Berita Malang

IDI Malang Raya Kritisi RUU Kesehatan, Beberkan 2 Dua Hal yang Jadi Fokus Sorotan

Penulis: Benni Indo
Editor: Ndaru Wijayanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

IDI Cabang Malang Raya melakukan aksi damai mengkritisi RUU Kesehatan yang tengah dibahas oleh pemerintah

Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Benni Indo

TRIBUNJATIM.COM, MALANG – Desakan untuk membatalkan RUU Kesehatan disuarakan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Malang Raya.

Dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Kartini, ketua IDI Malang Raya, Sasmojo Widito mengatakan pihaknya telah melakukan kajian sebulan belakangan ini terkait RUU Kesehatan.

Berdasarkan kajian tersebut, ada dua hal yang menjadi fokus IDI Cabang Malang Raya.

Pertama, mendesak pemerintah agar menetapkan IDI sebagai organisasi profesi dokter tunggal. Hal ini dinilai penting untuk menjaga etik dan norma kedokteran.

“Kami selamatkan masyarakat agar dokter bisa bekerja sesuai etika dan norma. Kalau organisasi tindak tunggal, etikanya bisa macam-macam,” ujar Sasmojo, Senin (8/5/2023).

IDI Cabang Malang Raya menilai bahwa UU yang lama masih relevan digunakan saat ini daripada harus membuat UU yang baru. Sehingga, RUU Kesehatan yang tengah dibahas saat ini harus dibatalkan. 

Dalam UU 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, di Pasal 27 dijelaskan bahwa tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.

Baca juga: Nakes di Jawa Timur Sambat Soal RUU Kesehatan, DPRD Jatim Jamin Teruskan Aspirasi

Tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. Dalam RUU Kesehatan, pada Pasal 314 diterangkan bahwa tenaga medis dan tenaga kesehatan harus membentuk organisasi profesi sebagai wadah meningkatkan serta mengembangkan pengetahuan, keterampilan, martabat, dan etika profesi tenaga medis dan tenaga kesehatan.

Dalam ayat selanjutnya, dijelaskan bahwa setiap kelompok tenaga medis dan tenaga kesehatan hanya dapat membentuk satu organisasi profesi. Organisasi profesi yang dimaksud membentuk perhimpunan ilmu. Pembentukannya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sasmojo menilai, semakin tunggal suatu organisasi lebih baik daripada beraneka ragam. Ia juga menegaskan bahwa IDI telah menjadi organisasi yang berumur panjang di Indonesia. Anggotanya telah tersebar di seluruh pelosok Indonesia. Menurutnya, IDI telah menjadi rumah bagi semua profesi dokter.

Baca juga: Tolak RUU Kesehatan, Tenaga Kesehatan di Ponorogo Gelar Doa Bersama dan Bagi Bunga ke Pasien

Hal kedua yang diharapkan yakni perlindungan hukum bagi para dokter di Indonesia. IDI Cabang Malang Raya menekankan poin ini karena menilai RUU Kesehatan yang baru berpotensi mengkriminalisasikan dokter.

“Mungkin seringkali rasa aman dalam menjalankan profesi ini dianggap sebagai hak imunitas atau kekebalan, namun hak mendapatkan rasa aman ini bukan berarti untuk melindungi profesi dokter, tak lain untuk memberikan keselamatan pasien dan keadilan bagi penerima layanan kesehatan,” terangnya.

Sasmojo menguraikan, pasal-pasal dalam RUU Kesehatan belum memperlihatkan secara konkrit adanya perlindungan hukum. Meskipun pada Pasal 282 RUU Kesehatan, diterangkan bahwa tenaga medis dan tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik berhak memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan profesi, dan standar prosedur operasional, namun pada Pasal 187 menjelaskan bahwasannya rumah sakit tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/atau keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang komprehensif. Rumah sakit juga tidak dapat dituntut ketika melaksanakan tugas dalam rangka menyelamatkan nyawa manusia.

“Bukan tidak mungkin Pasal 187 ini akan menempatkan tenaga medis sebagai penanggungjawab satu-satunya apabila ada suatu tuntutan dari pasien,” tegasnya.

Berdasarkan sejumlah kajian yang telah dilakukan, IDI Cabang Malang Raya mengusulkan ke pemerintah untuk dilakukan harmonisasi lebih lanjut agar sesuai dengan kebutuhan layanan kesehatan di Indonesia. Pembahasan harmonisasi berbagai stakeholder berdasarkan pada data-data yang ada. Diharapkan pembahasan harmonisasi tersebut selesai dalam waktu tiga bulan ke depan.

“Harmonisasi diharapkan akan menghasilkan suatu peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan warga Indonesia,” tutup Sasmojo

Berita Terkini