"Terdakwa membuka pintu sesuai peruntukannya dengan mendorong pintu ini masuk ke dalam dengan memegang gagang pintu tersebut."
"Tidak ada perkakas atau alat bantu yang digunakan untuk merusak pintu tersebut."
"Apabila akses pertemuan ayah dan anak diberikan oleh pemilik rumah, patut diduga peristiwa ini tidak pernah terjadi." ungkap Aldo.
Aldo juga merasa bahwa tuntutan tersebut dinilai mencederai rasa keadilan.
Sebab, AAE yang hanya ingin bertemu anaknya harus dituntut penjara 10 bulan.
Adapun JPU sama sekali tidak menyebutkan faktor tersebut sebagai pertimbangan meringankan.
Apalagi faktanya adalah hak asuh anak saat ini dipegang oleh terdakwa.
"Seharusnya Penuntut Umum melihat fakta-fakta di persidangan."
"Bahwa peristiwa terjadi karena mantan istrinya yang tidak memperbolehkan terdakwa bertemu dengan anaknya."
"Hal tersebut merupakan pelanggaran hak asasi manusia, baik bagi terdakwa maupun anaknya," ungkap Aldo.
"Karena itu kami memandang tuntutan 10 bulan penjara ini sangat-sangat tidak memiliki hati nurani."
"Apalagi kemudian disebutkan kerusakan pintu mencapai nilai 7,5 juta rupiah, namun tidak ada satupun kuitansi perhitungan kerugian yang dibuktikan dalam persidangan," kata Aldo.
Barang tersebut dan nilai kerusakannya dirasa Aldo tidak wajar karena mengada-ada dan dilebih-lebihkan.
"Masa hanya pintu utama rumah dari bahan kayu harus memasang rantai besar, kan itu mencari-cari alasan agar menjebloskan klien saya ke penjara."
"Lagipula jaksa tidak menerima barang bukti primer berupa dua buah pintu dari polisi, namun sekarang ditambahkan ke dalam barang bukti."