Penulis: Febrianto Ramadani | Editor: Heftys Suud
TRIBUNJATIM.COM - Ramadan 2021 merupakan Ramadan kedua di tengah situasi pandemi virus Corona ( Covid-19 ) di Indonesia.
Hal tersebut menjadi istimewa, karena pada masa pandemi ini pelaksanaan ibadah puasa dan ibadah lainnya masih dibayangi merebaknya Covid-19 di berbagai daerah, walaupun dari data yang ada intensitasnya sudah mulai menurun.
Untuk itu dalam menjalanan beragam ibadah wajib dan sunah tentunya tetap disertai dengan penerapan protokol kesehatan guna menghindari penularan dan penyebaran Covid-19.
Baca juga: Candaan Ayu Ting Ting Dijawab Luna Maya Ketus, Suasana Langsung Berubah Canggung, Tuaan Anda
Baca juga: Balasan Ayu Ting Ting Disindir Luna Maya ‘Tua’, Imbas Si Biduan Nyenggol Duluan, Sampai Pada Terdiam
Bagi umat muslim, kondisi terebut tentunya tidak menyurutkan langkah dan semangat untuk tetap menjalani Ramadan dengan sungguh-sungguh karena semangat dan dorongan yang cukup tinggi untuk bisa menjadi manusia yang bernilai tinggi dihadapan Allah SWT, yaitu manusia yang bertaqwa.
Tentunya kewajiban menjalankan puasa adalah bagi yang mampu, sehat, dan tidak memiliki halangan atau kondisi khusus yang disyariatkan untuk boleh menundanya.
Lantas bagaimana tentang puasa Ramadan bagi penderita/pasien Covid-19?
Berikut menurut Radian Jadid, pengurus Wilayah LKK-NU Jawa Timur, dan Ketua Relawan Pendamping Keluarga Pasien Covid-19 RS Lapangan Indrapura Surabaya.
Prinsip mendasar bagi mereka yang sakit adalah kemudahan untuk menunda pelaksananan puasa Ramadan, Allah SWT sendiri telah memberikan kemudahan dan dispensasi bagi ummatnya yang sakit maupun mempunyai udzur untuk tidak menjalankan puasa dan menggantinya di waktu yang lain.
Sesuai dengan KMK No. HK.01.07-MENKES-413-2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 dijelaskan bahwa mereka yang sudah positif terpapar Covid-19 melalui swab tes PCR memiliki beberapa klasikasi, mulai dari tanpa gejala, sakit ringan, sakit sedang dan sakit berat serta sakit kritis.
Baca juga: Pasar Bandeng Tradisi Gresik Jelang Hari Raya Digelar 5-10 Mei 2021, Berikut 10 Titik Lokasinya
Baca juga: Kisah Ramadan Pelajar Indonesia Puasa 16 Jam di Turki-Inggris, Tak Ada Azan hingga Masjid Dihidupkan
Untuk tanpa gejala (asimptomatik) pasien tidak menunjukkan gejala apapun. Untuk sakit ringan pasien dengan gejala non-spesifik seperti demam, batuk,nyeri tenggorokan, hidung tersumbat, malaise, sakit kepala, nyeri otot.
Pada sakit sedang terdapat pneumonia ringan dengan tanda klinis pneumonia (demam,batuk, dyspnea, napas cepat).
Untuk sakit berat pasien mengalami pneumonia/ISPA berat, yakni demam disertai infeksi saluran pernapasan, frekwensi napas >30x permenit, distress pernapasan berat atau saturasi oksigen (SpO2) <90% pada udara kamar.
Sedangkan pada sakit kritis biasanya terjadi atau perburukan dalam waktu satu minggu dengan beberapa indikator seperti hasil CT scan toraks ataupun USG paru yang menunjukkan opasitas bilateral,efusi pluera yang tidakdapat dijelaskan penyebabnya, kolaps paru, kolaps lubus dan nodul.
Bisa juga terjadigagal napas yang bukan akibat gagal jantung atau kelebihan cairan.
Secara umum, merujuk pada penjelasan tersebut, maka bagi penderita atau pasien Covid-19 dengan kriteria tanpa gejala dan sakit ringan masih diperkenankan untuk menjalankan puasa Ramadan.
Tentunya harus dengan pertimbangan yang matang, bahwa saat menjalankan puasa tidak memperburuk kondisi pasien.
