"Kalau kegiatan warga, jarang. Gak ada. Gak pernah keluar. Tapi kalau ada tagihan iuran keamanan, beliau balik. Apapun peraturan di sini selalu ikut. Kalau iuran tetap memberi, baik juga. Tiap bulan Rp300 ribu. Iya secara lingkungan sosial keorganisasian, tetap berpartisipasi," ungkapnya.
Mengenai asal muasal uang yang selama ini digunakan oleh kedua kakak adik tersebut memenuhi kebutuhan hidupnya. Termasuk untuk membayar iuran bulanan dalam jumlah nominal lebih.
Suatman mengaku, tak mengetahuinya. Apalagi dirinya juga tak mengetahui pekerjaan kedua orang korban selama tinggal di rumah tersebut dengan cara tertutup.
Ia menduga, selama ini, kedua kakak adik tersebut hidup mengandalkan uang tabungan pemberian orangtuanya yang telah meninggal sejak beberapa tahun lalu.
Sehingga, untuk sekarang hidup sederhana dengan membeli makan minum untuk memenuhi kebutuhan pokok, dan tak terlalu dibebani oleh tagihan kebutuhan sekunder dan tersier lainny, dirasa Suatman, tak mustahil.
"Enggak tahu dari mana. Tapi masih bisa makan setiap hari, bisa bayar iuran tiap bulan. Mungkin waktu meninggal ayahnya itu, masih punya tabungan banyak. Mungkin punya simpan, mungkin. Bisa belanja. (Sangat mungkin untuk hidup sederhana) iya betul," katanya.
Bahkan, Suatman mengaku, dirinya sempat berpapasan dengan si adik korban yang sedang berjalan kaki untuk berbelanja, sekitar pukul 09.00 WIB, pada Senin (13/11/2023).
Ia tak menyangka, bahwa pertemuannya dengan si adik korban pada pagi hari itu, menjadi pertemuan terakhir kali, karena pada dini harinya, si adik dan kakaknya tewas dalam kebakaran rumah.
"Kemarin ya sehat ketemu saya menyapa. Hari senin kemarin, waktu belanja jam 09.00 WIB. Iya pertemuan terakhir, menyapa. Enggak pernah curhat. Kalau menyapa ya sudah; mari pak, iya belanja," pungkasnya