Berita Madiun

Cerita Markonis Asal Madiun, Puluhan Tahun Menyelam Bersama KRI Pasopati

Penulis: Rahadian Bagus
Editor: Januar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Soewarto menunjukan fotonya pada saat masih muda.

Pada saat berpatroli, tiba-tiba Kapal Selam Pasopati berpapasan dengan kapal perang milik Australia. Tiba-tiba, terjadi serangan, kapal perang Australia tersebut menembakan rudal ke kapal selam yang ia awaki.

"Beruntung, pelurunya hanya melewati atas kapal selam kami. Komandan saya langsung meminta untuk mematikan mesin, dan segera menghindar," katanya.

Dia mengatakan, kapal selam yang dibeli Bung Karno dari Uni Sovyet ini tergolong sebagai kapal selam canggih pada masa itu. Sebab, kapal selam ini dilengkapi dengan teknologi anti radar.

"Pasopati itu sebetulnya hebat, anti radar. Pada waktu itu kita sedang tidak menyelam. Langsung kita ngilang (menyelam)," katanya.

Soewarto mengatakan, kapal selam Pasopati pada saat itu sedang tidak membawa peluru sehingga tidak dapat membalas serangan. Sebab, pada saat itu, kapal selam Pasopati sebetulnya sedang dalam masa perbaikan. 

"Kami tidak bawa peluru, kalau kami bawa sudah hancur itu kapal," katanya.

Pengalaman menegangkan lainnya bersama Kapal Selam Pasopati, ketika ia ditugaskan untuk melakukan patroli di sekitar pulau Irian Jaya. Tiba-tiba 124 baterai di ruang dua meledak, saat kapal selam sedang menyelam.

"Baterai di ruang dua meledak semua, pengisian baterai terlalu panas. Sehingga pintu ruang dua langsung ditutup," katanya.

Ia mengatakan, ruang dua selain tempat penyimpanan baterai, juga digunakan sebagai tempat tidur bagi perwira dan tempat makan. Ruang dua juga digunakan untuk merawat awak kapal yang sakit.

Baterai, lanjutnya, merupakan alat yang penting. Sebab, baterai berfungsi untuk menyalakan mesin dan kelistrikan, sehingga kapal selam dapat berjalan. 

"Akhirnya kami selamat dan pulang ke pangkalan di Surabaya," ujarnya.

Meski banyak pengalaman yang hampir menewaskan dirinya, namun Soewarto mengaku tidak takut mati. Bahkan, ia berujar, mati di dalam kapal selam itu enak.

"Mati di kapal selam itu enak, cuma lemas rasanya," katanya.

Dia mengatakan, berbeda dengan kapal selam buatan Jerman, kapal selam buatan buatan Rusia kurang nyaman. Saat berada di dalam kapal selam rasanya panas. 

Padahal, untuk sekali penugasan ia harus menyelam dengan kapal selam selama satu bulan berkeliling di laut Indonesia. 

Halaman
123

Berita Terkini