Laporan Wartawan TribunJatim.com, Luhur Pambudi
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Direktur Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Jatim Kombes Pol Muhammad Taslim Chairuddin mengatakan, pihaknya telah menindak seorang anggota polisi lalu lintas (Polantas) yang diduga menyalahgunakan kewenangan saat bertugas.
Yakni, Brigadir SA, yang sempat terekam kamera ponsel, dalam durasi 2 menit 20 detik, berseteru dengan dua orang sopir, di sebuah gerbang tol, kawasan Gresik, Sabtu (3/9/2022) silam.
Temuan tersebut, diperolehnya selama kurun waktu tiga bulan dirinya menjabat sebagai Direktur Ditlantas Polda Jatim. Terhadap, seorang anggota tersebut, Taslim menegaskan, pihaknya telah memberikan sanksi etik.
Namun, ia memastikan, pengawasan struktur dan melekat secara internal, senantiasa terus dilakukannya terhadap ratusan orang personel yang bertugas dalam Ditlantas Polda Jatim, termasuk satlantas di masing-masing polres jajaran.
"Selama 3 bulan saya menjabat ini, yang bisa kami beri tindakan baru satu orang yang kemarin. Yang kasus viral penindakan pengendara mobil. Di satu sisi dia benar, tapi indikasinya mengarah ke sana (pungli) juga ada. Sudah kami berikan sanksi," ujarnya saat dihubungi TribunJatim.com, Rabu (26/10/2022).
Selain itu, Taslim juga mengimbau masyarakat untuk tidak takut manakala menemukan oknum Polantas berulah nakal dengan menyalahgunakan kewenangan mencari keuntungan pribadi, di jalanan.
Baca juga: Sidoarjo Baru Ada 3 Titik ETLE, Ratusan Pelanggar Sudah Kena e-Tilang, Surat Dikirim ke Rumah
Bahkan, ia juga memberikan nomor kontak ponsel pribadinya yang dapat dihubungi 24 jam untuk melaporkan temuan tersebut. Yakni, pada nomor WhatsApp (WA) dan seluler, 0823-1741-1994.
Selain memanfaatkan layanan aduan resmi yang tersedia di masing-masing kanal layanan informasi dari polres jajaran dan Bidang Propam Polda Jatim.
Masyarakat juga dapat memanfaatkan nomor miliknya itu, untuk melaporkan setiap temuan Polantas nakal yang kebetulan ditemui di jalanan.
Namun, Taslim berharap, para pelapor dari masyarakat dapat memberikan informasi secara detail, lengkap dan jelas mengenai laporan yang akan disampaikannya.
Di imbau, para pelapor membubuhi identitas pelapor, nama oknum Polantas yang menjadi terlapor, lokasi kejadian perbuatan dugaan penyelewengan itu terjadi, keterangan waktu; jam, hari dan tanggal.
Bahkan, masyarakat atau pelapor bisa juga melengkapinya dengan dokumentasi foto dan video momen si oknum Polantas tersebut berbuat lancung.
Namun, Taslim mengimbau, segala bentuk dokumentasi berupa foto atau video tersebut, tidak untuk disebarkan secara luas di media sosial.
Apalagi dengan maksud mengemasnya dalam narasi-narasi ujaran kebencian terhadap institusi Polri.
Baginya, masyarakat dan Polri merupakan satu kesatuan utuh laiknya dua sisi sekeping mata uang koin. Tidak ada Polisi tanpa masyarakat. Begitu juga, masyarakat juga membutuhkan Polisi.
Polisi, bagi Taslim, merupakan kontrol sosial masyarakat agar tetap patuh dalam norma sosial dan aturan hukum yang berlaku.
"Serahkan sama saya, berikan sama saya, sebagai pimpinan lalu lintas di Polda Jatim, saya akan memberikan respon sesegera mungkin, semua hal yang dilaporkan oleh masyarakat. Dan. InsyaAllah saya akan bersifat proporsional, kalau anggota salah ya diberikan sanksi, tapi kalau mereka benar harus saya sampaikan dan bela. Enggak boleh ada kebencian," tegasnya.
