Penulis : Yoni Iskandar | Editor : Yoni Iskandar
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang biasa disapa Gus Baha adalah salah satu ulama yang dikenal masyarakat luas
Selain dikenal sebagai ulama yang mumpuni dalam bidang Al-Qur'an, Gus Baha masyhur dengan cara penyampaian ilmu agama dalam ceramahnya.
DalamĀ video yang diunggah akun Facebook, Gus Baha menceritakan ketika seseorang memiliki anak dan anak sedang marah.
Menurut Gus Baha, ketika anak sedang marah karena protes, misalnya dikasih uang saku 10.000 tapi protes meminta 15.000, maka tidak perlu marah. Sebab pada dasar itu cerminan dari hati orang tua.
Apapun yang dilakukan anak, menurut Gus Baha adalah bentuk dari sikap kedua orang tuanya. Bisa saja ketika anak meminta uang dengan keinginan yang lebih itu sebab orang tuanya yang memiliki sifat rakus akan harta. Serba tidak puas dengan harta.
Gus Baha juga mencontohkan ketika seorang anak misalnya protes dengan kondisi rumah yang berantakan, maka tidak perlu dimarahi, barang kali itu merupakan bentuk dari sikap dan hati orang tua, yang sebetulnya ingin selalu tampil bersih dalam segala hal.
Baca juga: Gus Baha: Tidak Benar, Ada Orang Sedikit-Sedikit Meniru Rasulullah
Baca juga: Gus Dur Ungkap Tingginya Rahasia Kewalian Gus Miek dan Benteng Terakhir Semaan Al Quran
Baca juga: LaNyalla, Ketua DPD RI Dorong Penyuluh Pertanian Melek Teknologi Digital
Jadi tugas orang tua menurut Gus Baha adalah memberi peringatan dengan tidak menegur kasar. Atau juga tidak memarahi anak yang demikian. Sebab ada maqolah ulama, "Jika anda ingin melihat hati Anda maka lihatlah kondisi anak Anda."
Itulah pesan Gus Baha soal anak. Sebagai orang tua tidak boleh memarahi anak. Sebab anak adalah cerminan dari kedua orang tuanya. A'lam.
Bahkan KH Ahmad Bahauddin Nursalim alias Gus Baha juga punya cara pandang yang tidak lazim bagi kebanyakan orang dalam menyikapi anak-anak.
"Ojo wani-wani karo anak, ndak kuwalat (Jangan berani sama anak, nanti kalian bisa celaka).
Gus Baha membalik kalimat tersebut, bahwa anak harus dihormati. Anak selamanya adalah anak.
Gus Baha menjelaskan, anak, mempunyai ikatan yang tidak akan putus. Berbeda dengan istri, ketika cerai maka hak dan kewajiban yang pernah melekat akan gugur seketika.
"Ikatan yang tak akan putus tersebut, meskipun jika anak mempunyai kelakuan yang nakal, mbedugal dan ndableg, mereka akan tetap menjadi anak, bahkan jika anak dan orang tua saling berjanji tidak mau mengakui hubungan mereka. Maka tetap saja secara syariat mereka tetap mempunyai hubungan, jika salah satu di antara mereka yang meninggal dunia, maka warisan tetap berlaku. Jika perempuan, maka walinya tetap saja adalah ayahnya," pesan Gus Baha.
Begitulah anak. Statusnya akan selalu melekat tanpa sekat. Anak adalah penerus Kalimat Tauhid.
Gus Baha memberikan poin penting tentang kalimat tauhid. Kalimat tauhid adalah kalimat kebenaran yang universal dan absolut. Sehingga jika kalimat tersebut diucapkan oleh orang gila sekalipun, kalimat tersebut akan selalu benar.
Kebenaran kalimat tauhid tidak bisa dimonopoli oleh siapapun. Meskipun diucapkan oleh seorang pendosa sekalipun kalimat tauhid tidak menjadi hina, begitu pula jika diucapkan oleh orang saleh sekalipun kalimat tersebut juga tidak akan bertambah mulia.
Siapapun orang yang mengucapkan kalimat tauhid akan menjadi mulia, siapapun orangnya. Sebab itulah Gus Baha menghormati anaknya, sebab anaknyalah yang kelak akan meneruskan kalimat tauhid tersebut.
Sebab inilah, Gus Baha mengaku tidak pernah memukul anaknya.
"Bagaimana bisa mukul ketika saya selalu ingat bahwa ia adalah umatnya Nabi Muhammad yang kelak akan menjadi penerus agama Islam," kata Gus Baha yang juga santri kesayangan KH Maimoen Zubair itu.
Jangan Sampai Anak Merasa Kecewa dengan Bapaknya
Kekecewaan anak terhadap orang tua, agaknya sebanding dengan kekecewaan orang tua terhadap anak. Sebagai orang tua kita merasa yang paling berhak atas masa depan anak kita. Sebagai anak, kita justru yang paling berhak kelak mau menjadi apa. Wajar, sebab zaman yang dialami oleh orang tua dan anak sama sekali berbeda.
Gus Baha selalu mewanti-wanti bagaimana anaknya harus bangga kepada bapaknya, ini bukan persoalan sombong-sombongan, tapi ini mendidik kepada anak agar ia tidak kecewa kepada orang tuanya dengan membanding-bandingkan orang tuanya dengan orang tua temannya.
Gus Baha mempunyai pola hidup yang sederhana, beliau punya televisi hanya karena, jangan sampai anaknya pergi dari rumah hanya ingin menonton televisi di tetangga.
Bagi para santri, ini persoalan yang sulit. Bagaimana agar anak bisa bangga mempunyai orang tua seperti kita.
Gus Baha, ketika memberikan uang saku untuk sekolah kepada anaknya yang masih sekolah setingkat SD: Mas Hasan selalu lebih dari teman-temannya. Kata istrinya apakah itu tidak boros jika anak seusia itu dengan uang 5.000 sedangkan teman-temannya hanya diberi uang saku 2.000
Kata Gus Baha'tidak. Sama sekali tidak boros. Gus Baha ingin mengajarkan kepada anaknnya untuk selalu jajan kepada penjual-penjual jajanan di sekolah, persoalan tidak sehat dan atau tidak enak lalu dibuang silahkan, buang saja.
Persoalan dibuang berarti itu adalah rejekinya hewan-hewan seperti semut, cacing dan lain-lain. Gus Baha ingin mengajarkan bahwa kita harus mempunyai kontribusi kepada orang yang mencari nafkah dengan cara yang halal; berjualan jajanan di sekolah-sekolah.
"Tidak ada yang mubazir, cara pandang seperti ini tentunya tidak lazim, dan tergantung pada niatnya. Meskipun tidak lazim, minimal bisa memberikan kita pemahaman yang lain, bahwa mendidik anak adalah pilihan orang tua. Jangan mengira bahwa anak nakal itu tidak ada hubungannya dengan orang tua, sangat berhubungan. Jika kalian ingin melihat dirimu, maka lihatlah anakmu.
"Cerminan seperti ini sering mengingatkan saya kepada teman-teman saya yang merasa menyesal hingga menangis setelah memarahi anaknya. Jika kita marah-marah bahkan memukul anak kita, pada hakikatnya kita sedang memarahi diri sendiri dan memukul diri kita sendiri. Kita sedang menyakiti diri kita sendiri," papar Gus Baha.
Berita tentang Ngaji Gus Baha