Puasa harus dijalankan dengan kesadaran akan kesiapan dan kesehatan diri sendiri serta dasar keimanan sebagai sebuah bentuk pengabdian kepada Allah, bukan sebagai sebuah keterpaksaan.
Menjalankan ibadah sebagai sebuah kelapangan akan berdampak signifikan dalam meningkatkan keyakinan hiduppasien yang pada muaranya akan berdampak pada peningkatan imunitas dalam tubuhnya, dan sebaliknya bila dijalani dengan keterpaksaan tentunya akan berdampak sebaliknya sehingga bisamerugikan dan berdampakburukpadaproses penyembuhan.
Sedangkan pada mereka yang sakit berat dan kritis tentunya tidak diperkenankan untuk berpuasa karena kebutuhan asupan gizi dan juga asupan obat serta perlakuan medis lainnya masih sangat dibutuhkan untuk menjaga kondisidan meningkatkan kesiapan tubuh dalam menghadapi Covid-19.
Apalagi bagi mereka yang jelas-jelas mendapatkan asupan yang dimasukkan tubuh melalui infuse, tentunya menjadi batal apabila memaksakan diri untuk melakukan puasa.
Pasien yang sakit berat dan kritis tentunya membutuhkan banyak perlakuan medis yang mengharuskan seluruh asupan obat dan gizi yang terjadwal, termonitor ketat dan kontinyu untuk mempertahankan daya tahan tubuh menghadapi Covid-19.
Dengan demikian menjadi haram bagi mereka untukmemaksakan diriberpuasa pada kondisi tersebut, karena bisa berakibat fatal pada kondisi kesehatannya hingga bisa menimbulkan kematian.
Pada mereka yang sakit dengan kriteria sedang, tentunya harus benar-benar mengukur kondisi dirinya sendiri, kalau perlu berkonsultasi kepada dokter perawat untukmendapatkan masukan atau pertimbangan mengenai dampak yang bisa timbul apabila tetap menjalankan puasa.
Bila saat puasa, kekuatan fisik tidak terganggu, pernafasan masih normal dan tidakmerasakan dehidrasi, maka pasien bisa saja menjalankan puasa.
Atau kalau perlu dilakukan uji coba saat menjalani puasa, saat siang biasa dievaluasi untuk menentukan apakah masih bisa dilanjutkan sampai magrib (saatnya buka puasa) atau dihentikan saat itu juga bila tidak kuat (batal puasa).
Sekali lagi perlu diperhatikan bahwa selain niat, pelaksanaan puasa sangat bergantung dari motivasi dan juga keinginan baik serta mainset dari yang mejalankannya, sehingga bila dirasakan itu bukan menjadi kesulitan dan beban maka mereka akan sanggup menjalankannya.
Berpuasa, selain sebagai upaya bagi ummat untuk menuju tingkatan ketakwaan kepada Allah SWT, juga merupakan sarana untuk menjaga kesehatan tubuh.
Sudah banyak riset dan penelitian yang menyatakan bahwa puasa bisa menjadikan berbagai proses dalam tubuh menjadi seimbang kembali.
Adanya regenerasi sel, kelancaran proses detoksinasi tubuh, keseimbangan berat badan, terjaganya kesehatan jantung, terkontrolnya gula darah, terjaganya hormon pertumbuhan, mempercepat proses penyembuhan peradangan, peningkatan fungsi otak, serta peningkatan imunitas tubuh merupakan beberapa mafaat dari berpuasa apabila dilakukan dengan benar oleh mereka yang sehat dan tidak ada udzur.
Bagi yang sakit sudah ada kelonggaran dari Allah SWT untuk bisa menunda pelaksanaannya dengan tetap bisa menjalankan ibadah sunnah lainnya yang dilakukan untuk mengisi dan mewarnai kemuliaan bulan Ramadan.
Menjalankan ibadah hendaknya bukan merupakan suatu paksaan, tapi dijalankan dengan penuh kesadaran sebagai wujud bakti dan penyerahan diri makhluk kepada Sang Maha Pencipta.
Dengan demikian puasa bisa menjadi daya dukung bagi peningkatan imunitas yang berpengaruh kepada percepatan proses penyembuhan Covid-19.
Ibadah sebagai salah satu indikator tingkat ketakwaan dapat dilakukan sesuai dengan kemampuan masing-masing, disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi.
Berita tentang Ramadan 2021
Berita tentang ibadah puasa