Berita Viral

Kualitas Udara DKI Jakarta Sangat Buruk, Pegawai Kantor Bakal WFH Lagi, Simak Aturan Ketentuannya

Penulis: Ignatia
Editor: Mujib Anwar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pegawai kantor di DKI Jakarta kembali diberlakukan WFH lagi karena kualitas udara yang buruk.

TRIBUNJATIM.COM - Kini kualitas udara DKI Jakarta sangat buruk, para pegawai kantor bakal WFH lagi. 

Aturan pegawai kantor bakal WFH lagi ini mencuat setelah kualitas udara DKI Jakarta ramai dibicarakan.

Bagaimana aturan dan ketentuan selengkapnya?

Pj. Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menerapkam work from home (WFH) 50 persen bagi aparatur sipil negara (ASN) di DKI Jakarta. Kebijakan WFH 50 persen ini akan berlaku mulai 28 Agustus 2023.

Kebijakan WFH 50 persen ini diberlakukan Heru Budi jelang KTT ASEAN 2023 di Jakarta pada 5-7 September mendatang.

"Ada dua hal. Terkait nanti dengan KTT ASEAN, pegawai Pemda DKI 50 persen (WFH)," kata Heru Budi di Balai Kota Jakarta, Selasa (15/8/2023).

Sementara bagi 50 persen dari total ASN yang berangkat ke kantor, Budi menyebut akan dilakukan pengaturan jam kerja sesuai ketwntuan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

Heru menyebut kebijakan WFH 50 persen ini diharap akan mengurai kemacetan 

"Menpan(RB) memberi keleluasaan antara bisa (masuk) jam 08.00 tambah satu jam jadi (masuk) jam 09.00," kata Heru Budi dikutip Tribun Jatim dari Kompas.com.

Sementara bagi perusahaan swasta, Heru menyebut kebijakan WFH ini sebatas imbauan. Aturan WFH pun menjadi kewenangan masing-masing perusahaan.

Sebelumnya, Jakarta telah menggelar ASEAN Foreign Ministers' Meeting (AMM)/Post Ministerial Meetings (PMC) yang pada 8-14 Juli 2023 lalu.

Baca juga: Sukseskan Resepsi 1 Abad NU di Sidoarjo, Pemkab Gresik Berlakukan WFH, 120 Ribu Nahdliyin Hadir

Pada 5-7 September mendatang, Jakarta akan menggelar KTT ASEAN Plus atau ASEAN+3 Summit.

Sementara itu, para pengamat memberikan penilaian mereka terkait aturan kepada para pegawai ini.

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menilai, pencemaran udara di Jakarta tidak bisa diselesaikan WFH dalam jangka pendek.

"Mengenai polusi ini konteks jangka pendeknya bukan WFH," ungkap Trubus kepada wartawan saat ditemui di Balai Kota, Jakarta, Senin (14/8/2023).

Ilustrasi polusi udara di Jakarta yang semakin memburuk (Tribunnews.com)

Ia menilai, WFH bukan “obat” yang bisa dengan segera mengatasi masalah polusi udara. Sebaiknya, Pemprov DKI merancang program WFH yang berkelanjutan dan dilakukan evaluasi.

Termasuk dengan menggandeng pihak swasta, bukan hanya dengan imbauan. Pemprov DKI bisa memberikan kompensasi dan konsekuensi bagi Perusahaan yang menjalankan dan tidak mengikuti WFH.

Menurutnya, lebih baik Pemprov DKI mengoptimalkan uji emisi sesuai dengan Peraturan Gubernur Nomor 66 Tahun 2020 mengenai Uji Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor. Lantaran selama ini uji emisi tidak dilakukan secara serius, sehingga banyak kendaraan yang tidak layak masih berkeliaran di jalanan Jakarta.

Dikatakan pula bahwa uji emisi tidak dilaksanakan secara sungguh-sungguh sampai sekarang.

"Terapkan uji emisi. Kalau bisa, keluarkan kebijakan pembatasan usia kendaraan. Akan tetapi, itu juga butuh keberanian karena musuhnya pelaku usaha mobil, mobil bekas sama motor bekas,” ucapnya seperti dikutip dari Antara.

Ia mengakui penegakan uji emisi kendaraan ini juga menjadi solusi jangka pendek. Pasalnya ada hambatan berupa kurangnya anggaran untuk penyelenggaraan uji emisi dan minimnya kesadaran warga.

"Ini sifatnya jangka pendek. Setelah itu, ini 'kan tergantung pada cuaca juga sehingga orang berpikir bahwa itu sesuatu yang tidak harus dilaksanakan," pungkasnya.

Sementara itu, Jokowi sendiri memberikan perintah terbarunya terkait kualitas udara DKI Jakarta yang semakin buruk.

Presiden Joko Widodo (YouTube Sekretariat Presiden)

Presiden Joko Widodo memberikan empat instruksi atau perintah untuk menangani buruknya kualitas udara di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).

Hal itu disampaikan Jokowi saat memimpin rapat terbatas (ratas) yang membahas polusi udara wilayah Jabodetabek di Istana Merdeka, pada Senin (14/8/2023), seperti dikutip jatim.tribunnews.com via Kompas.com

Ada empat buah perintah yang disampaikan oleh Kepala Negara untuk bisa mengatasi persoalan polusi udara di Jakarta.

