Kedua, mendorong pihak ponpes mengevaluasi sistem dan metode kepengasuhan yang berlaku dikalangan santri senior dan junior.
Sehingga pihak pesantren dapat meminimalisir bahkan meniadakan potensi tindakan kekerasan antar santri di dalam ataupun di luar lingkungan ponpes.
"Ini adalah sebuah kasus yang ada di pesantren Gontor 1. Artinya bahwa manajemen tata kelola sudah dikonsep pola asuh dan kemusrifan yang ada yang dilakukan saat ini, kira kira ruang rongga santri hingga bertindak seperti itu di titik mana," terangnya.
Ketiga. Memastikan tingkat kerawanan konflik antara santri senior dan junior, sehingga pihak pengurus ponpes dapat segera mengantisipasi agar kejadian serupa tidak terulang.
"Berkaitan dengan pola komunikasi antara senior dan junior. Karena ini sampai terjadi pemberian kewenangan yang sangat tinggi kepada seniornya, bisa jadi karena mereka mengikuti perintah dalam menjalankan SOP mengenai kewenangan yang dimiliki senior, bisa terjadi proses pembullyan terhadap junior," pungkasnya.
Sekadar diketahui, dikutip dari Kompas.com, seorang santri Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) Ponorogo Jawa Timur berinisial AM tewas diduga dianiaya.
Kasus tersebut mencuat usai Soimah, ibu korban mencurahkan isi hatinya pada pengacara kondang Hotman Paris.
Pihak PMDG pun akhirnya mengakui ada dugaan penganiayaan dalam kasus kematian AM.
PMDG mengaku telah mengeluarkan beberapa santri yang diduga terlibat dalam penganiayaan.
Kasus ini kini ditangani oleh Satuan Reserse (Sat Reskrim) Polres Ponorogo.
Rangkaian Kejadian Tak Hanya Satu Titik
Kapolres Ponorogo AKBP Catur Cahyono mengatakan, polisi telah memeriksa sembilan saksi dalam kasus tersebut.
Sembilan saksi itu yakni dua santri, empat dokter, dan tiga pengurus pondok.
Jumlah saksi akan terus bertambah. Sebab, rangkaian kejadian dugaan penganiayaan tidak hanya di satu titik saja.
"Kemungkinan saksi diperiksa akan bertambah karena rangkaian kejadian tidak hanya satu titik saja," kata dia, Selasa (6/9/2022).