Ketika dia tiba di Pulau Buru, banyak yang takut melihatnya, tetapi ketika Amelia mengatakan bahwa dia juga anak korban, barulah orang-orang keluar dengan suguhan minuman.
Amelia juga melihat anak-anak di Pulau Buru tidak berbuat apa-apa, ada Karang Taruna tetapi tidak memiliki apa-apa, lalu dia membelikan organ, dan meeka mulai main musik dan menyanyi, punya uang, lalu menceritakan padanya.
“Itu membuat saya senang. Itu yang harus dibuat secara nasional, bahwa rekonsiliasi bisa terwujud antarmanusia, antarindividu.”
“Kami siap untuk rekonsiliasi, tapi tidak dengan campur tangan pemerintah. Kalau ada campur tangan pemerintah, malah ora dadi (tak jadi),” katanya lagi.
Amelia juga menceritakan ketika bertemu dengan salah satu anak dari tokoh Dewan Revolusi yang menceritakan bahwa ayahnya tertangkap, dua jam sebelum ditembak mati, boleh bertemu dengan keluarganya.
Namun, ayahnya tiu dikubur di sebuah tempat di hutan, hanya diberi kotak semen segi empat dan tanpa nama, mereka, anak-anaknya, pun terus mencari, kira-kira di sebelah mana makam ayah mereka.
Amelia merasa bahwa sebagai anak pahlawan, dia disambut seperti kedatangan Pak Yani, padahal dia cuma anaknya, dan itulah keadaannya.
“Kecuali kalau ada bapaknya merasa tidak berbuat, nah terus cerita sama anaknya, dan cerita lagi, ‘Bapakmu disakiti, bapakmu dipenjara sekian tahun.’, maka mereka jadi dendam.”
Berita viral lainnya
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com