Pandangan itu didukung oleh peneliti Linda E. Weinberger, Ph.D dari Psychology Today.
"Meskipun kita hidup di era komunikasi multi-mode (misalnya, e-mail, Facetime, panggilan telepon, media sosial, teks), tidak ada pengganti untuk kehadiran fisik dan waktu yang lama untuk dihabiskan bersama. Kesempatan untuk terlibat dalam percakapan yang tidak dibatasi waktu mendorong komunikasi yang lebih dalam," kata Linda E. Weinberger, Ph.D.
Asal usul kata ngabuburit
Secara umum, ngabuburit adalah segala kegiatan yang dilakukan untuk menunggu waktu berbuka puasa.
Kata ngabuburit sejatinya berasal dari bahasa Sunda.
Menurut Kamus Bahasa Sunda terbitan Lembaga Bahasa dan Sastra Sunda (LBSS), ngabuburit berasal dari kata ngalantung ngadagoan burit.
Artinya, bersantai-santai sambil menunggu waktu sore.
Burit sebagai kata dasar dari kalimat tersebut memiliki arti sore hari.
Rentang waktunya yakni antara usai shalat ashar hingga matahari terbenam.
Morfologi Sunda lain menyebutkan jika ngabuburit berasal dari kata ngabeubeurang (menunggu siang hari), ngabebetah (nyaman) dan ngadeudeket (dekat).
Mulanya, ngabuburit merupakan tradisi orang Sunda yang gemar berkumpul pada sore hari.
Tradisi tersebut tidak ada hubungannya dengan bulan Ramadan dan bisa dilakukan setiap hari.
Namun, lama kelamaan, istilah ngabuburit cenderung identik dengan bulan Ramadan.
Istilah ini juga telah tercatat dalam KBBI yang artinya adalah menunggu waktu azan magrib menjelang buka puasa di bulan Ramadan.
Dalam bahasa Minang, istilah ngabuburit dikenal dengan malengah puaso.
Artinya yakni melakukan kegiatan untuk mengalihkan rasa lapar dan haus saat ber puasa hingga menjelang berbuka.