Batik Sapu Lidi Jadi Ikon Kampung Jetis Kulon RT 10 Surabaya

Penulis: Christine Ayu Nurchayanti
Editor: Yoni Iskandar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Warga Kampung Jetis Kulon RT 10 RW 4 Kelurahan Wonokromo Surabaya sedang menyelesaikan batik sapu lidi.

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Untuk menggambar motif atau pola pada batik, biasanya perajin menggunakan canting.

Namun bagi beberapa orang, alat ini terbilang susah dan butuh keahlian khusus.

Hal ini mendorong Moh Huri, warga Kampung Jetis Kulon RT 10 RW 4 Kelurahan Wonokromo, Surabaya menggantinya dengan seikat sapu lidi.

Tidak sendirian, ia turut mengajak warga kampung untuk memproduksi kain batik sapu lidi. Produknya pun sudah dikirim ke beberapa kota di Indonesia.

"Secara teori, pembuatannya sama saja. Bedanya hanya dari aplikasi alat. Batik identik dengan canting. Nah, di sini ibu-ibu kesulitan kalau pakai canting. Akhirnya mencari alternatif lain," ungkap Moh Huri, perajin batik sapu lidi dari Jetis Kulon kepada TribunJatim.com.

Menurutnya, alat ini membantu ibu-ibu mengekspresikan diri. Hasil akhirnya pun tidak ada yang sama persis.

Baca juga: Via Vallen Jadi Saksi di Persidangan Kasus Pembakaran Mobilnya

Baca juga: Gombalan Lesty Kejora ke Rizky Billar, Dedek Jatuh Malah Diabaikan Gebetan, Irfan Hakim: Cie Marahan

Baca juga: Jasad Bayi Laki-laki Ditemukan di Sungai Mojoanyar Mojokerto, Diduga Baru Dilahirkan

"Antara satu dengan yang lain tidak akan sama, baik dari goresan maupun hasil warna," ungkap pembina batik di kampung Jetis Kulon ini.

Waktu pembuatan batik sapu lidi ini pun terbilang lebih singkat, hanya sekitar tiga jam untuk selembar kain. Bahkan ia menyebut ibu-ibu bisa membuat 10 batik dalam sehari.

"Waktunya lebih cepat daripada membatik pada umumnya. Untuk pewarnaannya kami ada dua yakni napthol dan remasol," Huri mengungkapkan.

Menurutnya, setiap sapuan lidi itu menarik. Saat sudah jadi, batik terlihat unik. Apalagi jika dibuat baju, seperti yang dilakukan warga kampung.

Meskipun terlihat mudah, ternyata untuk membuat selembar kain batik sapu lidi ini juga harus punya skill.

"Orang melihatnya kok gampang, padahal juga harus ada skill. Yang membuat harus punya rasa estetik. Membuat garis lurus melengkung itu sulit. Butuh keluwesan seperti menari," ungkapnya kepada TribunJatim.com.

Produksi batik sapu lidi asal Kampung Jetis Kulon ini sudah dikirim ke beberapa kota, paling jauh ke Jawa Tengah dan Kalimantan. Harga yang dibandrol beragam, mulai Rp 150 ribu sampai Rp 400 ribu.

"Ke depan, kami akan terus berinovasi supaya hasilnya lebih bagus lagi, misalnya dengan cara menambahkan daun untuk motifnya," tandas Huri.

Hadirnya batik sapu lidi ini dinilai sebagai potensi yang luar biasa oleh ketua RT 10 Jetis Kulon Mustofa.

Halaman
12

Berita Terkini