Selain itu, Taslim juga memberikan pemaknaan khusus mengenai adanya larangan menggelar tilang secara manual, yang dituangkan dalam surat telegram Nomor: ST/2264/X/HUM.3.4.5./2022, per tanggal 18 Oktober 2022, yang ditandatangani oleh Kakorlantas Polri Irjen Pol Firman Shantyabudi, atas nama Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Larangan tersebut, menurutnya, dimaksudkan agar jajaran kepolisian di masing-masing daerah, dalam rangka melakukan penegakkan hukum kedisiplinan berkendara, tidak lagi melakukan razia di jalanan secara manual atau konvensional terhadap masyarakat.
Penindakan hukum tersebut, kini mulai beralih menggunakan sistem berbasis digital, yakni Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) berbasis statis yang terdapat di persimpangan jalan, dan atau ETLE Mobile.
Mobil Integrated Note Capture Attitude Record (INCAR), merupakan inovasi teknologi ETLE berbasis mobile, karya milik anggota Ditlantas Polda Jatim, yang kini berjumlah 51 unit tersebar di 39 polres, polresta dan polrestabes jajaran Polda Jatim.
Sedangkan, ETLE statis, terdapat 78 titik kamera yang telah dipasang di 13 polres dan polrestabes.
Namun, bukan berarti anggota Polantas tidak lagi berada di jalanan sebagaimana tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) mereka.
Taslim mengatakan, anggota Polantas tetap akan melakukan patroli, tak terkecuali merespon setiap keluhan laporan gangguan keamanan dan ketertiban di jalanan.
Manakala ditemukan adanya temuan pelanggaran lalu lintas kasat mata di hadapannya, anggota Polantas akan memberikan teguran simpatik secara lisan ataupun tertulis, berupa imbauan dan edukasi tertib berlalu lintas.
"Jadi ketika kita Patroli menemukan adanya yang melakukan pelanggaran, tetap kita berikan tindakan. Tapi dalam bentuk lisan, berupa teguran lisan, dan teguran secara tertulis, bukan tilang," ungkapnya.
Namun, bilamana serangkaian teguran simpatik tertulis dan lisan atas suatu bentuk pelanggaran lalu lintas kasat mata, yang dilakukan Polantas itu, tetap tidak digubris oleh si pelanggar.
Bahkan, pelanggaran tersebut cenderung dilakukan berulang. Dan berpotensi mencelakai diri si pengendara sendiri maupun orang lain.
Taslim, menegaskan, anggota Polantas dalam tahap tersebut, berhak memberikan sanksi tilang manual secara langsung di lokasi.
"Kepada pelanggar-pelanggar yang sangat berpotensi pada fatalitas korban. Misalnya, anak-anak melakukan trek-trekan balapan di jalanan. Boleh jadi mereka memanfaatkan kebijakan pak Kapolri; tidak boleh melakukan penilangan di jalan. Lalu berlaku seenaknya di jalanan, yang sangat membahayakan orang lain.
Untuk yang seperti ini, mohon maaf, tidak dapat saya toleransi," tegasnya.
Mantan Ditlantas Polda Sumsel itu, menerangkan, penindakan hukum berupa sanksi tilang itu bukan diartikan sebagai cara agar menyengsarakan masyarakat.
Justru, tilang memberikan edukasi yang berefek jera, terhadap warga atau pengendara yang belum bisa berinteraksi sosial secara baik, menyesuaikan norma sosial dan aturan yang berlaku.
"Karena pada dasarnya tilang itu, bukan untuk membuat derita masyarakat. Tapi penegakkan hukum itu sendiri untuk memberikan efek jera kepada sebagian orang kepada orang yang belum bisa berinteraksi sosial dengan baik, dan norma sosial dan aturan yang ada," jelasnya.
Di lain sisi, Taslim juga memberikan tinjauan mengenai instruksi khusus Kapolri tersebut dari berbagai sisi.
