Berita Ponorogo

Produsen Sambal Pecel Ponorogo Tak Terpengaruh dengan Harga Cabai Naik, Pilih Tak Laba

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Produsen sambel pecel di Ponorogo, Hj Supriyati yang tidak mengurangi takaran maupun menaikkan harga walaupun harga cabai naik

TRIBUNJATIM.COM, PONOROGO - Harga cabai di Kabupaten Ponorogo melejit. Terakhir harga cabai rawit di bumi reog mencapai Rp 70 ribu per kilogram.  Pun cabai jenis lainnya juga mengalami kenaikan.

Bukan ibu-ibu saja yang kelimpungan karena naiknya harga cabai. Pun produsen sambal pecel di Ponorogo juga ikut pusing.

Lalu bagaimana cara mereka untuk bertahan ditengah naiknya harga cabai?

Wartawan Tribunjatim.com mencoba ke salah satu rumah produksi sambal pecel. Adalah sambal pecel produksi Hj Supriyati di Kelurahan Mangunsuman, Kecamatan Siman, Kabupaten Ponorogo.

Rupanya, jumlah produksi sambal pecel denhan merk Sambal Pecel Bunda itu tidak berpengaruh dengan naiknya harga cabai. Sehari, Hj Supriyati tetap membuat sambel pecel sebanyak 70 kilogram.

Baca juga: Wanita Ponorogo ini Senggol Bensin untuk Campuran Cat, Dapur Rumahnya Ludes Terbakar, 1 Luka Bakar

“Kebetulan juga langsung keluar semua. Saya menjualnya secara online memang. Gak ngaruh dipenjualan hanya labanya berkurang,” ujar Hj Supriyati membuka percakapan, Kamis (2/11/2023).

Dia menjelaskan bahwa sambal pecel produksinya selalu menggunakan bahan yang fresh. Entah dia membeli dari petani cabai langsung atau ke pedagang cabai di Pasar Sayur.

“Memang sangat terasa ketika harga cabai diangka Rp 70 ribu ke atas. Tapi ya saya harus menjaga kualitas kualitas juga,” kata wanita yang sudah menjadi produsen sambal pecel bertahun-tahun ini.

Hj Supriyati mengklaim bahwa telah antisipasi dengan menerapkan harga pokok penjualan (HPP) tinggi. Sehingga jika ada kenaikan harga cabai, dia tidak merubah harga atau komposisi takaran cabai.

“Ya tetap takaran saya. Sekali buat itu 4 kilogram cabai rawit, 4 kilogram cabai merah. Juga ada kacang tanah, gula merah dan lain-lain. Tidak lalu mengurangi takaran. Tidak berani juga gunakan cabai kering,”tegasnya.

Dengan begitu, kata dia, kualitas tetap terjaga. Konsumen juga kabur karena rasanya berkurang. Hanya saja, dia harus sedikit mengalah dengan mendapatkan laba yang sedikit,

“Sehingga tidak merubah rasa. Pelanggan saya sudah repeat order (pesan kembali). Daripada mereka kabut kalau saya menaikkan harga atau mengurangi takaran,”  tegasnya.

Hj Supriyati tetap berharap harga cabai kembali normal. “Kalau ditanya harapan tentu pengen harga normal,” pungkasnya.

Berita Terkini