Selama bertahun-tahun Karyati mendapatkan perlakuan tidak mengenakan dari suaminya. Bahkan, KDRT itu dilakukan dihadapan anak-anaknya.
"Saking takutnya saya, traumanya saya, saya biasanya pake helm," katanya sembari meneteskan air mata.
Ia mengaku hanya pasrah, tidak bisa membuat banyak saat suaminya melakukan penganiayaan.
Apalagi badan suaminya jauh lebih besar.
Sehari-hari Tarmin, suaminya bekerja sebagai sekuriti di sebuah perusahaan.
Ia mempertahankan rumah tangganya yang tak sehat karena anak anaknya.
"Saya bisa bertahan karena anak anak masih di rumah. Kadang anak-anak beri perlindungan," ujarnya.
Dia mengungkapkan, setiap kali mendapatkan kekerasan selalu mendapatkan pembelaan dari putrinya. Jadi, setelah sekolah kembali normal itu mengaku takut berada di rumah.
"Pasca-sekolah mulai normal, saya tak berani tinggal sendiri di rumah. Saya biasa jahit di rumah tidak lagi karena takut. Saya kerja di usaha ayam geprek," katanya.
"Saya tidak pulang kalau tidak ada anak-anak di rumah. Jadi saat anak pulang, saya baru pulang bareng. Pernah kejadian dulu. Anak belum pulang, saya habis di rumah, saya ditendang, tetangga pada nonton. Tetangga juga pada ketakutan. Apalagi urusan rumah tangga juga. Gitu," ujarnya.
Baca juga: Kisah Suami di Tulungagung Aniaya Istri hingga Tewas, Bermula dari Penghasilan Suami Lebih Kecil
Karyati mengaku, suaminya juga berpengaruh buruk pada perkembangan anak-anaknya.
"Anak tegang dan tidak nyaman, "Ada bapak," gitu," tutupnya.
"Harapannya dihukum maksimal. Saya juga tidak mau mediasi," ujarnya kepada TribunTangerang.com.
Tidak sekadar menutup pintu damai, Karyati merasa tersinggung dan sakit hati dituduh selingkuh dihadapan anak-anak mereka.
"Saya sebenarnya terganggu dengan tuduhan saya yang selingkuh oleh suami saya. Apalagi ada anak saya. Seharusnya kalau selingkuh, dia ada buktinya, bahwa saya punya laki-laki lain. Bawa ke sini," katanya.