Polantas dilarangan melakukan tilang manual dapat diartikan sebagai bagian dari implementasi program kerja Jenderal Listyo Sigit Pribowo, sebagai Kapolri, sejak mengikuti fit and proper test dihadapan Anggota DPR RI.
Bahwa, masyarakat selama ini acap mengeluh adanya penyalahgunaan kewenangan anggota Polantas dalam menjalankan tugasnya di jalanan.
Terdapat oknum anggota Polantas nakal yang kerap mencari keuntungan pribadi memanfaatkan kewenangannya menindak pelanggar lalu lintas saat di jalanan.
Sehingga, lanjut Taslim, itulah membuat Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk membuat sebuah program penindakan tilang berbasis sistem IT, bernama ETLE statis dan mobile. Agar memangkas celah potensi penyalahgunaan kewenangan anggota Polantas yang biasa terjadi di jalanan.
"Dalam konteks penegakkan hukum di jalanan memang sulit kita hindari. Karena terjalin simbiosis mutualisme karena pelanggar dengan petugas di lapangan. Tapi kita tidak boleh menyerah," katanya.
"Oleh sebab itu beliau mendorong supaya dibangun sistem sistem penegakkan hukum seperti E-TLE dan INCAR yang diterapkan di Jatim, untuk memutus interaksi antara petugas dan pelanggar di jalanan, dalam hal penegakkan hukum berlalu lintas ini," tambahnya.
Upaya yang dilakukan Kapolri itu, merupakan langkah untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap Polri.
Taslim menerangkan, November 2021 kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri, cenderung tinggi. Citra Polri di mata masyarakat mencapai titik puncak 82 persen.
"Dari aparatur penegakkan hukum di Indonesia, Polri paling atas. Diantara kementerian dan lembaga, Polri itu no 3, setelah lembaga kepresidenan dan TNI," ungkapnya.
Namun, periode Oktober 2022, citra Polri di mata masyarakat anjlok, pada angka 54 persen. Menurut Taslim, Kapolri saat ini menyadari betul, penyebab turunnya kepercayaan masyarakat terhadap Polri, karena adanya tiga kasus besar yang berkaitan dengan kinerja anggota kepolisian, beberapa bulan belakangan.
Tak pelak itulah yang memuat Kapolri memberikan instruksi kepada Korlantas Polri untuk tidak lagi memberlakukan tilang manual, namun lebih memaksimalkan tilang elektronik.
Dan instruksi tersebut akan dijalankan kurun waktu dua bulan ke depan untuk dilakukan analisis dan evaluasi, terhadap kinerja anggota Polantas. Tujuannya, mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada Polri.
"Inilah yang menjadi latar belakang beliau. Untuk sementara waktu coba dihentikan dulu. Kita bangun tingkat kepercayaan masyarakat kepada Polri," gamblangnya.
Taslim menerangkan, menjaga kepercayaan masyarakat terhadap Polri sangatlah penting. Apalagi, Polri juga mengemban juga tugas besar untuk terlibat dalam menggerakkan dan memajukan perekonomian masyarakat di tingkat daerah maupun nasional.
"Oleh sebab itu, tanpa kepercayaan masyarakat. Mustahil ada kerjasama dan kolaborasi antara Polri dengan masyarakat. Sehingga, di satu sisi kita mengatakan bahwa penegakkan hukum berlalu lintas itu penting untuk menekan terjadinya pelanggaran, laka lantas karena setiap laka lantas berawal dari pelanggaran, dan paling fatal, adalah penting bagi kita menekan angka fatalitas korban," terangnya.
"Kapolri, bilang tingkat kepercayaan itu harus diraih terlebih dahulu. Agar mampu Polri dipercaya masyarakat, terjadi kolaborasi baik antara masyarakat dengan Polri. Secara ekonomi nanti bisa mendukung pemerintah, termasuk di dalamnya terbangun kesadaran hukum masyarakat," pungkasnya