TRIBUNJATIM.COM - Tono mendapat inspirasi bisnis dengan cara mengais sampah di TPA atau Tempat Pembuangan Akhir.
TPA merupakan tempat berkumpulnya sampah rumah tangga yang sudah tidak terpakai.
Pemanfaatan limbah dengan cara yang ditemukan Tono belakangan ternyata menghasilkan cuan atau uang yang cukup banyak.
Tono mendapatkan cuan Rp 1 juta hanya dalam sehari.
Bayangkan jika dirinya bisa memproduksi sesuatu dari modal sampah di TPA itu dalam sebulan, penghasilannya mengalahkan para pengusaha.
Apa sebenarnya yang diproduksi Tono?
Permasalahan sampah sisa rumah tangga bakal beres di tangan Tono, warga Kabupaten Boyolali ini.
Dari ketelatennya dalam mengelola limbah sampah organik tersebut, Tono bisa memperoleh pendapatan mencapai sekira Rp 1 juta di tiap hari.
Caranya adalah dengan budidaya maggot.
Cuan Rp 1 jutaan itu bisa dia dapatkan selepas menjual sekira 2 ton Maggot.
Baca juga: Penyebar Video Asusila Diduga Mirip Rebecca Klopper Raup Cuan Rp10 Juta / Bulan, Bikin Grup Telegram
Ya, sampah memang saat ini menjadi masalah besar bagi setiap daerah atau kota.
Tumpukan sampah yang dianggap tak berguna kerap menumpuk, bahkan kerap mencemari lingkungan.
Tempat penampungan sampah akhir (TPA) pun dihadapkan dengan persoalan harus terus memperluas lahannya.
Namun, di tangan Tono, sampah organik menjadi sumber cuan.
Warga Boyolali itu menjadikan sampah organik dari TPA sebagai sumber makanan untuk maggot atau larva lalat BSF.
Sampah sisa rumah tangga itu dikumpulkan dari TPA oleh petugas.
Dalam sehari, dia bisa memanen 200 kilogram maggot.
Maggot itu dia jual dengan harga Rp 6 ribu per kilogram.
"Keuntungannya itu sekira 30 persen," kata Tono seperti dilansir dari TribunSolo.com, Minggu (12/11/2023), seperti dikutip TribunJatim.com
Baca juga: Buang Sampah Lagi ke Rumah Tetangga Sambil Joget-joget, Masriah Kini Diam Kembali Jadi Tersangka
Dia berkata, untuk bahan produksi maggot ini sebenarnya sangat murah.
Hanya saja, biaya pengelolaan yang tinggi.
Namun bukan keuntungan dari budidaya maggot ini yang jadi fokusnya.
Melainkan pengelolaan sampah dengan baik yang ingin dia kampanyekan.
"Kalau untung ya tetap untung dan cukup besar."
"Kalau 2 kuintal kali Rp 6 ribu sudah Rp 1,2 juta," katanya.
Baca juga: Sampah yang Dibakar Warga Tertiup Angin Kencang, Lahan Kosong di Kota Malang Terbakar
Karena memang, sumber makanan untuk budidaya maggot ini sangat mudah dan sumber makanannya tersedia melimpah.
"Makanannya maggot ini hanya limbah rumah tangga," jelasnya.
Dia menyebut, untuk memberi makan puluhan kolam maggotnya, dia membutuhkan hingga 2 ton sampah organik per hari.
Sampah itu dia dapatkan dari TPA Winong Boyolali.
"Ya semoga bisa mengurangi penumpukan sampah di TPA," jelasnya.
Selain mendapatkan hasil dari maggotnya, limbah dari maggot juga menjadi pupuk organik yang bagus untuk tanaman.
Banyak cara warga menemukan berbagai langkah kreatif agar tidak mencemari lingkungan.
Selain membantu mengurangi polusi dan pemakaian berlebihan sumber daya alam, warga juga bisa beralih kepada cara-cara alternatif agar tetap bisa hidup.
Satu di antaranya adalah kebiasaan masak warga satu ini.
Tinggalkan LPG, Ari justru memanfaatkan bahan bakar tak biasa untuk keperluan memasak sehari-hari.
Apakah bahan bakar lain yang dipakai Ari?
Sudah 10 tahun warga Desa Tangkisan, Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, ini tidak membeli gas elpiji untuk kebutuhan memasak.
Ternyata Ari menggunakan kotoran sapi yang diolah menjadi biogas untuk menghidupkan kompor dan memasak.
Bahan bakar inilah yang selama 10 tahun membuatnya tak lagi repot membeli tabung gas elpiji.
Ari pun mengaku bisa berhemat hingga ratusan ribu sebulan karena tidak menggunakan gas elpiji.
Api yang dihasilkan dari biogas sendiri terlihat berwarna biru dan menyala cukup besar serta stabil.
Berkat memanfaatkan energi gas metana dari kotoran sapi tersebut, Ari berhasil menghemat uang ratusan ribu hingga jutaan rupiah sebulan.
Inovasi mandiri energi tersebut juga dimanfaatkan oleh tetangga Ari secara gratis.
Ari mengaku mulai menerapkan pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas sejak tahun 2013 lalu.
Ia bercerita ide tersebut muncul dari kakaknya.
Kakaknya adalah seorang Dosen Fakultas Teknik Elektro Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, bernama Karnoto.
