurna hak menyatakan pendapat (HMP) DPRD Jember, Rabu (22/7/2020).

 TRIBUNJATIM.COM, JEMBER - Pemakzulan atau pemberhentian secara politis bupati Jember oleh DPRD Jember tidak akan berpengaruh terhadap administrasi tata negara dan pemerintahan di Pemkab Jember. Sebab pemakzulan sampai saat ini masih bersifat politis, dan belum bersifat administratif.

Demikian disampaikan oleh Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Jember Adam Muhsi ketika dimintai keterangan terkait peristiwa pemakzulan Bupati Jember Faida oleh DPRD Jember.

Adam mengatakan, secara administrasi, seorang kepala daerah diangkat memakai legal formal sebuah surat keputusan.

"Karenanya secara administrasi pula pemberhentian itu terjadi jika ada penetapan pemberhentian. Memang mekanismenya bermula dari sikap politis dewan terlebih dahulu, untuk kemudian disampaikan ke Mahkamah Agung. Dan MA memiliki waktu 30 hari untuk menguji usulan tersebut. Demikian aturan di UU Pemda," ujar Adam Muhsi kepada TribunJatim.com Jumat (24/7/2020).

Keputusan apapun nanti menunggu hasil di MA. Jika MA menyatakan memang bupati bersalah, lanjut Adam, harus ditindaklanjuti oleh DPRD Jember dengan mengusulkan pemberhentian kepada Mendagri.

DPRD Jember Pastikan Segera Kirim Berkas Pemakzulan Bupati Faida ke Mahkamah Agung

Petugas Sisir Sungai Cari Pria yang Melompat dari Jembatan Sembayat Gresik

Demi Beli Ponsel Buat Anaknya Ikut Pembelajaran Online, Ibu Ini Jual Kambing: Di Desa Tak Ada Sinyal

Kalaupun DPRD tidak mengusulkan, menteri bisa memakai fatwa MA tersebut untuk membuat keputusan pemberhentian.

Untuk melaksanakan fatwa MA itu, ada waktu 14 hari.

"Jika sudah ada SK pemberhentian, maka bupati tidak memiliki kewenangan. Tetapi selama belum ada SK, maka bupati masih memiliki kewenangan sebagai bupati," imbuh Adam Muhsi.

Adam menambahkan, setelah keluarnya keputusan pemakzulan secara politis, maka proses selanjutnya adalah penyerahan ke MA untuk pengujian pendapat tersebut. Bupati, lanjutnya, bisa berargumen atau membela diri melalui persidangan MA.

"Termasuk kalau dia menganggap ada cacat prosedur pemakaian HMP, maka bisa diujikan melalui persidangan tersebut. Jadi apakah benar atau tidak, ya harus melewati pembuktian di MA," tegasnya.

Adam menegaskan, bupati tidak memiliki kewenangan menilai prosedur HMP yang dilakukan dalam rapat sidang paripurna tersebut cacat prosedur.

"Karena berdasarkan UU Pemda yang menilai itu adalah lembaga peradilan, yakni MA," pungkas Adam Muhsi.

Sebelumnya, Bupati Jember Faida menyebut pemakzulan terhadap dirinya secara politis itu cacat prosedur. Sebab dia tidak diberi materi usulan HMP. Sementara, dirinya harus memberikan pendapat atas usulan tersebut di rapat paripurna HMP.

Karena surat dari DPRD Jember tidak disertai dengan dokumen materi usulan HMP, Bupati Faida menyebutnya cacat prosedur.

Seperti diberitakan, DPRD Jember secara politis memakzulkan Bupati Jember Faida melalui rapat paripurna Hak Menyatakan Pendapat, Rabu (22/7/2020). (Sri Wahyunik/Tribunjatim.com)

Berita Terkini