Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Sri Wahyunik
TRIBUNJATIM.COM, JEMBER - Ketua Kelompok Tunggal Jati Nusantara, Nurhasan mengatakan, ia tak memaksa anggotanya untuk bergabung dengan kelompok.
Dia juga tidak membuka pendaftaran anggota secara resmi.
Hal tersebut terungkap dalam rilis pengungkapan peristiwa ritual maut di Pantai Payangan Jember, yang digelar di Mapolres Jember, Rabu (16/2/2022).
"Tidak ada paksaan anggota untuk bergabung, juga tidak ada surat edaran, atau pendaftaraan anggota secara resmi. Semuanya diinformasikan oleh anggotanya kepada masyarakat," ujar Kapolres Jember, AKBP Hery Purnomo saat memimpin rilis, Rabu (16/2/2022).
AKBP Hery Purnomo menuturkan perjalanan berdirinya Kelompok Tunggal Jati Nusantara.
Baca juga: Terungkap Tujuan Ritual di Pantai Payangan Jember, Berkah Ratu Pantai Selatan Sampai Kenali Diri
Nurhasan mendirikan kelompok itu setelah pulang dari Malaysia di tahun 2011. Dia memilih nama Tunggal Jati Nusantara. Dia juga memberikan layanan pengobatan alternatif dan spiritual.
Karenanya, dia dikenal juga sebagai guru spiritual. Meskipun warga sekitar rumah Nurhasan mengenalnya sebagai paranormal.
Nurhasan mendapatkan ilmu pengobatan itu dari gurunya.
"Dia punya seorang guru, tapi sudah meninggal dunia. Saat tim menggeledah rumahnya, juga ditemukan beberapa buku dan kitab, itu masih kami teliti lagi," ujar AKBP Hery Purnomo.
Barulah di tahun 2015, namanya dikenal. Beberapa orang yang merasa sembuh dari sakit mereka, atau mendapatkan solusi atas keluhan mereka, meneruskan informasi itu ke sanak saudaranya.
"Jadi biasanya yang sembuh itu memberikan informasi dari mulut ke mulut, kepada sanak saudaranya, terutama. Dari situ, ada yang diajak. Dan mereka yang ke situ, memang rata-rata punya masalah," kata AKBP Hery Purnomo.
Sampai akhirnya, Kelompok Tunggal Jati Nusantara memiliki 100an anggota. Meskipun polisi dan beberapa orang menyebut, kelompok itu juga bernama Padepokan Tunggal Jati Nusantara, namun tidak ada bangunan semacam padepokan.
Tempat berkumpulnya anggota di rumah Nurhasan di Desa Dukuhmencek, Kecamatan Sukorambi, Jember. Biasanya di ruang tamu rumah tersebut. Tidak ada bangunan semacam padepokan. Kegiatan pengajian terkadang juga berkeliling ke beberapa rumah anggota.
Tidak ada iuran rutin di kelompok tersebut. Namun untuk setiap kegiatan, setiap anggota diminta membayar iuran sebesar Rp 20.000.