TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menegaskan, dibutuhkan ibu yang tangguh untuk bisa mencetak generasi emas pada tahun 2045 mendatang.
Generasi yang tentunya bebas dari kekurangan gizi maupun stunting.
Hal itu menjadi penekanan yang disampaikan Gubernur Khofifah saat menjadi keynote speaker dalam Webinar Nasional Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) bersama PP Muslimat NU, Selasa (11/8/2020) dari Gedung Negara Grahadi.
• Arena Judi Sabung Ayam di Lumajang Digerebek Polisi, Penjudi Kocar-kacir, Ratusan Motor Ditinggalkan
• Dapat Rekomendasi dari PDIP untuk Pilkada Tuban 2020, Setiajit Bakal Lepas Jabatan Kepala Dinas ESDM
Kalangan ibu milenial ini dewasa ini memiliki kecenderungan untuk tidak ingin terpengaruh oleh gaya pengasuhan generasi sebelumnya.
Namun, kelebihan ini ternyata tidak lantas menyelesaikan permasalahan stunting di Indonesia yang masih berada pada angka 30,8 persen.
Merujuk pada ambang batas yang ditetapkan WHO 20 persen, maka Indonesia masih tergolong sebagai negara dengan prevalensi stunting yang tinggi.
• 10 Pekerja Konstruksi Alami Luka Bakar dan Satu Tewas Akibat Ledakan di Pabrik Bioethanol Mojokerto
• Motor Plat Merah Masuk Barang Sitaan Grebek Sabung Ayam di Lamongan, Ada ASN Terlibat Perjudian?
Salah satu penyebabnya adalah, mudahnya terpengaruh iklan, promosi, ataupun gaya hidup yang cenderung instan dan praktis. Maka tidak heran bila akhirnya ibu milenial cenderung menjadi konsumtif, instan tanpa mempertimbangkan kebutuhan dasar anak.
“Pada tahun 2045 nanti adalah seratus tahun Indonesia merdeka. Pada masa itu, Indonesia diprediksi akan menjadi 7 kekuatan dunia. Namun, untuk mewujudkan hal itu, diperlukan peran ibu milenial yang tangguh untuk menyiapkan anak-anak agar tumbuh dengan kuat, sehat, tidak stunting menuju generasi emas 2045,” kata Khofifah yang juga berperan sebagai Ketua Umum PP Muslimat NU ini.
Karakteristik ibu milenial menurutnya sudah melek teknologi dan memiliki pola asuh sesuai zamannya. Namun, persoalannya adalah minat baca masih rendah, yang tentu saja akan berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia di masa mendatang.
Dalam laporan PISA 2018 yang dirilis Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) kemampuan siswa Indonesia usia 15 tahun dalam sains, matematika dan membaca termasuk rendah dan dibawah rata-rata OECD.
Programme for International Student Assessment (PISA) adalah Program Penilaian Pelajar Internasional adalah penilaian tingkat dunia yang diselenggarakan tiga-tahunan, untuk menguji performa akademis anak-anak sekolah yang berusia 15 tahun, dan penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Organisasi untuk Kerjasama dan Pengembangan Ekonomi.
Oleh karena itu diperlukan komposisi gizi yang seimbang untuk memenuhi kebutuhan protein keluarga. Dalam kesempatan itu, Khofifah juga mengakui masih tingginya angka stunting di Jawa Timur.
“Karena itu, selama masa pandemi ini, yang saya pesankan didalam bantuan sosial adalah telur. Jadi saya memastikan dalam bansos yang kuta salurkan ada beras ada telur. Tidak ada produk-produk yang tidak mendukung kebutuhan gizi anak seperti kental manis,” tandasnya.
Di sisi lain, dr Ranti Astria Hannah, Sp.A sebagai perwakilan ibu milenial dalam kesempatan itu mengingatkan para ibu untuk tidak memberikan susu kental manis untuk bayi dan juga sebagai MPASI.
Ia menjelaskan, bayi memiliki preferensi rasa manis dan juga asin. Jadi bila sudah diberikan makanan dengan gula berlebihan sejak dini, semakin besar akan menyukai rasa yang lebih manis lagi sehingga seiring anak bertambah besar semakin tinggi gula yang dikonsumsi.