"Pertama, untuk penanganan polusi dalam jangka pendek harus secepatnya dilakukan intervensi yang bisa meningkatkan kualitas udara di Jabodetabek agar lebih baik. Kemudian ada rekayasa cuaca untuk memancing hujan di Jabodetabek," ujar Jokowi.

"Dan menerapkan regulasi utk percepatan penerapan batas emisi khususnya di Jabodetabek. Kemudian memperbanyak ruang terbuka hijau dan tentu saja ini memerlukan anggaran, siapkan anggaran," tutur dia.

Baca juga: Demi Bertemu Suami & Anak, Calon Dokter Tempuh Jalur Darat Udara Laut, Perjuangan Mudik ke Sumbawa

Apabila diperlukan, lanjut Presiden, pemerintah akan mendorong work from home (WFH) untuk karyawan perkantoran.

Atau bisa juga dilakukan kerja secara hibrid dengan skema WFH dan work from office (WFO).

Kedua, untuk penanganan jangka menengah, Jokowi meminta kementerian dan lembaga terkait secara konsisten mendorong penerapan kebijakan mengurangi penggunaan kendaraan berbasis fosil dan segera beralih ke transportasi massal.

Hal tersebut menurut Jokowi didukung dengan adanya moda transportasi light rail transit (LRT) yang segera beroperasi dan mass rapid transit (MRT) yang sudah beroperasi.

Ilustrasi kualitas udara di Jakarta (Kompas.com)

Selain itu, ada pula kereta cepat Jakarta-Bandung yang akan dioperasikan pada bulan depan.

"Dan percepatan elektrifikasi kendaraan umum dengan bantuan pemerintah," tutur Jokowi.

Ketiga, Presiden meminta agar secara jangka panjang pemerintah memperkuat aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

Selain itu, harus dilakukan pengawasan kepada sektor industri dan pembangkit listrik terutama di sekitar wilayah Jabodetabek.

"Dan yang terakhir mengedukasi publik yang seluas-luasnya," kata Jokowi.

Baca juga: Puncak Udara Dingin di Malang Raya, Bakal Terjadi pada Agustus Nanti, Ada Fenomena El Nino?

Dalam kesempatan itu, Presiden menegaskan kualitas udara di Jabodetabek selama sepekan terakhir ini sangat buruk.

"Pagi ini kita rapat terkait kualitas udara di Jabodetabek, yang selama 1 pekan terakhir kualitas udara di Jabodetabek sangat-sangat buruk," ujar Jokowi.

"Dan tanggal 12 Agustus 2023 yang kemarin kualitas udara di DKI Jakarta di angka 156 dengan keterangan tidak sehat," ungkap dia.

Presiden menjelaskan, ada sejumlah faktor yang menyebabkan kondisi polusi udara saat ini.

Pertama, kemarau panjang selama tiga bulan terakhir yang menyebabkan peningkatan konsentrasi polutan tinggi.

Bahkan Jokowi juga menyinggung soal pengadaan bahan bakar yang diproduksi dengan menggunakan batubara.

Pembahasan soal PLTU ini sedang ramai dibicarakan di media sosial. Menurut Jokowi penggunaan batu bara juga menjadi pemicu masalah polusi udara tersebut.

Penyebab lainnya adalah pembuangan emisi dari transportasi dan aktivitas industri di wilayah Jabodetabek.

"Terutama yang menggunakan batu bara di sektor industri manufaktur," tambah Kepala Negara.

Presiden Joko Widodo (YouTube Sekretariat Presiden)

Memburuknya kualitas udara di Jakarta memang tampak nyata dirasakan oleh masyarakat.

Satu di antaranya adalah kasus meningkatnya penyakit ISPA yang menjangkit warga di sekitar Depok, Jawa Barat.

Terjadi peningkatan kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di Puskesmas Kalimulya, Depok, Jawa Barat.

Kepala Puskesmas Kalimulya Agustina Ika Damayanti berujar, peningkatan kasus ISPA di puskesmas ini terjadi dalam dua bulan terakhir.

"Iya, (kasus ISPA di Puskesmas Kalimulya) meningkat. Peningkatan terjadi dua bulan terakhir," ucapnya melalui pesan singkat, Selasa (15/8/2023), dikutip TribunJatim.com dari Kompas.com

Jokowi memberikan pesan terkait kualitas udara di Jakarta yang memburuk (Kompas.com)

Ia menyebutkan, terdapat 4.272 pasien ISPA di Puskesmas Kalimulya periode Januari hingga 14 Agustus 2023.

Selain ISPA, terdapat pula pasien yang mengeluhkan penyakit pernapasan selain ISPA.

Salah satunya pasien balita yang menderita pneumonia.

"Terdapat 4.272 kasus ISPA sampai dengan 14 Agustus 2023. Pada balita juga terjadi peningkatan kasus radang paru, seperti pneumonia," urainya.

Ia menambahkan, untuk meminimalisir kasus ISPA, Puskesmas Kalimulya meminta warga agar tetap menggenakan masker meskipun pandemi Covid-19 kini dinyatakan berakhir.

"Masyarakat untuk tetap menggunakan masker, walaupun pandemi Covid-19 sudah dinyatakan selesai," tutur Agustina.

Berita viral lainnya

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Berita Terkini