Baca juga: Sosok Filip Salac, Pembalap Moto2 Beli Bensin Eceran Dilayani Bocah, Panggil Si Penjual Bos Kecil
Diceritakan oleh Ariyanto, Karnoto terinspirasi saat bencana banjir melanda desanya.
Banyak warga menggunakan kamar mandi di rumahnya saat itu.
Dari sanalah dia mendapatkan ide.
"Dulu sekitar 2010 di desa ini masih sering banjir dan rumah saya menjadi tempat berkumpulnya warga," ucap Ari kepada Tribun Jogja, Senin (9/10/2023).
"Ketika warga buang air, kakak saya berpikir, sayang sekali kalau tidak dimanfaatkan (kotorannya)," lanjutnya.
"Akhirnya kakak memutuskan berternak sapi dan memanfaatkan kotorannya untuk diolah menjadi biogas," kata Ari.
Pada awalnya, Ari memiliki sapi sebanyak 36 ekor yang bisa menghasilkan belasan kg biogas dalam sehari.
Kotoran sapi tersebut bisa mencukupi kebutuhan memasak untuk 13 rumah di sekitar rumah Ari.
Namun seiring berjalannya waktu, dia tinggal memiliki sapi 12 ekor yang menghasilkan gas metana sekitar 3 kg dalam sehari.
Gas tersebut kini dimanfaatkan oleh tiga rumah untuk memasak.
Baca juga: Tidak Ada Sanksi, Larangan ASN Tulungagung Gunakan Gas Elpiji 3 Kg Dinilai Tak Efektif
Tribun Jogja pun berkesempatan melihat berkeliling di rumah Ari pada Senin (09/10/2023).
Kandang sapi Ari berada di bagian depan rumahnya yang langsung menghadap ke jalan utama.
Kandang sapi tersebut terlihat lebih bersih, meski sesekali masih terhirup aroma khas kotoran sapi.
Di lantai kandang terlihat ada saluran pembuangan kotoran sapi yang bermuara ke sebuah bak penampung berukuran 2x2 meter sedalam dua meter.
Bak tersebut terkubur di dalam lantai koridor menuju dapur rumah Ari.
Tak jauh dari lokasi tersebut ada bak penampung kedua yang merubah wujud kotoran sapi menjadi cair yang dialirkan ke bak penampung ketiga yang berada di luar rumah.
Bak penampung ketiga itulah yang akan jadi tempat perubahan cairan kotoran menjadi gas dan pupuk cair.
"Untuk gas metana dialirkan ke kompor menggunakan instalasi dari pipa besi," jelas Ari.
"Prosesnya terjadi setiap hari karena pasti masih ada sisa gas kemarin," imbuhnya.
"Kalau warga mau pakai biogas monggo (silakan), tidak dipungut biaya asalkan memasang instalasi gas," kata Ari.
"Kalau pupuk cair juga boleh diminta warga," tambah Ari.
Selain menghemat gas LPG, biogas juga Ari manfaatkan untuk menghidupkan lampu petromak ketika listrik PLN padam.
Selain itu di rumah Ari juga memasang panel surya, sehingga ketika terjadi pemadaman listrik, lampu di rumahnya bisa tetap hidup hingga 12 jam lamanya.
Ari menyebut, rumahnya yang memanfaatkan energi biogas dan panel surya telah menjadi percontohan bagi desa.
Dikatakan Ari, sejumlah universitas dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Perikanan (Kemen LHP) pernah berkunjung ke rumahnya.
"Dulu pernah diikutkan lomba yang digelar Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah, jadi Juara Harapan Satu Desa Mandiri Energi pada 2019 dan dapat Juara Dua Desa Mandiri Energi 2021," ujarnya.
Pihaknya juga mengaku pernah mendapatkan pelatihan terkait pengolahan biogas dari Kementerian LHP.
Dalam hal itu, ia mengirimkan dua orang penjaga kandang sapi agar bisa mengolah kandang dan biogas dengan baik.
Baca juga: Kondisi Stok Elpiji 3 Kg di Pacitan, Disdagnaker Sebut Tak Ada Kelangkaan: Hanya Panic Buying
Di sisi lain, sempat viral foto Bright Gas 3 kg yang dijual dengan harga Rp35.000 di tengah gas elpiji melon yang diperuntukkan warga kurang mampu.
Unggahan foto tersebut menampilkan gas elpiji berwarna hijau dan merah muda yang memiliki harga berbeda.
Terlihat gambar gas elpiji melon dan Bright Gas yang sama-sama memiliki berat 3 kg, namun harga jual berbeda.
"Dari melon ijo jadi 18.000 >>>> Tadaaa!!! Jadi Strawberry 35.000," tulis caption dalam narasi unggahan.
Melansir Kompas.com, foto tersebut dimuat oleh akun TikTok ini pada Senin (31/7/2023).
Hingga Minggu (6/8/2023) sore, unggahan tersebut sudah dilihat sebanyak 485.000 kali dan mendapatkan lebih dari 1.100 komentar dari netizen.
Unggahan tersebut juga menuai beragam komentar dari netizen.
Beberapa menyebutkan bahwa gas elpiji hijau di daerah mereka bahkan memiliki harga hampir mendekati Bright Gas 3 kg.
"Gpp sih soalnya yg ijo aja disni udh harga 22, klo pink 35 gak masalah asal ada terus gak kosong," kata akun @rina_matnoor.
"Lho yg ijo aja di rumahku udh 24 ribu haha gmn si pink," tulis akun @bulbullgemes.