Gerakan tersebut dipimpin langsung oleh DN Aidit yang saat itu adalah ketua dari PKI atau Partai Komunis Indonesia.
Pada 1 Oktober 1965 dini hari, Letkol Untung yang merupakan anggota dari Pasukan Pengawal Istana atau seringkali disebut Cakrabirawa, memimpin pasukan yang dianggap setia atau loyal kepada PKI.
Gerakan tersebut mengincar Perwira Tinggi TNI AD Indonesia. Mereka menangkap 6 orang dari anggota perwira tersebut. Namun, tiga orang di antaranya langsung dibunuh di rumahnya.
Sementara yang lainnya dibawa paksa menuju Lubang Buaya. Semua jenazah perwira TNI AD ditemukan selang beberapa hari kemudian.
Kronologi G30S PKI
Dilansir dari laman Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), peristiwa G30S PKI terjadi pada masa pemerintahan Presiden Soekarno yang menjalankan sistem “Demokrasi Terpimpin”.
PKI, sebagai partai Stalinis terbesar di luar China dan Uni Soviet, memiliki jumlah anggota yang sangat besar.
Selain itu, PKI juga mengontrol gerakan serikat buruh dan gerakan petani di Indonesia.
PKI memiliki lebih dari 20 juta anggota dan pendukung yang tersebar di berbagai daerah.
Pada Juli 1959, parlemen dibubarkan dan Soekarno menetapkan konstitusi di bawah dekrit presiden dengan dukungan penuh dari PKI.
Soekarno juga memperkuat angkatan bersenjata dengan mengangkat para jenderal militer ke posisi yang penting.
PKI menyambut baik sistem “Demokrasi Terpimpin” dan percaya bahwa mereka memiliki mandat untuk berkonsepsi dalam aliansi Konsepsi Nasionalis, Agama, dan Komunis (Nasakom).
Akan tetapi, kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum borjuis nasional dalam menekan gerakan independen kaum buruh dan petani tidak berhasil memecahkan masalah politik dan ekonomi yang mendesak.
Masalah ekonomi seperti penurunan pendapatan ekspor, penurunan cadangan devisa, inflasi yang tinggi, dan korupsi birokrat dan militer menjadi semakin merajalela.
Tak hanya itu, PKI juga menguasai banyak organisasi massa yang dibentuk oleh Soekarno untuk memperkuat dukungan bagi rezim Demokrasi Terpimpin.