Menurut Sutardi, siswa tersebut kemudian dimintai keterangan karena berdasarkan kronologi, siswa bersangkutan sedang piket di apotek itu.
Dia memastikan masalah itu sudah selesai dan pihak apotek juga tidak mempermasalahkannya.
"Sebenarnya tidak dipermasalahkan oleh pihak apotek saat itu. Namun di apotek itu ada bisnis ya, kita akhirnya turun tangan juga ke sana," ujarnya.
Namun pada Selasa pagi, tiba-tiba MI berjalan kaki membawa poster tulisan tangan itu.
Pihaknya mengaku kaget karena sebenarnya masalah sudah diselesaikan.
"Tadi juga kita minta keterangan. Keterangannya juga berubah-ubah," terang dia.
Bukan inisiatif MI
Diduga tulisan di poster itu bukan tulisan yang bersangkutan
Berdasarkan penelusuran guru tulisan di poster itu bukan tulisan MI, siswa bersangkutan juga mengakui bahwa itu bukan tulisannya.
Hanya saja, MI belum mengaku siapa yang mempersiapkan tulisan tersebut.
Apalagi, dalam poster itu juga terdapat bekas sketsa yang dihapus.
Sekolah juga masih mencari siapa yang menulis poster itu.
"Yang jelas saat ini sudah klir permasalahan ini. Kita tadi juga kaget," ujarnya.
Sementara itu berdasarkan keterangan guru, wali murid MI juga menyatakan jika kerugian yang dialami apotek lebih dari nilai yang hilang juga akan diganti oleh pihak keluarga.
Di sisi lain, berdasarkan catatan sekolah, MI diketahui juga memiliki permasalahan terkait utang piutang di lingkungan sekolah.
Kronologi versi keluarga
Diketahui, MI tinggal di Wonogiri bersama dengan keluarga besarnya.
Ayahnya telah meninggal, saudara-saudaranya yang merawat dan membiayai sekolah MI.
Berdasarkan keterangan paman selaku wali murid MI, Achmad Fadlillah mengatakan, pihak keluarga mengetahui kasus itu selesai setelah ada panggilan dari pihak sekolah.
"Saya saat itu tanya buktinya apa? Dijawab CCTV. Dijelaskan isi rekaman CCTV itu, baru cerita. Dari cerita itu belum ada yang membenarkan mengambil uang kasir. Tapi yaudah masalah itu dianggap selesai dan saya mengganti," jelasnya kepada TribunSolo.com.
MI kemudian menceritakan kepada walinya di rumah bahwa ia diminta untuk membuktikan jika tak bersalah.
Namun Achmad mengatakan biasanya yang menuduh lah yang membuktikan, bukan yang tertuduh.
Achmad mengakui bahwa pihaknya sempat menyangka bahwa MI benar-benar mencuri.
Namun, karena praduga tak bersalah dari anak, dia membiarkan hal itu.
Bahkan ia juga mengetahui bahwa MI membawa poster soal tuduhan itu ke sekolah.
Dia membiarkan hal itu, namun bukan yang mengarahkan maupun menyuruh.
"Saya tahu pagi dia ke sekolah bawa poster. Tapi saya tidak mempersilakan, tidak mengarahkan, biar berjalan saja," ujarnya.
Dia mengakui pihak keluarga tak tahu dari mana asal poster yang dibawa MI ke sekolah, termasuk dari mana ide tersebut muncul.
Pihak keluarga menduga ada penyelesaian masalah yang kurang bagus.
Ada kemungkinan sekolah hanya mendapatkan laporan dari karyawan apotek, bukan pemilik langsung terkait selisih uang itu.
"Beberapa waktu lalu ada absensi anak dari karyawan apotek. Kemudian dari sekolah langsung meneruskan ke Whatsapp kami. Seharusnya sekolah bisa mengkonfirmasi dulu tidak langsung diteruskan ke kami. Karena kalimatnya kurang pas," jelasnya.
Berakhir Damai
Achmad menegaskan bahwa kasus tersebut sudah selesai.
Ia mengatakan MI tak bersalah berdasarkan mediasi pihak sekolah dengan keluarga usai MI membawa poster itu pada Selasa (31/11/2023).
"Sorenya damai. Dengan syarat sekolah mau mencari bukti CCTV. Mintanya sekolah sepekan, tapi menurut saya kelamaan. Kasih waktu tiga hari," jelasnya.
Dia mengatakan pada Kamis (2/11/2023) lalu, Achmad mengaku ingin membatalkan surat perdamaian jika belum ada bukti kuat.
Namun sesampainya di sekolah, MI dinyatakan tak bersalah.
Menurut dia, sekolah memberikan keterangan itu karena tidak ada bukti CCTV.
Kemudian keduanya melakukan perdamaian tertulis dan sudah saling meminta maaf.
Dalam kasus ini, meski berakhir MI dinyatakan tidak bersalah, Achmad tidak menuntut pencemaran nama baik.
Sebab sudah ada kejelasan dan mediasi antara kedua belah pihak.
"Saya juga berfikir anak itu ada nakalnya. Saya pikir juga butuh guru. Mungkin hanya kurang ketelitian dalam menangani kasus, yang akhirnya saling memaafkan," kata Achmad.
Pihak keluarga berterima kasih kepada guru di SMK Bhakti Mulia dan berharap jika ada kasus serupa bisa ditangani dengan teliti.
"Kalau dari pihak apotek belum ketemu. Mungkin juga marah karena tertulis di poster itu.Saya minta maaf kepada pihak apotek atas ketidaknyamanannya," ujarnya.